BAB XIV

636 95 2
                                    

"Dipaksa mundur oleh logika,
Dipaksa bertahan oleh rasa,
Karena 'ku sadari, memperjuangkan tanpa diinginkan adalah sakit yang dibuat dengan sengaja."

°°°

Laura melirik sekilas ke arah Karina yang sedari tadi mengeluarkan air mata dengan pandangan menatap ke luar jendela. Laura juga binggung harus berbuat apa agar dapat berhenti menangis. Jujur melihat sahabatnya seperti ini membuat Laura merasa bersalah.

“Sudahlah, jangan bersedih lagi, Karina,” ujar Laura seraya membelokkan stir mobilnya ke kanan.

Tidak ada jawaban dari Karina. Wanita itu larut dalam kesedihan, ucapan-ucapan sinis Damian beberapa jam lalu membuatnya sakit hati. Damian benar-benar sudah melupakannya.

“Ingin mampir sebentar?” tawar Laura setelah beberapa saat terjadi keheningan. Mobilnya menepih di pinggir jalan.

Pandangan Karina menatap sekeliling. Sebuah pantai dengan ombak putih-putih dari arah laut ditambah lagi kelap-kelip lampu di setiap pohon kelapa yang berjejer rapi. Banyak orang-orang baik itu tua ataupun muda sedang menghabiskan waktu di pinggir pantai. Namun, hal itu tidak membuat Karina bersemangat.

“Tidak perlu, kita pulang saja.”

Laura mengangguk kemudian kembali menjalankan mobilnya menuju apartemen Karina. Tangan Karina mulai memutar sebuah lagu dari radio mobil, alunan musik when the party's over dari Lewis Capaldi menemani setiap perjalanan mereka.

Karina menghela napasnya sebentar, ia bersandar di kursi penumpang seraya menatap bahu jalan. Rasanya ia ingin mundur sekarang, tapi hatinya memaksakan dirinya agar tetap mempertahankan perasaannya. Tetapi, apakah ia sanggup berjuang tanpa diinginkan seperti ini? Apalagi Damian sudah melupakan semua tentang dirinya. Kalaupun ia bisa membuat pria itu kembali mengingatnya apakah Damian bisa menerimanya lagi seperti dulu?

Mobil yang dikendarai oleh Laura mulai menepih dipinggir jalan. Mereka diam sebentar hingga Laura menatap wajah Karina yang masih melihat keluar dengan tatapan kosong.

“Hey, are you okay?” tanya Laura seraya menyentuh lengan Karina membuat gadis itu langsung tersadar dari lamunannya.

"Eh, i-iya aku baik-baik saja. Sudah sampai ya?” Karina menyengir kuda seraya menatap keluar jendela. “Terimakasih, Laura." Seraya membukakan pintu, belum sempat kakinya keluar suara Laura terdengar.

“Jika kamu perlu sesuatu, katakan saja padaku. Aku akan siap untuk menjadi teman curhatmu, Karina.”

Karina tersenyum, tampaknya gadis itu sudah tidak bersedih seperti tadi. “Aku pergi dulu." Seraya turun dari mobil.

Laura membunyikan klakson kemudian berlalu pergi meninggalkan Karina yang raut wajahnya kembali bersedih. Gadis itu menarik napas dalam-dalam lalu kembali menuju apartemennya.

Karina mulai melangkahkan kakinya masuk kedalam ruang apartemennya. Ruangan yang nampak sunyi bak kuburan membuat kenangan Karina akan Damian teringat kembali. Karina mengunci rapat pintunya lalu memandang setiap inci ruangan. Tanpa sadar air matanya kembali meluncur keluar. Sesakit ini kah jika sudah jatuh cinta kepada seseorang yang tidak mengharapkan keberadaannya?

Gadis itu menuju kamarnya lalu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang dengan posisi terbalik seraya menegelamkan kepalanya di atas bantal, ia terisak hebat seraya meneriaki nama Damian.

Karina berdiri, ia menghapus jejak air mata di pipinya. Lalu menuju meja di samping jendela yang memang sudah turun hujan lebat sekarang, ia kemudian mengambil sesuatu dari laci nakas sambil duduk di kursi dan menatap sebuah buku didepannya itu. Sebuah buku diary yang sudah lama tidak ia tulis lagi keluh kesahnya didalamnya.

Mr. Dangerous [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang