Trak... Trak... Trak...
Bunyi dari paku yang dipukuli menggunakan tukul itu saling bersahut-sahutan terdengar sampai ke kamarku karena kebetulan hanya berjarak sekitar sepuluh meter saja dari
rumah Jungkook, tanah yang awalnya kosong kini telah terbangun sebuah bangunan yang dirakit sedemikian rupa menggunakan kayu-kayu itu sampai membentuk sebuah bangunan yang disebut dengan... rumah.Hari ini tepat dua minggu rumah ini dibangun, dan hari ini adalah hari terakhir Bapak-Bapak desa yang bertukang menyelesaikan rumah yang dibuatkan oleh orang tua Jungkook untuk kami.
Selama dua minggu ini kami juga sibuk mempersiapkan hal-hal untuk pernikahan kami yang rencananya sudah kami tetapkan akan diadakan dua minggu lagi, jadi satu bulan tepat persiapan kami untuk segalanya.
Bagaimana dengan warga desa?
Tidak, kami masih belum memberitahu mereka.
Dan rencananya hari inilah berita ini akan disebarkan ke warga-warga desa.
Aku dan Jungkook juga akan ikut bersama kedua orang tua Jungkook untuk memberitahu warga-warga desa tentang pernikahanku dan Jungkook.
Saat pernikahan kami berlangsung, mungkin usia kandunganku telah memasuki bulan kedua, untunglah rasa mual yang selalu menyerang itu akhir-akhir ini sedikit berkurang, ya walaupun aku tahu sewaktu-waktu akan kembali menyerang dengan tiba-tiba.
Aku mengusap perutku yang masih rata, tersenyum pedih ke arahnya, "baik-baik di dalam sana ya, sayang?" Batinku berbicara, "Eomma akan sangat menantikanmu, nak." Hatiku selalu bergetar hebat setiap kali aku menyebut diriku dengan panggilan Ibu.
Sebenarnya apa arti kata itu, apakah aku sudah benar-benar siap dan bisa menjadi seorang Ibu yang baik untuknya nanti?
Atau hanyalah akan menjadi Ibu yang menggores luka dihati anaknya?
Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak berkaca-kaca setiap kali membayangkan saat-saat dimana nanti ia akan lahir dan tumbuh menjadi anak yang hebat dan kuat, aku akan menantikannya.
Lamunanku seketika buyar saat seseorang mengetuk pintu kamarku, aku menoleh dan ternyata Jungkook disana.
"Eo, Jungkook-ssi?" Ia menghampiriku sambil membawa nampan berisi satu mangkok dan gelas yang berisi air putih.
"Kau belum makan dari pagi, tidak baik untuk kesehatan kalian berdua." Ucapnya penuh perhatian membuatku hanya bisa tersenyum kecil.
Andaikan, andai saja yang berkata seperti ini adalah Jimin, orang yang selalu memberikan perhatiannya padaku seperti dulu.
"Terima kasih Jungkook-ssi, tapi aku masih tidak berselera." Perkataanku barusan membuat Jungkook menarik nafasnya dalam.
"Hyerin-ssi, kali ini aku mohon dengarkan aku, ya?" Ucapnya memelas, benar-benar lembut dan berbeda dari biasanya, "kau tidak boleh menyakiti dirimu sendiri, jika kau sendiri tidak mendukung dirimu, bagaimana kau bisa bertahan dari situasi ini, eo?" Ucapnya sekali lagi.
Dan aku hanya tertunduk sambil menggigit bibir bawahku, yang Jungkook katakan memang benar.
"Sekarang makan, ya?" Ucapnya lagi, "biar aku bantu suapi jika kau malas untuk menggerakkan tanganmu." Ia hendak menyuapiku tapi aku langsung menggeleng.
"Tidak Jungkook-ssi, terima kasih karena kau telah memikirkanku, tapi aku bisa makan sendiri."
"Yasudah, dihabiskan ya? Aku sudah susah-susah membuat bubur ini asal kau tahu." Candanya.
Perkataannya barusan membuatku terkekeh, tak kusangka pria yang memberikan kesan pertama yang jelek ini ternyata memiliki hati selembut sutra.
"Oh iya... setelah makan kita sudah harus pergi." Ia yang sudah beranjak langsung menghentikan langkahnya. 'Pergi' yang ia maksud adalah yang aku katakan tadi, pergi memberitahu warga-warga desa tentang pernikahan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet You [Park Jimin]
FantasyCerita ini bukan kisah tentang cinloknya seorang CEO perusahaan besar dan sekretarisnya, bukan pula tentang perjodohan bisnis anak-anak konglomerat. Melainkan sebuah kisah dimana seorang atlet volly wanita bernama Kim Hyerin yang tak sengaja terses...