"You and me.
It's a forever kind of thing."➿
Gerakan tangannya terhenti. Matanya mengerjap cepat, mulutnya masih terbuka, dan kesadarannya sedang diambang batas. Dengan susah payah Kallula memaksa organ-organnya untuk kembali bekerja, ia tidak mungkin pingsan disini. Itu terlalu memalukan.
"Maksud—Bapak?"
Tara terlihat meremas tangannya gugup, berkali-kali ia meneguk ludahnya kasar, sungguh ia sudah bersiap kalau saja perempuan di depannya ini akan memberikan sebuah tamparan atau melontarkan makian sekalipun.
"Ini saya nggak salah denger?" Nada ragu terdengar jelas disuara si perempuan, dan itu membuat Tara semakin gugup.
"Kamu nggak salah denger, saya beneran ngajak kamu nikah..."
"Tapi, kenapa?" Sela Kallula. Saat ini logikanya lebih cepat bekerja. Ia bahkan tidak memberi kesempatan pada hatinya untuk merasa 'baper'.
Hembusan nafas berat terdengar dari Tara, ia menatap Kallula lamat sebelum akhirnya memberanikan diri menjelaskan maksud dari ucapannya. Menjelaskan kondisi yang sedang ia hadapi dan meminta maaf karena tidak sengaja mendengar pembicaraan perempuan itu tempo hari. Intinya, saat ini Tara menawarkan sebuah kerja sama yang bisa membebaskan mereka dari tuntutan keluarga masing-masing. Bukan pernikahan kontrak seperti yang sering terjadi, ini pernikahan resmi tanpa ada perjanjian hitam di atas putih.
"Harusnya ini bisa jadi win-win solution kan?"
Kallula kembali terdiam, ini terlalu mendadak dan tentu saja mengejutkan. Entah ia harus bereaksi seperti apa sekarang. Dan lagi pula, apa ia bisa menjadi istri dari seorang atasan yang bahkan diseganinya? Masih banyak perempuan cantik dan lebih hebat darinya.
"Boleh saya minta waktu, Pak?"
"Waktu?"
"Iya. Saya butuh waktu untuk memikirkan tawaran Bapak tadi."
Dan setelah itu, waktu seakan berjalan semakin cepat. Terlebih lagi Kallula tidak mengatakan berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk berpikir. Bisa saja kan sebulan, kan? Dan Tara tidak punya waktu sebanyak itu. Hari-hari yang dijalani Tara menjadi tidak tenang, setiap hari ia lewati dengan perasaan harap-harap cemas. Bahkan tidak sekali Tara mendapati diri menatap penuh harap pada benda pipih yang tergeletak di atas meja kerjanya, menanti jawaban dari seorang Kallula.
➖➖➖
"Yo, berkas Pak Nugi udah lengkap belum ya?"
Pemuda bernama Mario itu mendongak begitu mendengar suara Kallula.
"Udah, Mbak. Tadi gue serahin ke Mas Jery berkasnya." Jawab Mario yang sudah setahun ini mengisi posisi sebagai administrasi kredit.
"Mana Jery?"
Perempuan itu mengikuti arah pandang Mario dan menemukan pria yang dicarinya sedang berdiri memunggungi mereka, sedang berurusan dengan mesin fotocopy.
"Mas Jer, berkas yang gue kasih tadi mana?" Mario sedikit berteriak tanpa merasa perlu menghampiri rekannya itu.
Jery terlihat mendengus tanpa mengalihkan perhatian dari mesin dihadapannya.
"Lo kalo perlu sama gue, dateng ke sini. Gue sibuk!" Ketus pria itu galak.
Kallula yang sedari tadi hanya memperhatikan mengangkat sebelah alisnya, menatap Mario dan Jery bergantian. Sedangkan Mario berusaha menahan tawa, niat jahilnya mendadak muncul.
"Tapi, ini yang nanyain Mbak Kallula lho... yakin nggak mau nyamperin, Mas?" Goda Mario lengkap dengan senyuman jahilnya.
Tidak butuh waktu lama, karena detik selanjutnya atensi Jery beralih menatap meja kerja Mario untuk memastikan ucapan pemuda itu. Rahang yang mengeras seketika hilang tergantikan senyuman lebar saat melihat sosok Kallula disana.

KAMU SEDANG MEMBACA
XOXOSOS!
FanfikceKallula Maheswari, si budak korporat yang diam-diam menyimpan rasa pada si manajer namun secara tiba-tiba menjadi istri si pemimpin divisi. Another story of Ten and Lisa. Alternative universe Happy Reading! ©️SkylaR 🍂