Bab 22 - Kencan Pertama (1)

390 77 12
                                    

Hulla readers. Kembali lagi dengan Cloveriestar hehe. Ketemu lagi sama Mas Kurir wkwk.

Happy Reading 🤗

***

Cinta memang datang dengan sendirinya, kita tidak tahu mengapa rasa itu muncul dalam kurun waktu yang tidak begitu lama? Terkadang Neina juga berpikir jika dirinya terlalu mudah mencintai.

Baru saja bertemu Abraham, hatinya sudah berlabuh bahkan terjatuh ke dalam ruang hatinya. Dia tidak bisa terbangun sebelum sang pemilik rumah membalas cintanya.

Rasanya dia sudah menyerah untuk memendam perasaan itu, karena dirinya sudah terlalu dalam masuk ke dalam ruang hatinya. Neina berterus-terang saja jika dirinya mencintai lelaki itu.

Abraham bukan pula mencintai si gadis ganjen itu, tapi dia hanya melampiaskan luka dari Lastri yang tidak kunjung sembuh. Berharap jika Neina bisa menyembuhkannya.

Kali ini lelaki bermanik cokelat menemui Neina datang ke rumahnya. Bukan untuk mengantarkan paket, tapi untuk mengajaknya ke suatu tempat. Bisa dibilang kencan, begitu kata kebanyakan orang.

"Kencan maksudnya, Mas?" tanya Neina dengan kedua mata yang membulat.

Abraham hanya mengangguk sambil tersenyum simpul. Lela begitu senang kala lelaki tampan itu kini membalas perasaan putrinya. Itu artinya dia akan segera mempunyai menantu. Apalagi calon suami Neina termasuk ke dalam kategori pasangan idaman. Selain berparas tampan, dia juga begitu kerja keras.

Dengan kecepatan seperti angin lewat, Neina melesat untuk bersiap. Dia kebingungan saat memilah-milah pakaian yang akan dikenakannya, semua baju dalam lemarinya diobrak-abrik.

"Ah enggak punya baju," gerutu Neina. "Kenapa Mas Abra ngajakin kencannya dadakan sih? Padahal kan kalau dari jauh hari Neina bisa beli dulu."

Enggak punya baju? Kalimat ini seringkali terucap dari bibir kaum hawa padahal pakaiannya numpuk dalam satu lemari besar. Hanya karena baju di dalam sana sudah pernah dipakai.

Gadis itu akhirnya menyambar beberapa baju yang menurutnya pantas untuk dikenakannya hari ini. Daripada menolak ajakan Abraham yang sudah berbaik hati padanya memberikan kesempatan luang untuk saling memiliki. Masa iya dia harus menyia-nyiakannya.

Entah sudah berapa kali Neina bolak-balik kamar mandi hanya mengganti beberapa setelan pakaian yang dipakainya.

"Mamaaa!" panggil Neina.

Sudah menjadi kebiasaan saat memilih pakaian saat akan pergi, Neina pasti memanggil Lela untuk membantu memilihkannya.

"Kok kamu belum apa-apa sih, Neina?" tanya Neina begitu melihat putrinya masih saja menggunakan kaus pendek. "Abraham nungguin tuh, kasian."

"Neina bingung pakai baju yang mana," ujarnya mengeluh.

Lela menggelengkan kepalanya, tidak ada pilihan lain dia turun tangan untuk memilihkannya. Dia juga jadi teringat saat masih remaja dulu, selalu dibantu sang ibu kala mencari baju yang akan dikenakannya.

Pakaian Neina dengan berbagai macam model tergeletak di atas kasur ukuran king. Kamar yang semula rapih kini berantakan kayak kapal pecah bikin kepala Lela sakit saja.

"Kamu pilih baju atau udah perang, Nei?" Lela menyambar cepat beberapa baju yang berjatuhan di lantai kamar putrinya.

Neina malah cengar-cengir tidak menimpali sindiran Lela. Meski pun sudah beranjak dewasa, tapi dia masih bersikap kekanak-kanakan. Bagaimana nanti kalau sudah menikah dengan Abraham? Apa sikapnya akan tetap seperti itu? Eh, jangan bermimpi dulu jika mereka akan dipersatukan dalam sebuah ikatan janji suci karena jodoh tidak bisa ditebak.

Entah sudah berapa kali Neina mencoba baju yang menurut Lela pantas untuk dikenakannya kencan, dan akhirnya dia memilih baju casual.

"Udah ini aja ya, Mah?" tanya Neina sambil merapihkan bajunya.

Lela mengacungkan dua jempol teruntuk anak gadisnya. Penampilan Neina hari ini tampak memukau tidak seperti biasanya. Karena setiap harinya gadis itu hanya mengenakan kaus oblong saja.

Dia pula tidak lupa memoleskan makeup pada wajahnya. Entah sudah berapa lapis Neina mempolesnya, yang jelas kedua pipinya terlihat semerah delima.

"Udah. Cepetan temui Abraham," ucap Lela mengingatkan. Dia melirik jam dinding, putrinya sudah membuang banyak waktu membiarkan calon menantunya menunggu lama.

Tiga polesan lipcream nude pada bibirnya menjadi penutup penampilannya agar terkesan lebih memukau.

"Lama ya?" tanya Neina pada lelaki yang masih setia terduduk di atas motornya.

"Lumayan."

Sikapnya masih saja dingin, padahal sudah ada peningkatan mengajaknya kencan. Akan tetapi, Neina bersyukur karena peluang untuknya cukup besar.

"Maaf ya," ucap Neina merengek.

Tidak ada jawaban untuk menimpali ucapan sang gadis. Lelaki itu menyambar helmnya lalu kembali mengenakannya, dia mulai menghidupkan motornya mengabaikan Neina yang mengerucutkan bibirnya kesal.

"Naik."

Neina menggerutu dalam hati, kenapa Abraham tidak bisa seromantis laki-laki lain? Mempersilakan naik ke atas motor dengan bantuan tangannya. Atau memintanya cepat menaiki motornya dengan mengatakan kalimat puitis.

Memang sudah wataknya datar juga sedingin kulkas empat pintu, gadis itu tidak bisa memaksa si lelaki untuk memperlakukannya bak seorang ratu kerajaan. Lagipula Neina sudah terlanjur cinta dengannya, tidak masalah jika dicuekin setiap hari yang terpenting Abraham menjadi miliknya untuk selamanya.

Di sepanjang perjalanan tidak ada percakapan yang menjadi iringan dengan suara deru motor. Kurir itu tetap memfokuskan dirinya pada jalanan yang lenggang, sedangkan Neina menyibukkan dirinya memandangi jalan.

Beberapa pasangan melewatinya tampak terlihat mesra. Perempuannya mengeratkan tangannya memeluk perut si lelaki, hal itu ingin Neina coba. Namun, urung untuk dilakukannya.

"Mas Abra," ucap Neina menegur.

"Hm."

"Kenapa sih enggak ngajakin Neina ngomong? Neina kan manusia bukan patung." Gadis itu sudah tidak tahan lagi didiamkan lebih lama.

Abraham menyunggingkan sudut bibirnya ke atas membentuk senyuman.

"Saya kan fokus ngendarain motor."

"Tapi kan Neina kesel bengong terus, Mas." Gadis itu memajukan bibirnya beberapa senti lebih ke depan.

"Yaudah kalau gitu kamu ngomong sendiri aja," jawabnya polos.

Apa? Ngomong sendiri? Abraham enggak salah berucap? Dia kira Neina punya teman di dunia lain kalau ngomong sendiri pasti bakalan ada yang jawab? Atau dia kira Neina gila?

"Neina masih waras, Mas." Gadis itu memutarkan kedua matanya jengah.

"Ya syukur kalau masih waras. Berarti saya enggak salah ajak kencan, bukan sama orang gila."

Neina malah cengar-cengir mendengar ucapan Abraham. Bukan karena senang disebut orang gila, tapi dia semakin yakin jika kurir itu mencintainya pula setelah mendengar pernyataannya jika perjalanannya hari ini yaitu kencan pertama mereka.

Wajah Neina memerah padam saking bapernya dengan ucapan si lelaki. Dia tidak bisa menutupi rasa senangnya sampai meremas rambut Abraham dengan gemas.

"Aduh, sakit!" Abraham mengaduh kesakitan, Neina terperangah begitu menyadari jika jemarinya nakal meremas rambut si kurir.

"Eh? Maaf, Mas."

Abraham membuang napasnya kasar, dia harus lebih bersabar untuk menghadapi gadis ganjen itu.

"Sabar. Ini ujian untuk menyembuhkan luka." Lelaki itu membatin sambil mengelus dadanya pelan.

**
Ada yang mau ikut gabung grup WA Cloveriean? Khusus pembaca ceritaku🤭

MAS KURIR MERESAHKAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang