•28.Sebuah Canda

8 7 0
                                    

28. Sebuah Canda

_-_-_-_


Sambil bergelut dengan pikirannya tentang Bulan, Bintang masih fokus pada jalanan. Dia tidak mau mati muda dengan tidak fokus membawa motor. Apalagi sekarang dia lagi bawa anak gadis orang.

Bintang memilih melewati jalan yang satu arah dengan tempat pemakaman umum. Lebih jauh sih kalau kerumahnya. Tapi memang itu tujuannya. Supaya lebih jauh.

Biar Bintang lebih lama ngerasain tangan Bulan yang melingkar di pinggangnya.

Bintang melewati tempat pemakaman umum dengan perlahan. Nggak tau, dari dulu Bintang selalu takut kalau lewat didepa. tempat pemakaman umum.

"BINTANG BERHENTI!"

Bintang terkejut mendengar teriakan Bulan. Dia meminggirkan motornya. Kan bahaya kalau rem mendadak ditengah jalan.

"Kenapa?" tanya Bintang saat sudah memarkirkan motornya. Bulan tidak menjawab. Dia terus menatap pada tempat pemakaman umum itu.

Bintang jadi curiga. Apa jangan jangan Bulan bisa liat yang begituan?

Tapi kan nggak mungkin...

Mungkin aja sih...

"Lan, kenapa?" tanya Bintang sekali lagi.

Bulan tidak menghiraukan pertanyaan Bintang, lagi. Dia berjalan terhesa memasuki area pemakaman. Bintang bergidik ngeri. Apa jangan jangan Bulan kerasukan?

"Bulan? Mau kemana?" tanya Bintang sambil mengikuti Bulan. Dan masih dihiraukan oleh Bulqn lagi dan lagi.

"BULAN! Lo kenapa sih?"

Akhirnya Bulan menoleh. Dengan tatapan dinginnya yang seperti mengintimidasi Bintang, dia berujar,"gak usah ikut campur."

Lalu dia melangkah lagi. Entah kemana. Meninggalkan Bintang yang tak bisa berkata kata melihat Bulan seperti tadi.

"Gak usah ikut campur."

Bintang merasa seperti bukan siapa siapa. Bintang merasa seperti orang lain. Orang asing.

Ternyata benar. Bulan mungkin belum—atau tidak akan?—benar benar menganggapnya sebagai seorang pacar.

_-_-_-_

Bulan berdiri disini. Dibelakang seorang pria berjas hitam bertubuh tegap. Sedang menabur bunga di sebuah makam seorang gadis yang telah hampir dua tahun terkubur didalamnya.

Itu makam Mentari. Dan pria itu adalah walinya. Pertanyaannya, untuk apa walinya itu mengunjungi makam Mentari?

Bulan masih setia berdiri dibelakang. Menunggu sampai nanti walinya sadar sendiri Bulan disini. Pria bertubuh tegap itu mengusap sekali nisan di makam Mentari, lalu mengecupnya. Dan akhirnya dia bangun dan berbalik.

Dia terkejut.

"Nona?"

Bulan memasang muka datarnya. Bulan hanya penasaran. Kenapa walinya itu mengunjungi Mentari. Kalau dipikir pakai logika, ini nggak masuk akal.

Bayangin aja, Mentari meninggal sudah hampir dua tahun, dan walinya itu datang ke hidupnya baru setahun yang lalu. Bagaimana mungkin walinya tau akan Mentari. Kalaupun tau, tidak mungkin dia mau repot repot mengunjungi Mentari?

"Kenapa anda disini?" tanya Bulan.

"Saya hanya mengunjungi makam nona Mentari, non."

BEAUTIFUL HURTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang