Bab 12 - Pacar Mas Kurir

556 85 0
                                    

Kecurigaan Neina pada si kurir dan Lastri sudah terjawab. Abraham mengakui jika hubungan dengan gadis itu hanya sebatas pelanggan.

Neina menanggapinya dengan senyum kecut, berarti dia mempunyai saingan untuk mendapatkan hati si kurir.

Gadis itu terus saja menggulirkan layar handphonenya menunggu pesan dari Mas kurir, eh maksudnya dari pemesan barang toko onlinenya.

"Entah harus bagaimana melunakkan hatimu, Mas." Neina merutuki dalam hatinya begitu mengingat perilaku Abraham yang sangat dingin.

Setiap kali dirinya berkaca di hadapan cermin, dia selalu mengeluh mengapa wajahnya cantik tapi tidak cepat menarik hati Abraham seperti magnetik. Sekalinya ada yang menginginkannya, itu pun kurir berkumis tebal yang beberapa hari belakangan ini dekat dengan Lela.

Lela bukan jatuh cinta pada Kang Zio seperti halnya sang putri yang mencintai kurir meresahkan hatinya, ibunya bertujuan untuk menjodohkan Neina pada si kurir berkumis itu. Hal itu dilakukannya agar putrinya tidak terlalu risau juga galau karena cintanya yang selalu saja kandas sebelum maju lebih depan.

Selaku ibu Neina, dia berkorban streaming tutorial belanja online demi bisa membeli banyak barang pada jasa pengiriman yang merupakan tempat kerja Kang Zio.

Akan tetapi, Lela selalu memberi support pada anaknya. Seperti saat ini, keduanya duduk bersampingan lalu memulai pembicaraan.

"Mah ...," panggil Neina begitu pelan.

"Iya, Nei. Apa?"

"Yang beli di toko online aku makin banyak." Keluh Neina sambil menyodorkan benda persegi pipih. Di layarnya tertera pesanan dari pelanggan yang semakin bertambah.

"Ya bagus dong. Kenapa kamu malah suntuk gitu?" tanya Lela.

"Seneng sih. Cuman pastinya yang anterin paketan bukan Mas kurir meresahkan itu lagi."

"Emangnya kenapa? Kok kamu bisa bilang gitu?" tanya Lela, keripik singkong dia masukkan ke dalam mulutnya lalu mengunyahnya dengan menimbulkan bunyi kriuk-kriuk.

"Dia yang bilang sendiri. Katanya males anterin paketan aku lagi. Dan lebih kejamnya lagi, dia kasih jatah paketan aku ke temennya yang menyebalkan." Neina mengingat kejadian kedatangan kurir yang meminta uang tambahan pada pesanannya.

"Berarti si kurir itu emang beneran kagak suka sama Neina." Lela menyatakan kebenerannya.

"Ih mama gitu."

"Ya keliatan aja. Nah, kalau si Kang Zio dari matanya aja terpancar rasa cinta yang tidak akan pernah ada hentinya untuk kamu, Nei," ucap Lela lagi, Neina memberengut tidak menerima apa yang diucapkan oleh ibunya.

"Kang Zio terus yang diomongin."

"Kamu juga Mas Abra Katabra terus yang diomongin."

Neina melengos hendak ke kamarnya karena ibunya selalu saja memposisikan dirinya pada Kang Zio.

"Tapi, kalau pun menantu ibu Mas Abra, ibu sangat dukung. Dia kan masuk ke daftar calon mantu juga."

Neina menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Lela yang masih mengunyah keripik singkong dengan sangat nikmat. Gadis itu berlari ke arahnya dan mendekapnya dengan sangat erat.

Cemilan Lela berserakan karena tubuh putrinya yang terlalu bersemangat mendekapnya hingga keripik singkong yang dibumbui dengan penyedap rasa yang mampu meneteskan air liur kini berjatuhan di lantai.

Lela menatap wajah putrinya yang tidak berdosa. Neina juga memandangi ke bawahnya, keripik singkong kesukaan ibunya kini sudah seperti sampah yang sudah seharusnya tuk dibuang.

"Neinaaaaaaaa!" teriakan Lela, membuat gendang telinga putrinya nyaris pecah, dan piring-piring tetangganya hampir pecah.

Neina yang tidak merasa bersalah, malah menyengir menampilkan deretan giginya yang sudah digosok waktu pagi.

"Beliin lagi keripik singkong buat mamaaa!"

Gadis itu malah menepuk jidatnya tidak ada pilihan lain, dia akhirnya pergi ke warung terdekat dengan malas.

Sepanjang jalan Neina menggerutu tidak jelas. Padahal salahnya sendiri sudah membuat ibunya marah. Keripik singkong cemilan kesukaan Lela, dia tidak akan bisa tidur tanpa mengunyah makanan itu lebih dulu.

Kebiasaan anehnya itu membuat Lela selalu membeli banyak keripik singkong di rumahnya. Akan tetapi, untuk hari ini stok di rumahnya sudah habis.

Tatapan Neina menyisir ke sekeliling kawasan daerah rumahnya. Tidak sengaja kedua manik matanya menangkap kedua insan yang tengah berbincang. Jaraknya saling berjauhan, tapi pembicaraannya terlihat begitu serius hingga membuat gadis itu lupa pada keripik singkong kesukaan ibunya.

"Itu si Lastri kan?" tanya Neina pada angin yang menerpa wajahnya.

Gadis itu kembali memperhatikan lelaki yang bersama dengan Lastri. Kedua matanya membulat saat wajah si lelaki terlihat jelas oleh kedua matanya.

"Mas kurir?"

Untuk kedua kalinya Neina melihat keduanya sedang berbincang. Jika dikatakan pelanggan, tapi Lastri tidak menerima sebuah paket begitu juga Abraham yang tidak memberikan bingkisan apa pun pada si gadis.

Jikalau memang Lastri selalu membeli barang online, kenapa dia rajin memesan gamis pada Neina? Padahal gadis itu juga membeli barang jualannya di toko online.

Kedekatan mereka menjadikan teka-teki dalam hidup Neina. Entah hubungan apa yang terjalin. Keduanya saling menjaga pandangan, menunduk, dengan jarak yang tidak terlalu dekat.

"Neng Neina!"

Panggilan itu membuat Neina terlonjak kaget, dan mendapati kurir berkumis yang tengah cengengesan tidak jelas.

"Apaan sih? Ngagetin aja! Udah kayak setan, nongol tiba-tiba." Neina mengelus dadanya karena dia merasa jantungnya nyaris saja loncat dari tempatnya.

"Lagi ngapain juga di pinggir jalan? Udah kayak anak lalu lintas aja." Satu kedipan dari mata kirinya, membuat Neina bergidik ngeri.

"Terserah Neina dong. Mau di pinggir jalan kek, mau di tengah jalan kek, atau di planet terujung juga enggak apa-apa. Emang masalah?" tanya Neina menaikkan alisnya.

"Masalah dong. Kalau Neng Neina pindah ke planet lain, nanti Kang Zio kalau mau melamar masa iya harus beli tiket ke planet."

"Apaan sih? Pikirannya ngawur aja sampe mau melamar Neina. Nanti Neina nikahin Kang Zio sama alien. Mau?" tanyanya membuat Kang Zio menggelengkan kepalanya kuat.

"Kalau aliennya Neng Neina sih Kang Zio mau."

Neina mengusap perutnya berkali-kali sambil melafalkan kalimat yang seringkali dia ucapkan saat bertemu Kang Zio. "Amit-amit jabang bayi."

Tatapan Neina kembali beralih pada dua sejoli yang sejak tadi dia pantau. Akan tetapi, gadis itu tidak menangkap keberadaan keduanya. Dia kehilangan jejak.

"Gara-gara Kang Zio!"

Neina menghentakkan kedua kakinya dengan kesal. Dia kembali pulang ke rumahnya. Setelah pulang bukannya melelahkan pikiran, dia malah mendapatkan omelan dari ibunya.

"Mana keripik singkongnya? Tadi kan ibu suruh kamu beli keripik singkong."

"Neina ketemu Mas Abra Katabra sama Lastri lagi berduaan, Mah."

"Hah? Neng Lastri? Temen SMP kamu itu? Tetangga kita? Anaknya pak Kyai? Segerombolan pertanyaan ibunya hinggap tepat di kepalanya. Gadis itu mengangguk membenarkan pertanyaannya.

"Kok bisa?"

"Bisa lah, Mah. Aku lihat sendiri."

"Maksud mama kok bisa? Lastri itu kan anaknya Pak Kyai, masa pacaran?" tanya Lela.

"Namanya manusia, Mah. Manusia itu tidak luput dari dosa dan enggak bisa menjaga hati. Apalagi sama Mas kurir yang meresahkan itu. Neina aja jatuh cinta. Kalau pun enggak suka sama Mas Abra, mungkin aja mata mereka katarak."

"Apa mungkin mereka pacaran?" tanya Lela membuat penyakit bengke Neina kumat.

MAS KURIR MERESAHKAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang