3.

1.4K 201 14
                                    

"I'll probably end up marrying my self.
But, it's okay."

"Kopinya satu ya, Mbak?!"

Kallula yang memang membelakangi pintu pantries langsung berbalik begitu mendengar suara yang tidak asing, dan lagi seingatnya hanya dia sendiri yang sedang berada di sini.

Perempuan itu menoleh. "Dih, emang saya mbak-mbak waitress?" Cibir Kallula begitu melihat wajah Mahesa yang sudah melangkah masuk ke dalam pantries.

"Emang yang bikin kopi harus mbak-mbak waitress?" Kallula menggaruk pelipisnya. "Hng... enggak juga, sih." Perempuan itu kembali menatap Mahesa. "Ini beneran mau dibikinin kopi, Pak?" Tanyanya memastikan.

Mahesa mengibaskan tangannya, menolak. "Becanda, lagian kamu mana bisa bikin kopi. Taunya beli. Iya, kan?"

Kallula mendengus, atasannya yang satu ini kalau tidak mengejeknya sehari saja pasti berasa ada yang kurang. "Iyain aja deh, dari pada ngabisin tenaga berdebat sama Bapak." Sahutnya malas.

Pria itu terkekeh, ia sudah menyamankan diri dibangku kayu sedangkan Kallula masih berdiri menyender pada wastafel sembari memegang sekaleng cola.

"Loh? Bapak kok disini?" Kallula mendadak panik, seingatnya hari ini tidak ada agenda rapat dengan orang wilayah.

"Ck, makanya grup whatsapp divisi tuh jangan di mute terus. Jam tiga ada meeting divisi."

Dikatain seperti itu bikin Kallula manyun. Iya sih, dia memang selalu me-mute whatsapp grup divisinya. Bahkan jarang sekali dia bergabung kalau bukan karena hal yang sangat penting, jika ada informasi maka Riri akan dengan senang hati selalu menginfokan padanya.

Kemudian Kallula bertanya kenapa Mahesa sudah berada di cabang sedangkan sekarang masih jam satu siang. Dengan santai pria itu menjawab kalau dia lapar dan belum makan siang. Menikmati makan siang seorang diri rasanya kurang menyenangkan.

"Bilang aja Bapak ngajak saya makan siang bareng," ledek Kallula senang membuat Mahesa mendecih tapi segera bangkit dan berjalan mendahului perempuan itu keluar dari pantries.

"Ck, dasar tsundere..." gumam Kallula, lalu mengejar bosnya yang mulai menghilang dari pandangan.

Rumah makan khas manado menjadi pilihan Mahesa siang itu, tidak begitu jauh hanya perlu berjalan kaki melewati beberapa ruko. Keduanya memesan makanan yang sama, bubur manado dan teh manis hangat. Untuk urusan makanan, entah bagaimana selera mereka selalu sama.

"Bapak sendiri? Pak Tara mana?" celetuk Kallula begitu makanan yang dipesan mereka sudah habis tak bersisa.

"Mana saya tau, memang saya supirnya." Balas Mahesa cuek, teh hangat yang berada di depannya langsung dihabiskan dalam sekali tegukan.

Kallula menaikkan sebelah alisnya. "Sewot amat, persis kakek-kakek impotent."

Oh, apa baru saja Kallula mengatai bosnya?

Lagi pula, ada apa dengan mood Mahesa? Perasaan tadi mereka masih tertawa karena lelucon yang Kallula lontarkan. Kini wajah itu terlihat dingin tanpa ekspresi, jujur saja Kallula dibuat heran dengan perubahan mood bosnya itu. Benar-benar mengalahkan dirinya saat sedang datang bulan.

"Katanya kamu udah pernah makan bareng, sering chat juga. Tanyain sendirilah," sinis pria itu.

"Tapi kan bapak yang sekantor ama beliau, satu divisi juga. Salahnya dimana, sih." Balas perempuan itu dengan sedikit kesal. Perdebatan tentang sosok Tara nyatanya sering kali hadir diantara obrolan tanpa mereka sadari.

XOXOSOS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang