"Allahu Akbar!"
"Huhh huhh! Ya Allah.."
Jeritan dan tarikan nafas Jihan menggema dalam satu ruangan, keringat mulai bercucuran diwajahnya serta beberapa bagian tubuhnya, Robi dengan telaten mengusap keringat diwajahnya dengan satu tangan sementara tangan lainnya mengelus dan menepuk pelan bahu Jihan memberi kekuatan padanya.
"Han, bisa yah? Kuat ya bismillah."
Jihan mengangguk yakin sambil terus mengejan lalu mengambil nafas sesuai perintah dokter.
"Oke, pinter ya ibunya. lagi yuk, tarik nafas.."
Jihan tarik nafas dalam kemudian mengejan sekuat mungkin, "Aaaaahhh.. YaAllah, Allahu Akbar!"
"Oke istirahat dulu.."
Jihan meringis sambil menggigit bibir bawahnya, tak terasa air matanya mengalir yang kemudian dihapus oleh Robi. Sakitnya luar biasa, ini berkali kali lipat lebih sakit daripada saat nyeri haid.
"Sambil dzikir ya sayang." Ucap Robi disebelahnya yang diangguki oleh Jihan.
Sudah 1 jam setelah pembukaannya lengkap namun suara tangis bayi belum juga terdengar, keluarga Jihan maupun Robi yang menunggu diluar dibuat ketar ketir menunggu tangisan cucu pertamanya.
"Duuhh kok belum keluar juga ya pah." Cemas Risna.
Fania menoleh pada besannya itu, "Apa operasi aja?"
Kedua perempuan itu paling khawatir, kemudian sang suami saling menenangkan istrinya masing-masing.
Selang beberapa kemudian suara tangis terdengar dari dalam ruangan yang membuat semua pihak keluarga yang menunggu menoleh pada pintu ruangan.
"Aaa Yaa Allah.. Alhamdulillah." Risna memegang dadanya lega, matanya berkaca-kaca mendegar tangisan kencang dari dalam sana.
"Alhamdulillah.."
"Allah.. Yaa Allah, Alhamdulillah."
Kalimat syukur diucapkan bersaut-sautan oleh Jihan dan Robi setelah melihat bayi kecil itu menangis.
Robi menghapus air mata dibawah kelopak matanya, selanjutnya ia mencium kening Jihan dengan perasaan sangat lega, sangat bersyukur, sangat kagum padanya.
"Udah sayang, kamu hebat." Ujarnya membuat Jihan menangis sesegukan.
Jihan tersenyum lega bercampur haru, air matanya terus mengalir seraya mengucap segala pujian pada sang pencipta karena telah memberinya kekuatan hingga bisa melahirkan buah hatinya dengan selamat.
Bayi berjenis kelamin laki-laki itu masih saja menangis sampai perawat selesai memeriksa kondisi fisik dan memberikannya imunisasi, setelah itu kain gurita, baju bayi dan bedong telah menyelimuti tubuhnya.
Robi mendekat untuk melihatnya, perawat itu tersenyum ramah. "Silahkan di adzani anaknya." Ucapnya kemudian pergi
Robi mengangguk, ia membungkuk memandangi penuh hangat anak pertamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEBIH DARI BAHAGIA (TAMAT)
General FictionMenikah dengan Robi yang merupakan adik tingkat yang usianya lebih muda memang hal yang biasa, tapi bagaimana jika dia adalah adik ipar dari orang yang Jihan kagumi sejak SMA? Bagaimana kehidupan mereka setelah menikah dan kumpul dalam satu rumah ke...