Chapter 37 - Gone [지나간]

244 42 3
                                    

Pikiranku benar-benar buntu, menerka-nerka hal yang tidak-tidak dan menerawang ke hal-hal yang belum pasti. Memangnya kemana pria itu disaat istrinya tengah sekarat dengan kondisi yang mengerikan?

Aku bahkan sempat berpikiran jahat mengenai Jimin sebelum aku mengetahui cerita yang sebenarnya.

Aku tak ingin mengutarakan pikiran jahat itu, biarlah kalian sendiri yang menerkanya dalam hati. Namun salah, apa yang aku dan kita pikirkan bukan kenyataannya.

Jimin, pria itu ternyata dibawa ke rumah orang tuanya tadi malam setelah orang-orang desa pulang dari menjenguknya, dengan tujuan agar Jimin bisa dirawat oleh orang tuanya dan cepat pulih, karena mengingat Aeri yang sedang hamil besar dan sulit melakukan ini itu untuk mengurus Jimin sendirian, jadi mereka berdua menginap di rumah keluarga Park.

Dan ya, kejadian mengerikan itu terjadi saat Aeri pulang sebentar untuk mengambil barang Jimin yang lupa dibawa. Tidak ada yang menemani Aeri sebab semua orang di rumah sedang sibuk, termasuk Jiwoo yang sedang tidak di rumah, jadinya ia pergi sendirian ke rumah mereka untuk mengambil barang Jimin.

Toh, tidak ada yang menduga ada orang jahat yang akan melakukan hal seperti ini bukan?

Walau ini jelas sebuah pembunuhan!

Yang hanya bisa aku dan Jungkook lakukan tadi hanyalah memanggil orang-orang untuk minta tolong. Reaksi dan ekspresi mereka bahkan lebih terkejut dari kami, terutama keluarganya yang seperti orang kerasukan karena kehilangan, mereka meraung dan memberontak saking tidak percaya dengan apa yang terjadi pada putri dan kakak mereka.

Jimin yang sakit pun sanggup berlari untuk pulang bersama keluarganya juga. Namun anehnya Jimin terlihat tidak begitu kehilangan, tidak ada air mata sama sekali yang keluar dari matanya disaat anak dan istrinya meninggalkannya, ia seolah acuh namun tetap berusaha nampak peduli. Ia membuatku bingung, sungguh.

Tangisan keluarga Aeri dan orang tua Jimin memenuhi ruangan selama berjam-jam, mereka bahkan seakan sanggup pingsan saat mendengar tabib berkata dengan pasrah bahwa nyawa Aeri sudah tidak tertolong.

Wanita itu pergi, untuk selama-lamanya bersama calon anaknya.

Tabib berkata bahwa ia diperkirakan sudah tiada lama sebelum aku menemukannya yang sudah tergeletak lemah di lantai. Jujur saja itu menyakitkan sekali, aku merasa sangat emosional karena aku juga sedang hamil, aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika itu menimpaku.

Sejak kejadian pagi tadi Jungkook jadi diam dan melamun selama berjam-jam, aku tahu saat ini ia sangat hancur dan kehilangan, namun melihatnya seperti ini membuatku khawatir akan kesehatannya. Aku tidak yakin apakah ia akan baik-baik saja ke depannya, dan disini aku sadar kalau cinta Jungkook pada Aeri tidak pernah main-main, ia sangat mencintai Aeri, tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Aeri di hati Jungkook.

Setetes air mataku kembali mengalir menjatuhi pipiku melihat Jungkook yang tengah terdiam dengan tatapan yang nanar, aku tidak tahu harus melakukan apa untuk menghiburnya.

Aku mengerti kalau ia butuh waktu untuk menerima kenyataan yang ada.

Selama pemakaman berlangsung, tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut Jungkook. Ia hanya melamun dan terus melamun dari awal hingga akhir sesi pemakaman, bahkan disaat orang-orang sudah mulai berhamburan untuk kembali pun ia masih setia duduk di depan makam Aeri sendirian, tidak peduli dengan hujan lebat yang mengguyur habis dirinya, ia tetap tak berniat beranjak sama sekali.

Ia yang diam bahkan lebih mengkhawatirkan dibandingkan jika ia menangis meluapkan kehancurannya, aku takut ia akan jatuh sakit jika seperti ini terus. Terlalu berlarut dalam kesedihan karena kehilangan tidak akan baik untuk kesehatan fisik apalagi mentalnya, ia harus tetap sehat untuk melanjutkan hidupnya. Aku tidak mau ia hancur hanya karena kehilangan, hidupnya harus terus berlanjut.

Meet You [Park Jimin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang