"Serius dia ngomong gitu?"
Jihan menutup mulut Desti yang heboh, membuat beberapa mahasiswa disampingnya menoleh padanya. "Sttt perpus Des, males ah cerita sama kamu,"
"Sorry sorry, aku kaget Han!" katanya terkekeh.
"Eh serius kamu?" lanjutnya memukul pelan lengan Jihan.
"Iya, gila kan? Kita aja nggak saling kenal, tiba-tiba ngajak serius. Lagian dia masih anak-anak Des Ya Allah ngga habis pikir," ujarnya membulatkan matanya.
Desti mencebik kemudian mengetik sesuatu ponselnya kemudian menampilkan artikel di layar ponselnya kepada Jihan.
"Nih baca, menurut Depkes RI (2009) masa kanak-kanak itu 5-11 tahun, emang kamu pikir dia masih anak SD?"
Jihan memutar bola matanya malas.
"Dia termasuk remaja akhir Han 17-25 tahun sama kayak kamu, jadi ngga usah sok tua deh,"
"Ya tetep aja Des, dia tuh tau apa sih tentang nikah? Dipikir nikah Cuma modal SAH aja, nggak kira-kira deh kalau ngomong."
"Kamu kenapa jadi kesel gini? Emang dia minta nikahnya sekarang?"
Jihan menoleh
"Nggak kan?"
Jihan terdiam, dilubuk hatinya ia membenarkan perkataan Desti. Kenapa ia menjadi gelisah bahkan saat Robi belum memutuskan apa-apa, kemarin dia bilang hanya ingin berkenalan bukan?
"Jangan lebay makanya, dia tuh cuma pengen kenalan sama kamu, sopan loh dia minta kenalan izin dulu sama orang tua kamu, ditemenin sama kakaknya pula, iya kan?"
"Udah udah, ngga mau bahas itu lagi."
Jihan beranjak ke rak buku meninggalkan Desti yang sedang menggodanya.
Kuliah hari ini cukup melelahkan, kuliah pagi pukul 08.00 sampai 09.40, kemudian di lanjut pukul 13.50 sampai 14.30 WIB.
Rasanya Jihan ingin segera sampai di rumahnya, namun ia masih duduk dikursi yang disediakan disamping Masjid menunggu Nayla dan Desti yang masih sedang Shalat, sedangkan ia sedang menstruasi hari pertama.
Nyeri di perutnya datang timbul, ia mengelus perutnya sambil beristighfar berharap nyerinya akan hilang, punggungnya juga sudah pegal, pinggangnya sakit, ia juga risih pada cairan yang terus keluar disana.
"Masih nyeri Han?"
Jihan menoleh pada asal suara lalu tersenyum, "Udah lumayan nggak kok Nay, Desti mana?"
"Haiii, nihh minum dulu," yang dicari tiba-tiba datang dengan membawa sebotol air mineral penuh yang masih tersegel.
Jihan mengambilnya sambil menatapnya penuh selidik. "Kapan belinya?"
"Kepo deh, udah minum aja halal kok,"
Tanpa bertanya lagi Jihan membuka segel lalu meminumnya.
"Kurang minum tuh kalau pinggangnya sakit, apalagi ditambah mens beuhhh makin makin deh sakitnya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
LEBIH DARI BAHAGIA (TAMAT)
General FictionMenikah dengan Robi yang merupakan adik tingkat yang usianya lebih muda memang hal yang biasa, tapi bagaimana jika dia adalah adik ipar dari orang yang Jihan kagumi sejak SMA? Bagaimana kehidupan mereka setelah menikah dan kumpul dalam satu rumah ke...