20. Target

87 15 10
                                    

"Haha! Tak kusangka anjing kecil yang disegani itu ternyata tak pernah membunuh mangsa! Ada apa denganmu? Jika tak berani membunuh, kenapa kau malah menjadi pemburu?" ejek Cakra di saat mereka kembali ke rumah dan kabar misi terselesaikan juga sudah sampai ke telinga Eldrick.

Agil ikut tertawa dan menatap Cakra yang sedang mengemudi itu. "Ya, kau benar! Aku tidak pernah membunuh sebelumnya, tapi jika kau pikir aku takut untuk membunuh, kau salah besar. Ada mangsa yang kutargetkan untuk kubunuh pertama kali!" terang Agil dan sudah membayangkan sosok yang ingin dibunuhnya untuk pertama kali.

Memang benar Agil tak pernah membunuh sebelumnya karena target yang sesungguhnya ia bidik belum tepat sasaran. Target yang seharusnya mati di tangannya pertama kali sudah ia putuskan. Agil adalah anjing kecil yang disegani karena kebolehannya dalam berkelahi, juga dengan menunjukkan keahlian bersenjata berupa pistol di depan semua kawan. Saat pertama kali memamerkan pistolnya, tentu Agil menunjukkan skill-nya itu dengan membidik benda mati, bukan manusia sungguhan.

Cakra tampak berpikir sejenak, sepertinya ia mulai mengerti situasi, sebuah arti akan sosok Agil yang kekanakkan, namun berani. Cakra cukup mengerti akan sosok Agil yang sangat ingin menjadi rekannya dan mencoba menarik perhatiannya dengan cara konyol miliknya.

"Apa kaumenargetkan ayahku?" tebak Cakra menatap sekilas ke arah Agil dan kembali fokus mengemudi.

Agil terdiam sambil memutar-mutar pistol di tangannya. Ucapan Cakra sepertinya tepat sasaran dan jika dikaitkan lagi, mungkin kejadian di rumah sakit saat ada kalajengking Agil tak berniat untuk mengusir kalajengking tersebut, tapi mengusir nyawa Diego. Bisa disimpulkan, mungkin waktu itu Agil sengaja membawa kalajengking untuk jaga-jaga, jika saja orang yang tak terduga melihatnya. Ya, seperti kehadiran Cakra tentunya.

"Wah! Ucapanku benar, ya?!" ujar Cakra lagi dengan suara dingin, "Jadi, orang yang kau targetkan itu adalah ayahku? Jangan bermimpi kau bisa membunuhnya karena sebelum kaumembunuhnya, kau sudah terlebih dahulu mati di tanganku! Bukankah sudah kuperingatkan untuk tidak macam-macam dengan keluargaku? Ingat itu baik-baik jika kau masih sayang nyawamu!" ancam Cakra selanjutnya.

"Tidak!" sahut Agil bersuara datar, ia menodongkan senjata miliknya ke kepala Cakra dan tersenyum miring.

Cakra mengerutkan dahinya dan mengeraskan rahangnya, kejadian seperti ini tak pernah terpikir olehnya. Tujuan Agil mendekatinya adalah nyawanya? Apa yang harus Cakra lakukan sekarang? Jadi, selama ini ia sering mengkhawatirkan makhluk perantara pengambilan nyawanya? Tentu Cakra gelisah dengan keadaan yang menimpa, pijakan gasnya semakin meninggi karena takut akan terbunuh di tangan Agil sebelum ia melampaui Diego.

"Dorrr!" ujar Agil dan tertawa sebagai sambungannya, "Kidding! Ekpsresi Kakak lucu sekali!" goda Agil selanjutnya dan melempar pistolnya ke jok belakang mobilnya.

Cakra meliriknya dengan tatapan mengerikan, di saat seperti ini Agil masih ingin memberinya candaan. Itu lucu bagi Agil, tapi tidak bagi Cakra, sepertinya Cakra lupa kalau anak itu memang suka bercanda, tapi Cakra tak lupa kalau ia adalah anak yang berbeda dengan seribu rahasia dibaliknya. Bisa saja bukan, kalau Agil memang menargetkan Cakra untuk yang pertama dibunuhnya?

"Stop, kidding me!" murka Cakra dengan menarik kelopak baju Agil dengan sebelah tangan karena satu tangannya harus ia pergunakan untuk memegang stir mobilnya, "Kenapa kau selalu bercanda? Ini bukan waktunya untuk bercanda, jika kau ingin membunuhku, maka lakukan saja. Jangan membuatku siap mati setengah-sengetah!" teriak Cakra dengan geramnya.

"You reminds me of my brother."

Amarah Cakra redah seketika, tangannya yang menempel di kelopak baju Agil ikut mengendur. Cakra menatapnya lama dengan wajah Agil yang sebaliknya, dengan hanya menatap lurus dengan hampa. Seharusnya Cakra yang mengatakan kalau Agil membuatnya teringat akan saudaranya. Entah kenapa ada rasa terluka dalam dadanya, membuat sesak disekitarannya, dan menimbulkan efeknya yang nyata ke bagian matanya.

"Hei, di depan!" peringat Agil saat Cakra hampir saja menabrak membatas jalan.

Buru-buru Cakra tersadar dari rasa anehnya. Ia memutar setir mobilnya segera agar kecelakaan tak terjadi di sana, buru-buru juga Cakra menghapus buliran air matanya yang hanya menetes sebelah. Ada apa dengan dirinya? Padahal biasanya melihat Diego dan Roy terluka, ia biasa saja karena pesan Diego selalu menjadi motivasinya agar tak menangis dalam situasi apa pun. Sialnya, hal yang sudah lama ia jaga agar tak tumpah itu malah harus terbuang sia-sia untuk orang yang membuatnya selalu tak tenang.

Cakra menghentikan mobilnya segera dan sedikit mencoba memaksakan dirinya untuk keluar dari sitausi seperti ini. "Kau saja yang mengemudi, aku merasa tidak enak badan!" titah Cakra dengan turun segera untuk meminta Agil saja yang membawa mobilnya. Bukan alasan benar yang Cakra berikan, melainkan pengalihan saja karena ia ingin menenangkan pikirannya untuk saat ini.

🐶🐶🐶

Di seberang sana, ada Diego yang baru saja keluar dari rumah sakit. Bukan karena penyakitnya yang sudah sembuh, tapi karena memang dirinya yang memaksa pulang. Cakra yang tak kunjung menjenguknya membuatnya tak betah, walau nyatanya Cakra pernah ke sana ketika Diego dalam keadaan tertidur. Awalnya Roy melarangnya karena itu akan membahayakannya, tapi Diego bukan orang penurut seperti itu, dia akan menolak jika itu adalah keinginannya. Pada akhirnya, Roy hanya mematuhinya saja tanpa tahu harus berbuat apa untuk ke depannya.

Sesampainya di rumah, Diego tak langsung ke kamarnya agar bisa beristirahat, melainkan menuju kamar Cakra untuk menemuinya. Sementara Roy ia tugaskan untuk membawa barang-barangnya selama di rumah sakit, ke kamarnya. Diego bahkan tak peduli dengan Roy yang menatapnya tak suka, jelas Roy tak suka dengan Diego yang memaksa pulang hanya akan merepotkannya saja. Berbeda lagi kalau di rumah sakit, di sana ada perawat yang akan mengurus Diego.

Saat Roy keluar kamar, matanya langsung bertemu dengan mata dua warna milik Diego. Roy menaikkan alisnya sebelah meminta pertanyaan kenapa orang itu berdiri dihadapannya dengan menghalangi jalannya.

"Ada apa?"

"Di mana Cakra? Apa dia sudah bertemu dengan keluarganya? Kenapa tak ada satu pun barang-barang di kamarnya?" tanya Diego.

"Haiss! Rupanya dia tidak memberitahumu, ya! Dia sudah pindah, bukan ke rumah orang tuanya, tapi ke rumah baru hasil dari usahanya!" terang Roy. Ia harus kembali kesal mengingat Cakra yang waktu itu pergi begitu saja, sekarang ia rupanya juga tak memberitahu Diego masalahnya.

"Rumah baru dari hasil usahanya? Memangnya apa pekerjaannya?" tanya Diego lebih lanjut.

"Woii! