Bab 17 - Pertama Kali

448 77 0
                                    

Follow akun author dulu ya biar tambah semangat nulisnya hehe. Vote dan komen juga ya.
***

Peralatan make-up sudah disediakannya sebelum video tutorial mulai diputar. Mengingat kejadian sebelumnya dia berpenampilan seperti badut, membuatnya bersikeras untuk menghias dirinya terlihat lebih cetar.

Akan tetapi, entah sudah berapa kali video tutorial itu dilihatnya. Neina masih saja kebingungan mengaplikasikan pada wajahnya.

"Duh susah amat ya. Boro-boro pakai pensil alis, olesin lipstik aja masih belepotan." Gadis itu membolak-balikan lipstik baru yang masih tersegel.

"Coba aja dulu dah. Semua ini kulakukan untukmu, Mas." Neina berucap so puitis, jika saja ada acara lomba membaca puisi terbucin pasti dia pemenangnya.

Baru saja dia akan memulai untuk mencobanya, video yang tengah diputarnya terhenti. Apa mungkin sinyalnya ghosting?

"Dih kok mati!" pekik Neina, dia meraih benda pipih berlayar canggih itu lalu mengacungkannya di udara. Mungkin, usaha itu akan berhasil menemukan sinyal.

Videonya masih saja loading, padahal baru saja Neina bersemangat untuk mengaplikasikan tutorial itu. Dia mencoba untuk melihat kuotanya.

Kuota Data Internet Anda telah habis. Anda akan dikenakan tarif non paket jika seluruh kuota telah habis. Silakan cek kuota internet lainnya dan aktifkan kembali paket Anda di *363# atau download MyTelkomsel app di tsel.me/tsel.

Gadis itu melemparkan handphonenya asal. Pantas saja loading terus, ternyata kuotanya habis.

"Pantesan aja muter terus. Kagak pusing ya?" tanya Neina pada handphonenya, bisa-bisanya gadis itu berbicara pada benda mati.

"Ya masa harus beli kuota sih, duit Neina abis dibeliin make-up sebanyak ini, tapi mana bisa pakai juga kalau Neina kagak tahu caranya." Gadis itu menepuk jidatnya, barangkali otaknya bakalan encer.

Penghasilan keuntungan dari penjualan online saja belum seberapa. Dia masih bertahap, itu pun uangnya sudah dibelikan untuk membeli kebutuhannya. Tinggal hanya modal yang menjadi aset tetap dalam hidupnya. Tidak mungkin dia harus memakai separuh modalnya demi membeli kuota. Bagaimana jika nanti uang itu akan habis tidak tersisa, dan dia tidak akan bisa memesan paketan lagi. Itu artinya, pertemuan dengan mas kurir pun harus terhenti.

Tidak! Neina bukanlah orang yang bodoh. Dia akan terus membeli barang online lewat jasa pengiriman tempat Abraham bekerja. Niat awalnya tidak akan musnah begitu saja, tekadnya meraih mas kurir menjadi miliknya. Sebelum janur kuning melengkung, tidak ada salahnya dia pepet terus cintanya sampai dapat.

"Kalau masalah pakai ginian bisa kali ya nanti juga belajar sendiri. Kuota bodo amatlah nanti dipikirin, kagak diisi juga enggak apa-apa."

Belum saja genap satu jam dia berucap seperti itu, otaknya kembali bekerja dengan baik.

"Bodoh banget sih Neina. Belanja online kan pakai kuota!" pekiknya menepuk jidatnya lebih keras dari sebelumnya, untung aja enggak benjol.

"Nasib banget sih, Nei. Kagak punya pacar, kerjaan kagak aja dapat, duit sekarat, apalagi pacar dunia akhirat putus aja di tengah jalan, nah sekarang kuota melarat." Neina menangisi dirinya sendiri yang bernasib seperti itu.

Gadis itu menggeleng lemah, tidak menyetujui atas perkataannya sendiri. Jika Sang Khalik mengizinkan dia ingin menarik ucapannya perihal pacar dunia akhirat yang selalu didapatnya tapi berakhir tidak mulus alias putus di tengah jalan.

Dia berkeinginan untuk kali ini semoga kisah percintaannya akan berjalan baik. Tidak ingin kembali seperti sebelumnya, ditinggalkan, disakiti juga dikecewakan.

"Mas Abra bakalan jadi milik Neina." Tidak tahu kenapa, dia begitu yakin jika kurir tampan itu akan menjadi miliknya sepenuhnya.

***
Persoalan kesibukannya kini telah tuntas, desain kartu undangan sudah dicetak dan siap untuk dikirim pada orang-orang yang memesan.

Sekarang waktunya dia kembali bekerja sebagai seorang kurir mengantarkan paket pesanan kepada pelanggan.

Pembagian alokasi kembali ditegaskan oleh pemimpin di jasa pengirimannya. Abraham ditegur karena pengantaran paket tidak konsisten, seharusnya dia mengantar pada sekitaran wilayah rumah Neina, tapi beberapa hari lalu malah mengambil alih jatah orang lain.

Informasi itu disampaikan oleh kurir baru yang sempat beradu mulut dengan Neina sampai tempe goreng untuk Lela gosong. Hal itu terjadi, karena kurir menyebalkan itu mempermasalahkan uang tambahan untuk dirinya.

Abraham mengepalkan kedua tangannya melihat wajah semringah dari kurir itu. Dia habis dimarahi oleh pemimpin, untuk kali ini kembali ditegaskan jika pengiriman pesanan paket tetap ditujukan pada alamat sebelumnya.

"Huh, alamat sekitaran rumah Neina lagi." Abraham berucap lirih, hingga tidak ada satu nyamuk pun yang mendengarnya.

Beruntungnya permasalahan itu tidak begitu diperpanjang, bahkan Abraham pula menerima teguran dari atasannya. Dia membenarkan kesalahannya melimpahkan paketan Neina pada kurir baru itu. Seharusnya sebagai kurir lelaki itu profesional dalam bekerja.

Hari ini Abraham sudah menyiapkan banyak pesanan paket untuk segera diantarnya. Sebelumnya, lelaki itu memeriksa nama-nama si penerima.

Banyak sekali pesanan paket yang harus diantarkannya, salah satunya milik Neina.

Nama gadis energik itu tercantum di sebuah paket berukuran kecil yang berupa soft case. Abraham menghela napas pelan, takdir Sang Khalik nyatanya tidak berkesudahan.

"Ketemu lagi dia deh." Embusan napasnya begitu berat, padahal keinginannya dia tidak berurusan lagi dengan Neina.

Tidak mau berlama-lama bersama Neina di saat mengantarkan paketan. Dia memutuskan untuk menghubunginya lebih dulu.

Baru saja sambungan terhubung, suara Neina sudah terdengar menggelegar nyaris memecahkan gendang telinga milik tetangga.

"Eh Mas Abra kangen Neina ya? Sampai nelpon kayak gini. Cie mulai romantis," ucap Neina antusias.

"Jangan kegeeran deh."

"Terus ngapain? Nelpon aku?" tanyaku.

"Ada paketan atas nama kamu. Sebentar lagis saya sampai di depan rumah kamu, Nei." Baru saja Neina akan menjawabnya, lelaki itu sudah lebih dulu memutuskan kontak sepihak.

"Ih meresahkan banget sih. Dimatiin enggak bilang-bilang, awas aja nanti kalau ilang enggak bilang-bilang juga." Gadis itu terus saja mendumel sebelum ludahnya membuncah.

Tidak lama suara klakson terdengar di depan rumah Neina. Gadis itu terbirit-birit menghampirinya. Seorang lelaki yang sudah beberapa hari ini dirindukannya ada di depan matanya. Sebagian wajahnya masih tertutupi oleh masker hitam, auranya semakin terlihat mempesona.

Neina meneguk salivanya begitu kedua manik matanya beradu dengan sepasang mata meneduhkan milik si kurir dambaannya.

"Paketannya seratus tujuh puluh dua ribu, Nei."

Gadis itu masih terdiam mengamati makhluk di depannya dengan pahatan nyaris sempurna ciptaan Sang Khalik, membuatnya jatuh cinta tidak bisa menyembunyikan perasaan itu.

"Neina?" panggil Abraham menyadarkan si gadis energik yang kini terperangah.

"Paketnya seratus tujuh puluh dua ribu," ucapnya lagi.

Neina pun mengeluarkan uang puluhan ribu dari sakunya lalu memberikannya pada Abraham.

"Enggak mau difoto dulu kayak pertama kali Mas Abra antar paketan?" Pertanyaannya seperti tawaran kepada kurir tampan itu untuk kembali memotretnya.

"Enggak perlu deh. Soalnya kan dulu pertama kali," jawabnya dengan ekspresi datar.

"Cie masih inget pertama kali kita ketemu." Neina tersenyum semringah kala ingatannya kembali pada awal Abraham mengantarkan pesanan paketannya dengan aura pesonanya.

Abraham melengos, tidak menanggapi ucapan gadis itu. Berbeda dengan Neina yang tiada henti menyunggingkan bibirnya ke atas membentuk senyuman.

"Sepertinya dari awal pun Neina sudah jatuh cinta sama kamu, Mas."

***
Ehem...
Gemes enggak nih sama Abraham yang tetep beku kayak es batu?

MAS KURIR MERESAHKAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang