be ambitious 20

561 76 6
                                    



Kim Bum menghela napas, lalu menarik So Eun untuk ia dekap lebih erat. Sudah lewat tengah malam tapi keduanya sama-sama belum tidur—walau sudah mengambil posisi saling berpelukan di atas tempat tidur.

Kim Bum tidak tahu apa yang So Eun pikirkan, tapi kedua manik wanita itu masih terbuka dan terpaku menatap dadanya dengan tatapan kosong. Membuat ia menghela napas berat sebelum bergerak mengelus puncak kepala si cantik dan membuat pemilik marga Kim itu mendongak dan menatapnya.

“Belum bisa tidur?”

Saat pertanyaan itu ia ajukan, So Eun tak langsung memberikan jawaban. Pemilik marga Kim itu masih diam selama beberapa saat sebelum berdehem samar dan kembali menatap dadanya dengan tatapan kosong yang sama.

“Tidak apa-apa. Ada aku di sini.” Membuat Kim Bum jadi mengucapkan kalimat itu sebelum menarik si cantik untuk bersandar di dadanya.

Tidak ada tangisan.

Sejak apa yang terjadi tadi, Kim Bum sama sekali tidak melihat So Eun menangis. Pemilik marga Kim itu benar-benar ketakutan tapi ia sama sekali tidak mengeluarkan setetes air matapun dari manik indahnya. Yang membuat Kim Bum jadi berpikir jika beban wanita itu pasti lebih besar. Tidak ada emosi yang dikeluarkan, bukankah itu lebih berbahaya?

Dan Kim Bum jadi semakin khawatir dengan keadaan So Eun.

“Sso, kau jangan seperti ini. Aku tidak mau sesuatu terjadi padamu.”

Jeda selama beberapa saat lagi, So Eun akhirnya mendongak dan kembali menatap Kim Bum. “Aku tidak apa-apa, Bum. Aku hanya takut saja... dan lelah.”

“Lelah?”

Si cantik mengangguk kecil. Di detik berikutnya, Kim Bum menggerakan tangannya untuk memainkan surai lembut So Eun.

“Aku sudah lelah hidup seperti ini terus. Rasanya aku ingin lari saja. Tapi, aku sadar, aku tidak bisa lari begitu saja.”

“Kenapa begitu?”

“Aku ingat pesan sepasang suami istri, mereka bukan orang tuaku. Mereka pernah bilang, jangan pernah lari dari masalah. Karena lari bukan jalan untuk menyelesaikan masalah itu.”

“Dan kau berpikir bahwa kau harus melakukan itu?”

So Eun mengangguk. “Aku tidak akan bisa lari begitu saja. Aku harus menyelesaikan semua kekacauan yang orang tuaku lakukan dulu. Dan aku harus memastikan kalau semuanya baik-baik saja, sama persis seperti yang ditinggalkan dulu sebelum dikembalikan ke pemiliknya.”

“Apa yang mau kau kembalikan?”

“Semuanya.” Diam sesaat lagi, So Eun yang tadi sempat menatap kosong ke depan, kembali menatap Kim Bum. “Termasuk hidupku.”

Selanjutnya, tidak ada jawaban dari Kim Bum. Pria Kim itu tetap diam dan menatap So Eun yang kini sudah tersenyum kecil. Hingga pada detik kesekian, wanita itu memutus kontak mata mereka sebelum bersandar di dadanya. Tangan So Eun yang ada di pinggangnya pun perlahan bergerak untuk mempererat pelukannya.

“Bum?”

“Ya?”

“Tidak apa-apa, aku hanya ingin memanggil saja.”

“Hm?”

“Aku mau memastikan kalau kau masih di sini, kau tidak meninggalkanku sendirian malam ini. Aku takut kalau tidak ada siapa-siapa di sampingku. Karena aku tidak yakin, aku bisa bertahan seperti dulu atau tidak.”

“Orang itu... berapa kali ia mencoba untuk membunuhmu?”

“Berapa ya?” Jeda sesaat, So Eun bergerak sedikit di posisinya saat ini sebelum melanjutkan jawabannya. “Aku tidak ingat pasti berapa kali dia melakukannya, tapi lumayan banyak. Sampai yang terakhir dia berhasil ditangkap dan dimasukan Mim Ho oppa ke penjara. Tapi, aku tidak tahu jika dia sudah bebas dan sekarang mencariku lagi.”

“Kau kenal dengannya?”

“Aku sudah mengatakannya padamu sejak tadi, Bum, aku tidak kenal dengannya. Seumur hidupku, yang kulakukan hanya berusaha menarik perhatian orang tuaku. Aku tidak punya teman selain Young Hwa sebelum kenal dengan Min Young. Dan saudara yang dekat denganku hanya Min Ho oppa.”

“Kenapa dia melakukan itu padamu?”

“Dia bilang kalau gara-gara aku, hidup temannya berantakan, hancur. Dia bilang, seharusnya hidupku yang hancur. Padahal selama ini aku tidak pernah melakukan apa-apa. Entah apa kesalahanku yang  dimaksudnya, sampai sekarang aku tidak pernah menemukan kesalahan itu.”

“Dia pernah bilang siapa temannya?”

“Tidak pernah. Dia hanya bilang ‘temanku’ tanpa menyebut nama.”

“Kau pernah melihat wajahnya?”

“Pernah. Orang luar.”

Jawaban So Eun setelah itu membuat Kim Bum diam—meskipun otaknya sibuk berpikir tentang siapa orang asing yang mencoba membunuh So Eun. Kim Bum tahu jika ia tentu tidak akan menemukan jawabannya, tapi otaknya tidak mau berhenti memikirkan hal itu.

Hingga saat matanya tidak sengaja menatap jam yang ada di atas nakas samping tempat tidur So Eun, ia kembali menepuk pelan puncak kepala si cantik sebelum mendaratkan sebuah ciuman di sana.

“Jangan kau pikirkan lagi. Aku di sini, aku tidak akan meninggalkanmu.”

“Benarkah?”

“Hm. Jadi, kau tidur ya. Ini sudah menjelang dini hari ini.”

“Bum-ah, maaf ya, kalau gara-gara aku, besok kau tidak bisa membuka toko.”

So Eun tidak melakukan apa yang Kim Bum katakan, ia malah menjauhkan wajahnya dari dada Kim Bum dan kembali mendongak menatap pria itu setelah mengatakan kalimat tadi.

“Tidak apa-apa. Untukmu, aku tidak apa-apa jika tidak membuka toko besok.”

“Kenapa kau melakukan ini?”

“Hm?”

“Ya, kenapa kau seperti ini, Bum? Kau di sini untukku sampai kau rela tidak membuka toko karena aku. Kenapa?”

“Kau mau mendengarkan jawaban yang seperti apa?”

“Kau sayang padaku.”

•be ambitious•



















Thank you...

be ambitiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang