Bab 18 - Semangat Neina

371 76 1
                                    

Follow akun author yuk. Kalau viewnya udah 1k, komennya 200. Langsung up lagi.

Happy Reading🤗
***

"Sepertinya dari awal pun Neina sudah jatuh cinta sama kamu, Mas."

Mendengar pernyataan terang-terangan dari Neina, Abraham terperangah karena tidak bisa mempercayai jika sosok dirinya benar-benar diidamkan oleh gadis ganjen itu.

Meski sudah peka dengan keinginan Neina untuk memilikinya, tapi pemikiran itu kembali dia kubur di bawah bumi hingga tidak ada lagi asumsi bodoh dalam kepalanya.

"Tanggal berapa kamu menikah, Mas Abra?" tanya Neina memastikan.

Pertanyaan Neina membuat Abraham terlonjak, tidak mengerti apa yang telah ditelusuri gadis di depannya.

"Tanggal?" Kebingungan tampak dari kerutan di dahinya, Abraham benar-benar tidak paham dengan apa yang diucapkan Neina.

Dia tidak mengerti dengan tanggal pernikahan yang dijadikan pertanyaan Neina. Sebelum menentukan tanggalnya saja, Abraham masih mengumpulkan niatnya untuk meminang anak perempuan orang.

Lalu? Informasi dirinya akan menikah Neina mendapatkannya dari mana? Apakah ada orang lain yang memberikan berita buruk tentangnya?

"Nikah sama siapa?"

Belum saja menjawab pertanyaan sebelumnya, malah sudah ditambah lagi. Otaknya berpikir keras siapa orang yang telah menyebarkan berita miring perihal dirinya.

"Nikah sama ceweklah masa cowok. Makanya, sekarang mau tanya cewek itu namanya siapa?" tanyaku seolah mengakrabkan diri.

"Kamu kayaknya udah ngaco deh, Nei."

Bukan hanya Abraham yang dibuat bingung, kini gantian Neina tidak mengerti dengan apa yang terjadi di hari lalu juga hari ini.

"Ngaco gimana?" tanya Neina.

"Kamu emangnya tahu info itu darimana?"

"Dari kamu sendiri. Kan pas anterin paket, kamu bilang ada urusan pernikahan. Itu pernikahan kamu kan?" tanya Neina polos.

Tawa Abraham nyaris pecah, tapi dia tahan sebisa mungkin untuk menghargai Neina. Gadis itu tampak polos, nyatanya pemikiran lelaki itu tentang si ganjen salah.

Neina itu gadis polos dengan sejuta kelincahannya. Abraham kira dia suka menggoda ke setiap lelaki. Akan tetapi, pemikiran perihal itu kini dia hempaskan sejauh mungkin. Gadis di depannya itu memang baik, meski otaknya terkadang gesrek.

"Bener kan? Pernikahan kamu?" Neina menyadarkan Abraham dari lamunannya.

Lelaki itu tersentak dan mendapati wajah sang gadis yang tampak memelas menunggu kebeneran yang sesungguhnya. Jikalau memang pernikahannya, masih ada waktu untuk dia raih meski berkemungkinan kecil. Jika saja bukan pernikahannya, itu suatu berita yang baik untuk dirinya. Dia akan lebih leluasa melangkah maju untuk mendapatkan cinta mas kurir.

Abraham menggeleng pelan. "Bukan pernikahan saya."

Kedua mata si gadis ganjen terbelalak, dia masih mencerna perkataan si kurir tampan itu.

"Bukan pernikahan, Mas Abra?" tanya Neina memastikan.

Anggukkan mantap dari Abraham, membuat Neina akhirnya percaya. Dia bersorak-sorai tidak tahu malu di depan lelaki yang dicintanya. Gadis itu menyadari dengan tingkahnya, menutupi wajahnya yang bersemu merah dengan kedua tangan.

"Kenapa? Kok senang banget?" Abraham memiringkan kepalanya, menatap Neina yang masih menutup wajahnya malu.

"Karena itu artinya aku punya kesempatan besar!"

"Kesempatan besar?" tanya Abraham, dahinya mengernyit kebingungan.

