Hari yang Reza tunggu-tunggu telah tiba setelah menunggu selama 2 minggu, kali ini ia duduk dihadapan dua perempuan. Desti dan Jihan, sementara disampingnya ada Andra, suami Desti.
Desti menampilkan wajah ketusnya, memberi ancang-ancang agar Reza tidak berbuat macam-macam pada sahabatnya.
Hal itu sama sekali tidak membuat Reza takut atau bahkan akan berhati-hati dalam menyampaikan maksud dan tujuannya.
Apapun yang akan terjadi setelah ini, ia siap dengan resikonya.
"Ada apa Za? Langsung ke intinya aja, aku nggak bisa lama-lama," Jihan memulai perbincangan mengingat mereka cukup lama diam di Café yang biasa mereka datangi ini.
"Oke.." Reza membenarkan posisi duduknya menjadi lebih nyaman dan santai.
"Aku yakin Desti udah cerita sama kamu, dan aku udah tau kalau.."
"Iya, intinya aja za kenapa?" potongnya.
Terlalu menyakitkan untuk mendengar kelanjutan kalimatnya itu."Kita.. Sorry, maksud aku.. Aku udah nentuin pilihanku sekarang, dan aku yakin kamu paham maksud aku, jadi intinya.. sebelum terjadi kesalahpahaman antara aku, Salsa dan juga Robi, aku mohon sama kamu buat.. memahami kondisi kita sekarang."
Jihan mengernyit, "Ngga usah berbelit-belit Za, aku emang anak Sastra tapi bahasa kamu terlalu ambigu."
Reza menghela nafas, apakah ia harus mengatakan kalimat sefrontal itu?
"Belajar move on dari sekarang, itu maksud aku. Kamu harus paham kondisi aku sama Salsa, dan juga Robi. Dia serius sama kamu, aku nggak mau jadi alasan kamu nolak dia."
"Ya lo juga harus paham-" Jihan memegang lengan Desti untuk menahannya.
"Ini urusan aku," ujarnya menatapnya membuat Desti tak berkutik.
"Kamu tenang aja, kamu bukan alasan aku buat nolak dia kok. Tapi kayaknya.. aku nggak ngerasa nolak dia deh, kamu aja yang terlalu berpikir jauh."
Desti tercengang mendengar jawabannya, dia tersenyum miring melihat Reza yang diam setelah mendengar jawaban Jihan.
"Bagus kalau gitu, gimana kalau tunangannya barengan aja? Aku tinggal bilang sama Robi dan Salsa."
Desti melebarkan matanya mendengar itu. Kenapa terkesan seperti menantang Jihan?
Jihan menghela nafas, jauh dari perkiraan Desti sejujurnya Jihan tidak setegar saat ia menjawab ucapan Reza tadi.
"Kayaknya itu cukup jadi urusan aku sama Robi, kamu ngga perlu ngelewatin batas sampe ngatur hubungan aku sama dia, lagian aku sama Robi nggak ada status apa-apa selain mantan kakak dan adik tingkat untuk saat ini," ujarnya menekan kalimat "Untuk saat ini"
Reza hanya diam mendengar respon Jihan yang terkesan sedang kesal padanya.
"Setelah ini, aku yakin aku bakal bisa lupain kamu kok Za. Jadi nggak usah khawatir, fokus aja sama pertunangan kamu." Ujarnya kemudian berdiri mengucap salam dan pergi keluar dari Café yang kemudian disusul oleh Desti.
"Lo kenapa kesannya kayak nantang dia bro?" Andra yang dari tadi hanya mendengarkan kini ikut berkomentar setelah Jihan dan Desti pergi.
"Gue cuma nggak pengen ada kesalahpahaman setelah kita berdua sama-sama nikah dengan pilihan masing-masing. Apalagi kalau dia nikahnya sama adik calon tunangan gue."
"Hmmm. Gitu, tapi lo ga punya rasa kan sama dia?"
Reza menoleh menatapnya, kenapa pertanyaan itu muncul? Reza tertawa mendengarnya tanpa menjawab apapun karena ia bingung bagaimana cara menjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEBIH DARI BAHAGIA (TAMAT)
Ficção GeralMenikah dengan Robi yang merupakan adik tingkat yang usianya lebih muda memang hal yang biasa, tapi bagaimana jika dia adalah adik ipar dari orang yang Jihan kagumi sejak SMA? Bagaimana kehidupan mereka setelah menikah dan kumpul dalam satu rumah ke...