Seperti yang sudah kami rencanakan kalau hari ini aku dan Jimin akan pindah ke rumah baru kami, pagi tadi barang-barang yang kami butuhkan telah dipindahkan lebih dulu kesana. Aku tidak bisa ikut membantu, karena kalian tahu sendiri keadaan perutku diusia kehamilan dibulan ketujuh ini, tidak memungkinkan untuk mengangkat barang-barang berat dan berjalan jauh.
Yang menariknya, Jungkook juga datang untuk ikut membantu memindahkan barang-barang, ia datang pagi-pagi sekali bahkan hari masih sepenuhnya gelap ia sudah duduk diteras rumah tanpa berniat memanggil ataupun mengetok pintu.
Untung saja Jiwoo juga sudah bangun dijam segitu untuk berkemas-kemas rumah, dan ia sempat kaget melihat seseorang duduk diteras. Jiwoo bilang pria itu sampai terhuyung kekanan kekiri karena tertidur dalam posisi duduk. Tak kubayangkan jika aku yang melihatnya dengan keadaan seperti itu, pasti aku tidak akan tega melihatnya.
Jiwoo menyentuh pelan pundaknya, berniat membangunkannya tanpa mengagetinya. Pria itu langsung terbangun.
"Eoh, Jiwoo-ya... ma—maaf, aku tertidur." Pria itu gelagapan sungkan, seolah-olah telah melakukan kesalahan besar.
"Apa yang kau lakukan disini?"
"Ke-kemarin Jimin bilang kalau pagi ini kalian akan memindahkan barang-barangnya dan Hyerin kerumah baru mereka, jadi aku berniat untuk mermbantu."
"Tapi kenapa harus sepagi ini? Mereka saja belum bangun"
"A—tidak apa-apa, ak-aku—"
"Masuk, kau bisa mati kedinginan disini."
Kira-kira begitu yang Jiwoo ceritakan tentang kejadian pagi tadi.
Katanya, walaupun ia berbicara pada Jungkook dengan nada yang dingin, padahal sebenarnya ia tengah menahan tangis dan sedih. Ia tak tega pada pria itu, Jiwoo tahu kalau pria itu tulus menunjukkan keseriusannya, tapi ia juga tak tahan melihat Jungkook terus-menerus tersiksa seperti itu, kapan ia akan bebas, Jiwoo membenci luka-luka yang menggerogoti jungkook, ia tak tahan untuk menyembuhkan semua luka itu dengan cepat.
"Oppa, bagaimana pendapatmu tentang Jungkook dan Jiwoo?" Aku duduk di sebelah Jimin sambil menyodorkan segelas teh hangat yang kubuat untuknya, hari ini sungguh melelahkan.
"Dalam hal apa sayang?" Kepalanya sedikit miring, sambil meraih segelas teh yang kusodorkan.
"Hubungan mereka?" Ia kembali bersuara, menjawab pertanyaannya sendiri.
Aku mengangguk.
"Entahlah, aku juga tidak begitu yakin."
"Benarkan Oppa, aku sebenarnya juga merasa begitu, Jungkook terlalu tiba-tiba, dan sebenarnya aku ragu apakah ia semudah itu melupakan Aeri? Maksudku, terlalu janggal. Walau tak kupungkiri aku juga senang kalau ia dan Jiwoo bisa bersama."
Jimin hanya diam, ia sedikit mengangguk.
"Tentu saja belum, Jungkook belum melupakan Aeri, tapi jelas terlihat kalau ia tulus pada Jiwoo dan sedang mencoba membuka hatinya untuk Jiwoo. Memang akan sedikit lebih sulit bagi Jiwoo, namun Jungkook sudah berniat membuka hatinya dan itu setidaknya memberi kesempatan untuk mereka saling menyatu, itu yang aku pikirkan."
Kali ini aku yang diam, perkataan Jimin benar, tidak seharusnya aku mengkhawatirkan hal yang tidak-tidak disaat mereka sudah bersama, bukan kah ini yang aku mau? Melihat mereka bersama.
"Iya Oppa, kau benar." Aku mengangguk.
Jimin mengusap puncak kepalaku sangat lembut, "jangan terlalu khawatir ya sayang, semua akan baik-baik saja, aku berjanji tidak akan ada lagi yang terluka, terutama kau." Tiba-tiba saja ia mendaratkan satu kecupan di keningku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet You [Park Jimin]
FantastikCerita ini bukan kisah tentang cinloknya seorang CEO perusahaan besar dan sekretarisnya, bukan pula tentang perjodohan bisnis anak-anak konglomerat. Melainkan sebuah kisah dimana seorang atlet volly wanita bernama Kim Hyerin yang tak sengaja terses...