"Eonnie..."
"Eonnie..."
"Eonnie, kau baik-baik saja?"
Aku terperanjat kaget saat Jiwoo menepuk lenganku pelan, bahkan sepasang sumpit yang kupegang pun sampai terjatuh membuat Jimin dan kedua orang tuanya sontak menghentikan makan mereka.
"Kau kenapa Eonnie? Akhir-akhir ini kau sering sekali melamun."
"Eo... tidak-tidak, aku hanya rindu orang tuaku saja." Aku menggeleng cepat lalu menjawab pertanyaannya, sedangkan Jimin dan kedua orang tuanya masih menatapku iba.
"Hyerin-a, kau baik-baik saja?" Ibu Jimin menggenggam lenganku dengan lembut, ia menatap wajahku lekat-lekat.
"Tidak Eommonie, aku baik-baik saja." Aku mengeluarkan senyum palsuku, berharap mereka tak akan menanyaiku lebih banyak lagi.
Aku tahu Jimin dari tadi memperhatikanku, bahkan tak sedetikpun ia mengalihkan pandangannya dariku, hanya saja aku sengaja tak menghiraukannya, atau lebih tepatnya aku menghindarinya.
"Kau yakin? Kau tidak sakit kan?" Tanya Ibu Jimin sekali lagi.
"Iya Eommonie, aku baik-baik saja."
"Yasudah, lanjutkan makanmu ya."
"Iya Eommonie."
Aku melanjutkan makanku, begitu juga mereka bertiga, Jimin masih melirikku sesekali tapi aku tak menoleh ke arahnya sama sekali, padahal kami duduk berhadapan.
*****
Setelah makan malam tadi aku hanya berbaring di kamar, Jiwoo sedang pergi ke rumah temannya jadi aku sendirian di kamar.
Aku benar-benar bosan, tidak ada yang bisa aku lakukan selain berbaring dan melamun menatapi langit-langit kamar dengan cahaya api obor yang seadanya, aku sungguh ingin kembali ke Seoul, aku rindu kedua orang tuaku, aku rindu rumahku, aku rindu kamarku.
Aku merasa cukup bosan bergelut dengan pikiranku sendiri, ingin tidur pun kantuk belum kunjung tiba, jadi aku berpikir untuk ikut bersantai dengan kedua orang tua Jimin yang tengah bersantai sambil menikmati teh hijau di teras rumah mereka.
Akhir-akhir ini aku merasa sedikit lelah, tubuhku bahkan rasanya lemah, untuk bangun dari baring saja harus pelan-pelan seperti saat ini contohnya.
Saat aku sudah berhasil duduk dari baringku aku kaget setengah mati saat menoleh ke arah kiri, ke arah pintu lebih tepatnya.
"YA TUHAN!" Pekikku sambil termundur sedikit, aku benar-benar kaget demi apapun. Kedua mataku terpejam sambil sebelah tanganku mengusap dadaku berkali-kali, mencoba menenangkan jantung yang berdetak kencang.
Sudah berapa lama ia duduk disini?
Bisa-bisanya aku tak sadar.
"Maaf, aku mengagetkanmu." Ucapnya dengan wajah lugunya.
Aku menelan ludahku kasar, dan perlahan membuka mataku, sebisa mungkin aku menghindari tatapan matanya, aku melirik pintu yang ternyata ia tutup.
"Sejak kapan kau disini?"
"Aku ingin bicara."
Bukannya menjawab, ia malah mengutarakan apa yang ingin ia katakan.
Aku tak menjawab apa-apa, aku memilih untuk berdiri dan segera keluar dari kamar, aku tidak mau usahaku yang menghindarinya selama ini sia-sia, lusa adalah hari pernikahan mereka, aku tidak ingin mengacaukan hari bahagia itu.
Namun, baru satu langkah aku melangkahkan kaki tapi ia sudah lebih dulu menarik lenganku hingga aku kehilangan keseimbangan dan langsung terjatuh kembali ke kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet You [Park Jimin]
FantasyCerita ini bukan kisah tentang cinloknya seorang CEO perusahaan besar dan sekretarisnya, bukan pula tentang perjodohan bisnis anak-anak konglomerat. Melainkan sebuah kisah dimana seorang atlet volly wanita bernama Kim Hyerin yang tak sengaja terses...