Biasanya Neina akan mendapati ibunya di dapur untuk membuat sarapan. Akan tetapi, kali ini Lela tengah duduk santai, jemarinya lincah menari di atas layar canggih berbentuk pipih sambil menyeruput segelas teh hangat.
Sebagai putrinya, gadis itu melongok apa yang dilakukan ibunya di dalam handphone itu. Nyatanya, wanita paruh baya itu tengah memasukkan beberapa peralatan rumah tangga ke dalam keranjang belanja online.
Neina menggeleng mendapati kelakuan ibunya yang kecanduan belanja online, atau karena ingin terus bertemu dengan kurir berkumis tebal itu?
"Mah ... kok bisa mainin kek gituan sih?" tanya Neina sambil menunjuk pada benda berbentuk pipih di genggaman ibunya.
"Belajar dari youtobe dong. Soalnya kamu enggak ngajarin ibu sih. Sibuk godain terus Mas kurir."
Neina mengekeh mendapati wajah ibunya yang terlihat suram. Mungkin dia cemburu karena anaknya sibuk tebar pesona sama Abraham. Gadis itu menggeleng lemah meniadakan ucapannya jika dirinya sosok anak durhaka.
"Neina bukannya enggak mau ngajarin. Tapi kalau keterusan kan nanti berabe," jawab Neina.
"Berabe kek gimana? Kan mama yang bayar?" tanyanya, tatapannya tidak dia alihkan pada handphonenya.
"Berabe Mas kurirnya bikin Neina bengek lagi."
Lela mengernyitkan dahinya, tapi beberapa menit ekspresinya kembali seperti semula.
"Kang Zio?" tebak Lela.
Neina menaikkan sebelah alisnya. "Siapa, Kang Zio?" tanya Neina.
"Itu loh kurir yang antar paketan mama. Udah baik, enggak perlu bayar juga. Malah dia yang bayarin." Kedua mata mamanya berbinar begitu menceritakan tentang si kurir yang membuat Neina bengek.
"Oh si kurir berkumis itu ya?" tanya Neina, lalu diangguki Lela dengan cepat.
Wanita paruh baya itu kembali memilah-milah barang yang menurutnya akan dibeli. Neina kembali menggelengkan kepalanya melihat kelakuan mamanya yang sudah kecanduan.
"Mama mau jodohin kamu buat dia. Mau?" tanya Lela. "Biar kalau mama belanja online, nanti enggak perlu bayar." Begitu saran Lela, membuat Neina cekikikan. Memang benar, ibunya itu sudah kecanduan dengan belanja online.
"Enggak suka, enggak cinta. Neina sukanya sama Mas Abra Katabra."
Lela menghela napas pelan, tampak berpikir beberapa menit. Tak berselang lama, kedua manik matanya cerah.
"Kalau gitu ya pepet terus Abrahamnya sampe mau sama kamu. Mama sih cari menantu yang sayang sama mama aja."
"Kalau mau cari menantu yang sayang mama itu sedikit kemungkinan, kecuali kalau mama nikah lagi," jawab Neina. "Tapi jangan nikah lagi ya."
"Lagipula siapa yang mau nikah lagi?" tanyanya kesal pada putri semata wayangnya.
"Paketttt!"
"Asyiapppp!" Neina lincah cepat ke luar sambil membawa dompet untuk membayar pesanannya.
Tidak lupa senyuman manisnya dia pasang semasih di balik pintu. Karena wajahnya harus terlihat amat ayu kala dipandang Abraham. Namun, kedua matanya luluh kala di depan pintu bukanlah sosok yang ditunggunya, melainkan kurir lain.
Lelaki berperawakan tinggi, hidungnya tidak kalah mancung seperti menara Eiffel, kulitnya sawo matang tapi manis, giginya berantakan tapi terkesan tampan. Akan tetapi, parasnya tidak buat hati Neina goyah.
Seulas senyumnya pudar bersamaan tebar pesona dari kurir yang memandanginya tanpa berkedip.
"Totalnya seratus delapan puluh sembilan, cantik."
Neina tidak menimpali ucapannya, dia mengangguk pelan lalu menghitung uangnya dan membayarkannya pada kurir berbeda itu.
"Bukan si resah, bukan si kumis, tapi sekarang si tiang listrik." Neina mengumpat ketiga kurir yang pernah ditemuinya.
Setelah mengatakan terima kasih, kurir itu pun pamit dengan mengedipkan sebelah matanya membuat Neina bergidik ngeri.
Dari kejauhan, Neina melihat sosok Abraham yang tengah berbincang dengan seorang wanita.
"Dia siapa?" tanya Neina lirih.
Wanita yang mengenakan gamis itu membelakangi, membuat Neina sulit untuk melihat sosoknya.
Namun, gamis yang dikenakannya mengingatkannya pada paket yang dipesannya. Neina berpikir Lebuh keras tuk mendapati jawaban dari pertanyaannya.
Siapa wanita itu? Gamisnya kok kayak enggak pernah asing? Aku lihat di mana ya?
Tampak dari jauh pun mereka akrab. Meski ada jarak di antaranya untuk saling berucap, kepalanya pun saling menunduk menjaga pandangan.
Sesaat kemudian dia teringat pada gamis yang dikenakan wanita itu.
Gamis yang dipesan teman sekolahnya, berwarna biru langit.
Dia Lastri.
Sungguh itu Lastri? Apa mereka sudah saling mengenal? Hubungan seperti apa yang mereka jalin?
Neina terpaku di tempat. Tidak sengaja kedua matanya bersirobok dengan manik mata meneduhkan milik kurir pujaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS KURIR MERESAHKAN ✔️
Humor[FOLLOW SEBELUM BACA DAN SPAM VOTE JUGA KOMEN BIAR AKU TAMBAH SEMANGAT NGETIKNYA] RANK #7(Ngakak) 10 Maret 2022 RANK #1(Meresahkan) 21 Juni 2022 RANK #10 (Bengek) 16 Agustus 2022 RANK #24 (Gesrek) 21 Agustus 2022 RANK #5 (Bengek) 29 Agustus 2022 RAN...