"Kesempatan buat dapetin hati kamu, Mas. Susah banget sih!" gerutu Neina.

Abraham menyunggingkan bibirnya ke atas membentuk senyuman. Entah kenapa, dia merasa senang saat diberi kalimat gombal oleh gadis ganjen itu.

Dari kejauhan Lastri melihat kebersamaan keduanya. Hatinya terasa sakit begitu Abraham melemparkan senyum manisnya pada Neina.

Senyuman itu kini bukan hanya untuknya saja. Neina pula menikmatinya, bahkan dia sudah berada paling jauh daripada dirinya.

"Jangan berharap banyak, Neina." Untuk kesekian kalinya Abraham memperingatinya.

"Neina enggak berharap kok. Cuman ngarep, Mas."

Neina mengekeh menyadari dirinya begitu keganjenan. Dia sudah berjuang sampai sejauh ini, tidak akan menyia-nyiakannya. Niat dari awalnya mendapatkan hati mas kurir dan tekad itu harus berhasil.

"Sama aja, Nei."

"Janji ya bakalan jadi milik Neina, Mas?"

Desiran angin menerpa kulit permukaan mereka yang sedari tadi memanas karena kecanggungan menyergap dirinya masing-masing.

Dua insan itu saling menenggelamkan segala rasa yang ada dalam dirinya masing-masing. Pertanyaan Neina tidak bisa Abraham jawab dengan cepat, apalagi meyakinkan gadis itu. Lelaki itu terlalu ambigu untuk memahami suara hatinya.

"Saya tidak bisa berbuat janji seperti itu, Neina."

"Kenapa, Mas?" tanya Neina, dia mengerucutkan bibirnya kesal.

"Kalau pun memang kamu takdirku, janji itu tidak harus dibuat. Begitu pula sebaliknya, jika aku memang takdirmu, untuk apa kamu meragukan diriku?" ucap Abraham.

Neina butuh napas buatan! Baru kali ini lelaki itu berkata romantis setelah gadis itu jungkir balik berjuang tuk mendapatkannya. Akan tetapi, perkataannya begitu simple.

Benar apa yang diucapkannya, Neina menjadi lebih tenang. Meski sikap Abraham dingin kayak kulkas empat pintu, tapi hari ini dia sudah berhasil membuatnya seolah terbang ke angkasa.

"Jadi, kamu senang kalau aku takdir dari separuh hidupmu, Mas Abra?" tanya Neina, kedua matanya mulai berkaca-kaca. Bisa dibilang gadis itu baperan, hatinya mudah tersentuh.

Abraham terdiam cukup lama, tidak ingin berlama-lama berbincang dengan kalimat romantis kayak drama Korea saja. Lelaki itu mengalihkan perhatian Neina pada paketan yang diantarnya.

"Itu paketannya belum dibayar."

Gadis itu memandangi paketan yang dipegangnya. "Idih kan tadi udah."

"Oh iya udah ya? Lupa."

"Cie lupa, saking asyik ngobrolin tentang masa depan kita ya, Mas?" ledek Neina sambil mengulum senyumnya malu-malu.

Sikap Abraham tidak akan pernah berubah meski sudah berbicara seromantis mungkin. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia hendak pergi dari kawasan rumah Neina.

"Hati-hati ya mas kurir calon imam Neina!" pekiknya begitu senang.

Dengan hati yang berbunga Neina kembali masuk ke dalam rumah. Merebahkan dirinya sambil memandangi plafon kamarnya. Sosok Abraham membayang dalam pikirannya, dia tidak bisa menepis lelaki itu dari kepalanya.

"Mas Abra ...," panggil Neina pelan.

"Boleh Neina minta satu hal?" tanyanya pada cicak dinding yang tengah melahap nyamuk.

"Cintailah aku." Senyuman gadis itu tidak memudar dari pahatan wajahnya.

Semangatnya semakin menggebu, dia tidak akan melepaskan Abraham begitu saja setelah memperjuangkannya dengan sekuat tenaga.

***

Jadikan rekomendasi ke yang lainnya yuk biar cerita ini banyak yang tau.

Ngebucinin CEO ❌
Ngebucinin Tukang kurir ✅😭

MAS KURIR MERESAHKAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang