“Bum, mau ke mana? Kamarku kan di sana?”
So Eun tidak dapat menahan dirinya untuk mengajukan pertanyaan itu saat Kim Bum menariknya untuk menapaki tangga menuju lantai dua—dengan tangan yang bergerak menunjuk ke arah lorong yang menuju ke bagian belakang rumah.
Tapi, Kim Bum sama sekali tidak memberikan jawaban. Pria Kim itu tetap dengan gerakan yang sama untuk menapaki tangga menuju lantai dua. Lalu, setelah sampai di sana—sebelum mereka sempat melanjutkan langkah untuk menuju ke tempat yang dimaksud Kim Bum—So Eun lebih dulu menahan gerakan mereka.
“Kenapa, Sso?”
“Mau ke mana?”
Pertanyaan So Eun ajukan dan Kim Bum terlihat mendengus kecil. Dua detik kemudian, pria Kim itu menarik si cantik untuk berjalan lagi. Tapi, lagi-lagi si cantik menahan gerakannya.
“Mau ke mana?”
“Ya, ke kamar.”
“Tapi kamarku...”
“Itu bukan kamar, Sso.” Menjawab cepat, Kim Bum kembali menarik So Eun untuk mendekat ke arahnya. Kali ini, tangannya bergerak untuk merangkul pundak si cantik. “Itu dulu ruangan tempat menyimpan barang—aku tidak tahu apa. Tapi, kenapa bisa menjadi kamarmu?”
“Tidak tahu.”
So Eun menjawab cepat dan mereka kembali melangkah karena Kim Bum sudah menariknya lagi.
“Lalu, kenapa juga kau memilih tempat itu untuk menjadi kamarmu? Padahal ada banyak sekali kamar di rumah ini.”
Kali ini So Eun tidak menjawab. Ia lebih memilih menatap Kim Bum hingga pria itu akhirnya berhenti di depan sebuah kamar. Diam sesaat, pria Kim itu juga sempat menatapnya sebelum membuka pintu kamar tersebut. Setelah pintu kamar terbuka, tanpa menunggu dua kali, Kim Bum segera mendorong si cantik untuk masuk ke dalam sana.
“Apa yang mau kita lakulan di sini?”
“Sudah, masuk saja dulu.”
“Tapi ini kamar siapa?”
Kim Bum tidak menjawab pertanyaan So Eun. Ia tetap mendorong si cantik untuk masuk ke dalam kamar itu sebelum bergerak cepat untuk mengunci pintunya dari luar. Lalu, saat pintu sudah tertutup, pria Kim itu tidak dapat menahan dirinya untuk tersenyum senang. Setelahnya, ia berbalik dan berjalan pergi meninggalkan kamar itu—meninggalkan So Eun yang sudah heboh mengetuk pintu kamar tersebut.
•be ambitious•
Kim Bum masih di halaman belakang ketika tuan Hwang datang menemuinya. Pria itu memang menghubunginya tadi dan mengatakan bahwa ia akan mengantar sesuatu ke rumah—sehingga ia meninggalkan So Eun di kamar dan menunggu pria itu datang.
“Kim Bum?”
“Paman?”
Menoleh dan menatap pria itu, Kim Bum lalu tersenyum kecil dengan tangan yang terulur untuk menerima sebuah map yang pria itu berikan. Detik berikutnya, ia membuka map itu dan membaca apa yang ada di sana—sebelum kembali tersenyum dan menatap tuan Hwang.
“Belum diubah sesuai permintaanmu. Semuanya masih atas nama Kim So Eun.” Pria itu berucap kemudian. Setelahnya, ia menatap ke depan sebelum kembali menatap Kim Bum. “Kapan mau mengembalikan semuanya dengan namamu? Paman akan menyiapkan semua berkasnya.”
“Tidak perlu.” Menjawab singkat, Kim Bum lalu menutup kembali map itu sebelum mengembalikannya pada tuan Hwang. “Biarkan saja semua dengan nama So Eun.”
“Kau serius?”
Mengangguk pelan, Kim Bum lalu menatap ke depan. Detik berikutnya, ia menghela napas pelan sebelum membuka mulutnya dan mengatakan sesuatu.
“So Eun... dia...”
Ucapan Kim Bum tidak selesai. Ia seperti tidak tahu apa yang akan ia katakan sehingga kalimatnya hanya berhenti di kata itu. Entahlah...
“So Eun anak yang baik, Bum.” Beruntung tuan Hwang paham sehingga langsung mengucapkan kalimat itu. “Dia tidak sama seperti kedua orang tuanya. Waktu pertama kali dia ke sini, yang paman lihat hanya anak kecil yang kebingungan tentang posisinya saat itu. Bahkan sampai hari ini, dia masih bertanya ini rumah siapa dan kenapa dia dibawa ke sini. Waktu orang tuanya meninggal, dia semakin bingung karena tanpa pengalaman dan pengetahuan tiba-tiba diberi tugas berat untuk mengurus semua yang ditinggalkan orang tuanya. Awalnya dia mau lepas tangan, mengembalikan semuanya begitu saja. Tapi, dia bilang padaku kalau dia tidak bisa meninggalkan semuanya begitu saja. Paling tidak, dia harus mengembalikan semua yang diambil orang tuanya ke pemilik aslinya tanpa kurang satu apapun—karena saat itu memang keadaan perusahaan tidak baik-baik aja.”
“Lalu, apa yang dia lakukan, paman?”
“Dia kerja, ikut mengurus perusahaan. Padahal waktu itu dia masih kuliah, jurusannya juga tidak ada hubungannya sama sekali sama bisnis. Tapi, dia berusaha buat mengatasi itu. Dia terpaksa lulus belakangan asal perusahaan ini tetap baik-baik saja.”
“Apa saja yang dia ambil selama ini?”
“Tidak ada. Dia tidak mengambil apapun dari semua yang kau punya.” Menjawab cepat, tuan Hwang lalu menatap ke depan lagi. “Awalnya, kami semua—tidak hanya paman, semua pengawai dan orang yang sudah lama bekerja untuk orang tuamu—tidak suka padanya—itu sudah jelas kan. Tapi, dia benar-benar anak yang baik. Dia sama sekali tidak memanfaatkan apapun dari keadaan saat itu sampai sekarang. Jadinya semakin lama kami jadi menyayanginya, dan sudah bisa menerima kalau sekarang yang kami punya adalah dia, bukan kau lagi.”
“Dia menitipkan satu pesan, Bum, setelah memberikan berkas-berkas itu padaku.”
“Apa?”
“Jangan benci padanya.” Jeda sesaat, tuan Hwang menunduk sebentar sebelum melanjutkan ucapannya. “Paman tidak tahu bagaimana kalian bisa bertemu dan bisa jadi seperti ini, tapi tidak ada salahnya jika paman juga memohon untuk permintaannya yang itu. Jangan benci padanya, Bum.”
•be ambitious•
Thank you...
KAMU SEDANG MEMBACA
be ambitious
FanfictionBumsso Awalnya, hidup keduanya terlampau biasa saja, terlalu datar dan hanya berjalan apa adanya. Tapi tidak lagi setelah mereka bertemu. Karena setelah hari itu, ada ambisi rahasia di diri masing-masing, membuat hidup yang awalnya biasa-biasa saja...