21.

1.2K 193 31
                                    

"If there's one thing I am sure of, I am sure that you have always belonged with me."

Tidak ada kalimat gurauan. Tidak ada suara tawa terdengar. Sudut ruangan yang biasanya penuh dengan senyuman kini terasa suram karena suasana hening yang mencekam. Si perempuan memainkan jemarinya sembari tertunduk, si pria terdiam menatap lurus cangkir kopi yang tersaji di depannya.

Mahesa dan Kallula, kembali bertemu di tempat biasa mereka menghabiskan waktu, saling terdiam dengan perasaan bersalah. Mengantongi ijin dari sang suami, perempuan itu akhirnya bertemu dengan Mahesa seminggu kemudian setelah pengumuman yang berhasil menggemparkan satu perusahaan.

"Hm, Pak?" Panggil Kallula berusaha memulai pembicaraan. Hanya saling diam selama hampir setengah jam dengan pria itu benar-benar membuat Kallula merasa tidak nyaman. "Maafin saya karena udah nggak jujur..." Perkataan Kallula berhasil membuat Mahesa mendongak, menatap Kallula yang masih tertunduk. Hembusan nafas kasar dan berat dikeluarkan pria itu. Meskipun dadanya terasa sesak, Mahesa tetap berusaha menatap lawan bicaranya.

"Kallula..." Perempuan itu mendongak dan membalas tatapan Mahesa.

"...asal kamu tahu, saya hampir aja ngelamar istri orang." Tentu saja ucapan Mahesa membuat Kallula tersedak ludahnya sendiri.

"M--maksudnya, Pak?" Gugup perempuan itu.

Mahesa menyisir rambutnya ke belakang menggunakan tangan, sekali lagi menghela nafas kasar dan kembali menatap lurus manik mata Kallula.

"Kamu. Saya mau ngelamar kamu."

"HAH?!" Pekiknya dengan suara tertahan.

"Kamu pikir saya bercanda waktu bilang sama Bumi mau ngedeketin kamu? Enggak sama sekali. Kamu pikir saya bercanda waktu bilang suka sama kamu? Enggak, La. Tapi, dibanding marah, saya lebih ngerasa malu sekarang..."

"...selama ini saya selalu nyeritain soal kamu di Mas Tara, yang mana ternyata dia itu suami kamu." Satu lagi fakta berhasil mengejutkan Kallula. Pantas saja selama ini Kallula selalu merasa sang suami mengetahui sesuatu tetang dirinya dan Mahesa.

"I'm teribbly sorry, Pak... I didn't mean to--" ucap perempuan itu, rasa bersalahnya semakin menjadi karena perkataan Mahesa tadi. "--it's all my fault."

Mahesa menghela nafasnya, menggeleng pelan kemudian. "Sudahlah, tidak apa-apa. Untung aja saya belum ngelamar, kalau sampai kejadian--bisa babak belur saya dihajar Mas Tara..." Kekehnya diakhir kalimat. "...lagi pula, kalian pasti punya alasan sendiri kenapa nggak go public. Soal perasaan saya, itu urusan saya. Kamu nggak perlu ngerasa bersalah."

Rasanya Kallula ingin menangis, ia sekali lagi menatap lurus pada Mahesa. Pria itu tersenyum tipis memainkan pinggiran cangkir kopinya, meskipun begitu Kallula tahu ada rasa yang sedang ditutupi Mahesa.

"Semoga segera menemukan yang terbaik ya, Pak..." Kata Kallula tulus. Ia ingin Mahesa bisa segera menemukan sang belahan jiwa, seperti dirinya.

Mahesa semakin melebarkan senyumannya, "Tentu saja. Saya kan ganteng, pasti banyak yang ngantri." Candanya membuat suasana diantara mereka mencair.

Perempuan itu mendengus. "Narsisnya belum hilang juga ya, Pak." Kallula tertawa pelan, "Lagian ya, udah dikasih tunangan cantik, nyaris sempurna malah disia-siain." Ledeknya.

"Ya gimana, kan sukanya sama kamu--"

"--dulu tapinya, sekarang udah nggak. Istri orang soalnya, serem."

Kallula tersenyum tipis. "Coba aja deketin Kina lagi, Pak. Siapa tau kali ini berjodoh..." Usul perempuan itu yang langsung digelengi Mahesa kuat.

"No no no. Dia lagi dideketin sama cowok. Model juga rekan kerja katanya, sih."

XOXOSOS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang