“Hallo, Kim So Eun.”
So Eun tidak pernah berpikir akan mengalami hal ini lagi. Tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya bahwa rasa sesak yang sama akan kembali menyerangnya. Sudah banyak tahun berlalu dan kenapa ini terjadi lagi secara tiba-tiba?
“Kim So Eun? Tidak mau melihatku?”
Orang di belakang sana berucap lagi dan si cantik bermarga Kim itu mulai merasakan dadanya yang terhimpit—tanpa sebab yang jelas. Ia mulai kesulitan bernapas. Dan saat ia memejamkan matanya untuk menghalau rasa tidak menyenangkan itu, sebuah kejadian lama berputar begitu saja dalam otaknya—sangat cepat dan berulang-ulang.
“Ja-jangan. Ja-jangan.”
Suaranya keluar lirih sekali. Penganganya pada ponselnya yang masih di sisi telingnya juga mengendur dan membuat benda persegi itu jatuh begitu saja. Lalu, pada detik setelah ponselnya jatuh, tangannya perlahan bergerak untuk menyentuh lehernya.
“Ja-jangan. B-bukan... bukan salahku. A-aku ti-tidak t-tahu apa-apa.”
Kedua tangan So Eun kini sudah di lehernya. Ia seperti berusaha melepaskan sesuatu dari sana. Dan rasa sesak itu semakin menjadi, tatapannya juga sudah tidak fokus. Ia terlalu sibuk dengan siksaan tak kasat mata yang tiba-tiba menyerangnya—sampai-sampai ia tidak sadar dan ikut saja saat orang yang tadi menepuk pundaknya itu menyeretnya pergi dari depan cafe itu ke gang kecil dengan jalan buntu yang sepi.
“Le-lepaskan a-aku! Aku ti-tidak tahu a-apa-apa. Lepaskan!”
Sampai orang itu berhenti, So Eun masih terus berucap lirih dengan tangan yang berusaha melepaskan sesuatu dari lehernya. Padahal, orang itu jelas-jelas menahan kedua tangannya.
“Lepaskan! Aku tidak sa-salah...”
“Tidak salah kau bilang?” Saat So Eun masih dengan rasa sakitnya, orang itu mengajukan sebuah pertanyaan yang sukses membuatnya menggeleng kuat-kuat. “Tidak salah setelah kau membuat hidup temanku berantakan dan memasukanku ke penjara? Kya, kau itu salah besar dan kau seharusnya mati saat itu.”
“Tidak. B-bukan aku. A-aku tidak salah.”
Tapi, So Eun tetap pada posisi yang sama—berusaha melepaskan sesuatu dari lehernya. Ia bahkan sudah merunduk dan menggeleng kuat-kuat—seakan orang di depannya itu benar-benar melakukan sesuatu padanya.
“Ada apa dengan lehermu? Ada yang mencekik? Tapi tidak ada yang mencekikmu. Jadi, kemari dan aku akan melakukannya untukmu, agar rasanya lebih nyata dan kau mati.”
Tangan orang itu sudah terulur, berniat untuk mencekik So Eun—tentu saja. Tapi, saat tangannya baru menyentuh tangan So Eun di leher wanita Kim itu, sebuah tarikan di pundaknya membuat ia kaget begitu saja. Lalu saat ia menoleh, Kim Bum ada tepat di depannya dengan wajah datar luar biasa.
“Kau siapa?”
Pertanyaan itu Kim Bum ajukan karena memang orang yang menarik So Eun itu menggunakan pakaian serba hitam dengan masker dan topi. Tidak ada yang bisa mengenalinya dengan baik.
Tapi, orang itu sama sekali tidak memberikan jawaban dan langsung menyerang Kim Bum. Membuat pria Kim itu melawan dan aksi baku hantam mereka terjadi. Dan selama aksi baku hantam itu, So Eun masih pada posisi yang sama—berjongkok di pinggir jalan dengan kedua tangan yang masih berusaha melepaskan sesuatu dari lehernya dan berucap meminta dilepaskan karena ia tidak bersalah.
Tidak butuh waktu lama bagi Kim Bum untuk membuat orang asing itu terpukul mundur. Ia sudah berhasil membuat orang itu jatuh dan hampir membuka identitasnya. Tapi, ia kalah cepat dengan gerakan kabur orang itu—membuatnya mendengus sebelum mengalihkan tatapannya pada So Eun.
Si cantik masih pada posisi yang sama, membuat Kim Bum segera bergerak untuk menghampirinya. Kim Bum jelas bingung melihat apa yang So Eun lakukan dan mendengar ucapan-ucapan lirih yang keluar dari mulut wanita Kim itu.
Tapi melihat juga bagaimana So Eun kesusahan setiap menarik napas, ia jadi khawatir sendiri. Detik berikunya ia langsung menggerakan tangannya untuk mencoba menarik tangan So Eun dari leher pemilik marga Kim itu. Tapi, So Eun menggeleng keras dan berusaha menjauh dari jangkauannya.
“Le-lepaskan.”
“Sso, ini aku. Kau kenapa??”
Tapi, Kim Bum juga tidak menyerah hingga ia berhasil menarik kedua tangan So Eun dari leher wanita itu dan membuat wanita itu benar-benar menatapnya.
“Kau kenapa?”
Dan saat pertanyaan itu ia ajukan, So Eun langsung memeluknya begitu saja. Wanita itu menyandarkan diri di pundaknya dan memeluknya begitu erat. Yang bisa ia lakukan tentu hanya bisa membalas pelukan So Eun dan menenangkannya.
Setelah So Eun sudah cukup tenang dan pelukan itu sudah terlepas, Kim Bum memilih untuk merapikan rambut si cantik sebelum mengusap wajah cantik itu yang berkeringat.
“Mau cerita?”
Jeda sesaat, Kim Bum diam saja sambil menunggu So Eun untuk bicara. Sedang wanita Kim itu memilih untuk lebih tenang lagi sebelum memulai cerita.
“Dia mau membunuhku.”
“Bunuh?”
So Eun mengangguk begitu saja. “Sama seperti dulu.”
“Kau kenal dengannya?”
“Tidak.” Dijawab cepat oleh pemilik marga Kim itu disertai dengan gelengan. “Aku tidak kenal dengannya. Dulu dia datang tiba-tiba, lalu mengatakan padaku bahwa aku bersalah, aku yang seharusnya mati. Padahal aku tidak tahu apa-apa, aku tidak salah. Bukan salahku. Tapi dia tetap mengatakan bahwa aku salah. Aku tetap salah karena sudah menghancurkan hidup seseorang yang aku sendiri tidak kenal sama sekali.”
•be ambitious•
Thank you...
KAMU SEDANG MEMBACA
be ambitious
FanfictionBumsso Awalnya, hidup keduanya terlampau biasa saja, terlalu datar dan hanya berjalan apa adanya. Tapi tidak lagi setelah mereka bertemu. Karena setelah hari itu, ada ambisi rahasia di diri masing-masing, membuat hidup yang awalnya biasa-biasa saja...