Jihan berjalan cepat dari dapur menuju pintu, ia menyambut kedatangan suaminya.
"Waalaikumsalam, sini aku bawain." Jihan mengambil tas laptop dan beberapa kamera yang dikalungi oleh Robi.
Robi hanya tersenyum membuntuti istrinya, ia berhenti diruang tengah mencium aroma masakan yang enak.
"Sayang, kamu masak apa?" Tanya Robi pada saat Jihan meletakkan tas Robi sofa ruang keluarga.
Jihan tersenyum ragu-ragu, "Emm.. sup ayam."
Mata Robi berbinar, ia pergi ke dapur untuk melihat masakan istrinya itu. Melihat hal itu Jihan menghampirinya dan mengambil 2 piring yang kemudian diletakkan di meja makan.
"Mau makan sekarang?"
"Yuk, Gak sabar."
Jihan semakin melebarkan senyumnya senang melihat Robi antusias, ia melantunkan doa didalam hatinya supaya masakannya kali ini benar-benar enak dan Robi menyukainya.
Jihan menuangkan nasi di 2 piring tersebut, untuknya dan suaminya dan ia berikan kuah sup ayam yang lebih banyak dipiring Robi dengan sayur dan juga ayamnya.
"Kok banyak banget punya aku? Kamu kalau kurang gimana?" Komentar Robi saat melihat porsi makannya yang diberikan oleh Jihan.
"Udah mas makan aja, aku cukup kok." Jihan tersenyum dan kini duduk dihadapannya.
Jihan diam, ia menunggu Robi menyantap masakannya, Robipun yang kelihatannya sudah lapar dan tidak sabar itu memakan suapan pertama setelah berdoa, Jihan menyipitkan mata melihat mimik wajah Robi saat menyantap masakannya itu, berusaha menebak rasanya dari ekspresi wajah suaminya.
Robi hanya diam dan kembali menyantap makanannya, hal itu membuat Jihan bingung, biasanya Robi langsung mengomentari masakannya seperti "enak kok sayang" "enak nih,pinter ya istri aku masak" meskipun saat Jihan makan tidak ada enak enaknya sama sekali, kadang hambar kadang asin kadang gak jelas rasanya.
"Dimakan Jihan, ntar dingin supnya." Ucap Robi saat menyadari Jihan hanya diam saja.
Jihan hanya mengangguk dan menyuapkan nasi beserta sup ke dalam mulutnya, rasanya enak bagi Jihan, itu juga karena berkat bantuan Dinda. Tapi kenapa Robi tidak mengatakan apapun tentang masakannya malam ini?
___
Malam semakin larut tetapi Jihan belum ingin memejamkan mata, pemandangan diluar jendela dari kamarnya ini menarik perhatiannya, jalanan yang masih saja ramai kendaraan dan lampu lampu rumah serta lampu jalan terbentang disana.
Kak, gimana tadi masakannya?
Jihan menghela nafasnya, ia tak membalas pesan dari Dinda. Tidak ingin membahasnya karena takut moodnya akan buruk.
Terdengar suara pintu ditutup, terlihat Robi keluar dari kamar mandi dan mengganti bajunya dengan kaos putih polos, rupanya dia bersiap untuk tidur.
Melihat Jihan yang masih duduk dipinggir jendela dengan pandangan tertuju pada jalanan membuat Robi urung merebahkan diri dikasur, ia menghampiri istrinya dengan berdiri disebelahnya, arah pandangnya juga tertuju pada jalanan.
Cukup lama mereka saling diam dan menikmati pemandangan diarea rumahnya, hingga Jihan kini beranjak untuk tidur.
Melihat gerak gerik Jihan yang sedikit aneh, Robi ikut merebahkan diri dikasur.
Dia melirik Jihan yang bersiap mengangkat selimutnya, sebelum itu terjadi Robi meletakkan kepalanya dipaha Jihan, ia tidur dipangkuannya.
Jihan sedikit terperanjat melihat Robi yang tiba-tiba meletakkan kepalanya diatas pahanya, Jihan segera bangun untuk duduk, selimut yang tidak jadi ia kenakan itu ia lepaskan begitu saja hingga menutupi kepala Robi.
Robi yang merasa pandangannya gelap langsung menyingkirkan selimut dan menatap dalam istrinya.
"Sayang, masakan kamu enak."
Jihan yang terlihat kesal kini berusaha mati-matian untuk tidak salah tingkah dihadapan Robi.
Robi tersenyum melihatnya, ia tau penyebab Jihan bersikap seperti ini sejak tadi, rupaya benar tebakannya, karena masakannya belum dikomentari. Maklum saja, masakannya benar-benar enak hingga dia tidak ingin melewatkan waktu sedetikpun untuk menikmatinya hingga titik penghabisan.
"Aku tau kamu kesel karena aku daritadi nggak komen masakan kamu, iya kan? bener apa bener?"
"Kamu ngeselin banget sih mas!"
Jihan menggerak gerakkan pahanya agar kepala Robi terjatug dari pangkuannya, namun hal itu tentu saja tidak membuat Robi menghindar tetapi semakin mendekatkannya pada perut Jihan.
"Maaf yaa, aku terlalu menikmati masakan kamu tadi."
"Lebay."
"Yaudah terserah kamu kalau nggak percaya."
Jihan diam sejenak lalu mengembangkan senyumnya, tangannya terangkat untuk mengelus kepala Robi, Robi mendongak melihatnya sambil tersenyum lalu melihat perut Jihan.
"Sayang, ini..belum isi?" Ujar Robi menunjuk perut Jihan dengan jari telunjuknya
Jihan memukul pelan pipi Robi, "Apa sih mas."
"Kok apa sih mas?"
"Iyaaa kamu nanyanya gitu."
"Ya kenapa? Kita kan udah halal, kok kamu masih malu malu gitu?"
"Nggak, siapa yang malu."
Robi menyunggingkan senyumnya melihat tingkah lucu Jihan, bahkan Jihan tidak memandang Robi sedikitpun saat ini.
"Sayang, mau ikhtiar lagi?"
____
Oke segini dulu ya :)
To be continuedTerimakasih supportnya, luv luv <3
KAMU SEDANG MEMBACA
LEBIH DARI BAHAGIA (TAMAT)
General FictionMenikah dengan Robi yang merupakan adik tingkat yang usianya lebih muda memang hal yang biasa, tapi bagaimana jika dia adalah adik ipar dari orang yang Jihan kagumi sejak SMA? Bagaimana kehidupan mereka setelah menikah dan kumpul dalam satu rumah ke...