Setelah kejadian itu, Jihan menjadi lebih sering bertemu dengan Robi. Di masjid, di koridor fakultasnya, entah dia sedang apa? Padahal gedung Fakultasnya yaitu Digital Media cukup jauh jaraknya dari fakultas sastra Indonesia.
Jihan tau informasi itu dari Desti, ia jadi lebih sering bercerita tentang Robi bahkan setelah resepsinya itu digelar, katanya Jihan terlihat lebih cocok dengan Robi, dia juga menyebutkan bahwa Robi "Recommended banget" untuk dijadikan teman hidup. Ahh lupakan saja, Desti memang melantur, anak ABG yang umurnya lebih muda itu cocok dengan Jihan? Yang benar saja, sikapnya saja pasti masih labil, belum dewasa dan kekanak-kanakan.
Dan akhir-akhir ini, Salsa cukup sering menghubungi Jihan walau hanya sekedar basa basi menanyakan kegiatan, kuliah dan hal yang ia suka.
Siapa lagi yang memberikan nomor Whatsappnya kalau bukan Desti? Jihan menjawab sesingkat mungkin, karena ia tidak suka jika kehidupannya di kulik apalagi dengan orang yang baru ia kenal. Bahkan ia baru mengenalnya sebulan yang lalu saat bertemu di Café itu.
Dering ponselnya membuat ia mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca, kali ini ia di Perpustakaan bersama Desti dan Nayla.
Melihat nama di layar, ia bermalas-malasan untuk mengangkat teleponnya.
Kedua kalinya akhirnya iapun mengangkat telepon dari Salsa.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam, ada apa ya Sal?"
"Hmm, ini Sal cuma pengen ketemu aja, gimana?"
Jihan menghela nafasnya, "Tapi ada apa?"
"Ada yang mau diomongin Han, penting! Ya?"
Jihan menoleh pada Desti dan Nayla yang tengah memperhatikannya, ia meminta pendapat dengan mengangkat dagunya seakan bertanya, keduanya mengangguk menyetujui.
"Okee, dimana?"
Setelah perbincangan itu selesai, ia pun mematikan panggilannya.
"Aneh deh, belakangan ini dia sering Chat aku masak, kayak orang lagi ngajak Pdkt aja," ujarnya kemudian membuat Desti terkekeh.
"Kayaknya ada udang dibalik tepung rempeyek deh," Nayla menimpali sambil meletakkan pulpen didagunya.
"Dibalik batu Nay," Desti menyenggolnya membuat pulpennya jatuh dan Nayla melirik kesal.
"Gimana maksudnya?"
"Hmm.. semacam perantara, kayaknya Salsa tuh lagi di jadiin perantara sama seseorang buat kenal kamu lebih jauh."
Jihan menatap penuh selidik pada Desti, apakah benar seperti itu?
"Tepat sekali, pinter banget kamu Des," ujar Nayla menunjuknya denga pulpen yang baru saja ia ambil kemudian tersenyum usil pada Jihan.
Jihan berpikir keras, perantara siapa? Ahh lupakan, Sudahlah, Jihan akan menemukan jawabannya Sore ini.
|||
Waktu itu telah tiba, Jihan disambut oleh senyum manis milik Salsa, ia melambaikan tangannya saat melihat Jihan diambang pintu Café yang pernah ia datangi sebelumnya bersamanya dan juga Desti.
"Duduk Han, mau makan apa? Atau minum?"
"Hmm.. Moccacino aja,"
"Oke,"
Setelah beberapa menit, pesanan mereka sampai. Salsa masih diam tidak membuka obrolan, sedangkan Jihan sudah penasaran apa yang akan dia sampaikan.
Terlihat beberapa kali Salsa melihat jam tangannya.
"Kita berdua aja kan?" Tanya Jihan.
"Emm... sebenernya,"
Pintu Café terbuka, "Nahhh itu dia,"
Jihan menoleh ke arah belakang dimana letak pintu tersebut, seseorang datang dengan membawa tas laptopnya dan berjalan ke arah mereka.
___
KAMU SEDANG MEMBACA
LEBIH DARI BAHAGIA (TAMAT)
General FictionMenikah dengan Robi yang merupakan adik tingkat yang usianya lebih muda memang hal yang biasa, tapi bagaimana jika dia adalah adik ipar dari orang yang Jihan kagumi sejak SMA? Bagaimana kehidupan mereka setelah menikah dan kumpul dalam satu rumah ke...