Kim Bum menatap sesaat layar ponselnya yang menyala sebelum beranjak dari duduknya. Malam ini, ia duduk lagi di halte yang ada di depan kantor So Eun—tapi bukan di seberang jalan seperti beberapa hari yang lalu.
Setelah beranjak, ia berbelok ke arah kiri—tepat sekali saat So Eun baru keluar dari area kantor dengan ponsel di tangan kanannya. Entah apa yang wanita itu lakukan, tapi Kim Bum dapat menebak jika So Eun adalah satu-satunya yang tersisa di kantor itu dan sedang sibuk mencari sesuatu untuk mengantarnya pulang.
Dengan gerakan pelan, kakinya lalu ia bawa melangkah mendekati si cantik. Hingga saat jarak mereka tersisa satu meter lebih, wanita Kim itu menoleh dan terlihat kaget dengan kehadirannya.
“Kau belum pulang?”
So Eun sudah akan membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi kalah cepat dengan Kim Bum yang mengajukan pertanyaan itu lebih dulu. Sukses saja membuat si cantik merekahkan sebuah senyum kecil di wajah lelahnya.
“Aku baru saja mau pulang. Kau sendiri sedang apa? Kenapa bisa ada di sini?”
“Aku baru saja dari rumah sepupuku.”
“Rumahnya ada di dekat sini?”
“Hm.”
“Kenapa tidak menginap? Ini sudah larut.”
“Kau sendiri? Kenapa tidak menginap di kantor?”
Kim Bum tidak tahu apa yang salah dari pertanyaannya, tapi itu berhasil membuat senyum kecil di wajah So Eun menghilang. Si cantik lalu diam beberapa saat sebelum menggeleng kecil. “Aku masih takut.”
“Takut?”
“Dulu--- waktu awal-awal kerja--- pernah hampir di---”
Kim Bum mengulum bibirnya, dalam diam sedikit paham mengapa So Eun terlihat tidak yakin untuk memberikan jawaban untuk pertanyaan yang ia ajukan. Dan saat wanita itu mengalihkan tatapannya, ia segera menggerakan tangannya—memberi isyarat jika jawaban itu tidak harus dilanjutkan.
“Tidak perlu kau lanjutkan.”
“Iya..., Bum.”
“Tapi, kau berani pulang sendirian di jam ini.”
“Aku hanya takut pada kantor ini. Jika kau bertanya kenapa aku masih di sini sampai jam seperti ini, itu karena aku tidak punya pilihan lain. Setidaknya sekarang, aku tidak setakut dulu karena yang menjaga tempat ini bukan orang yang dulu lagi.”
Mengangguk samar, Kim Bum berencana membawa So Eun dalam obrolan yang lain. “Supirmu tidak menjemput?”
“Tidak. Aku tidak punya supir.”
“Lalu, yang menjemputmu waktu itu?”
“Supir orang.”
“Siapa?”
“Aku tidak tahu. Pokoknya supir orang.”
“Lalu, kau pulang dengan siapa?”
“Ya sendiri.”
“Dengan apa?”
“Kalau bertemu taksi ya oke. Kalau tidak ya jalan kaki.”
“Aku antar, mau?”
“Apa?”
So Eun nampak melongoh tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Tapi, Kim Bum acuh saja dengan tangan kiri yang terulur di depan si cantik.
“Aku antar.”
Tidak langsung menjawab, So Eun menggeleng cepat pada detik kesekian. “Tidak perlu. Kata Min Ho oppa, rumahmu dekat dengan toko roti itu. Tempatku tinggal arahnya berlawanan. Nanti kau akan pulang semakin larut jika mengantarku dulu—mana jauh lagi.”
“Tidak apa-apa.”
“Tidak perlu. Aku pulang sendiri saja.”
Kim Bum masih diam di posisi yang sama. Tapi, So Eun nampak berbeda setelah mengatakan dua kalimat itu. Ia tidak lagi menatap pria Kim itu. Tatapannya juga sudah berubah waspada sebelum melirik sekitar lalu melangkah mundur. Dua langkah pertama, wanita itu masih terlihat baik-baik saja. Lalu, saat langkah ketiga akan diambil, ia mulai sedikit oleng, membuat Kim Bum menggerakan tangannya dengan cepat—meraih lengan si cantik agar berdiri dengan benar.
“Kau kenapa?”
Tapi, bukan jawaban yang ia dapatkan karena So Eun langsung bergerak cepat untuk menarik tangannya.
“Tidak apa-apa.”
Kalimat itu So Eun ucapkan dengan mata yang bergerak menatap ke arah lain—membuat rasa tak paham Kim Bum semakin menjadi. Lalu, saat ia mencoba untuk menatap wanita itu, tatapannya selalu dialihkan.
Mendengus malas, kedua tangan Yunseong lalu bergerak begitu saja, meraih kedua pipi So Eun dan membawa tatapan wanita itu untuk menatap tepat ke arah matanya.
“Kya, lihat aku dulu.” Ucapnya saat So Eun masih berusaha mengalihkan tatapannya. Tangannya juga bergerak kuat agar So Eun tidak bergerak menoleh ke arah lain. Hingga saat si cantik sudah diam saat manik mereka bertemu, ia membuka mulutnya untuk berucap lagi. “Kau kenapa?”
So Eun tidak langsung memberikan jawaban. Wanita itu masih diam di posisi yang sama—mengatur napasnya yang entah bagaimana jadi tersenggal-senggal—sebelum menggerakan tangan kanannya untuk memegang tangan Kim Bum yang masih menangkup pipinya.
Kim Bum sendiri masih pada posisi yang sama—menunggu So Eun menjawab pertanyaannya. Hingga dua menit berlalu, ia jadi tersentak sendiri saat So Eun menarik paksa kedua tangannya dari pipi si cantik dan langsung memeluknya begitu saja.
Ada apa ini?
Tapi, tidak ada jawaban yang ia dapat.
Bahkan hingga pelukan itu dilepaskanpun, So Eun masih tidak memberikan jawaban ia kenapa. Ia hanya mundur, sebelum pamit untuk pulang lagi.
“Aku pulang dulu. Terima kasih untuk yang tadi.”
Tentunya, Kim Bum tidak akan tinggal diam. Ia kembali meraih lengan So Eun. Dan sebelum wanita itu mengajukan protes apapun, ia segera mengatakan kalimat lainnya.
“Aku akan menelpon Min Ho untuk menjemputmu. Kau tidak boleh pulang sendirian malam ini.”
•be ambitious•
Thank you...
KAMU SEDANG MEMBACA
be ambitious
FanfictionBumsso Awalnya, hidup keduanya terlampau biasa saja, terlalu datar dan hanya berjalan apa adanya. Tapi tidak lagi setelah mereka bertemu. Karena setelah hari itu, ada ambisi rahasia di diri masing-masing, membuat hidup yang awalnya biasa-biasa saja...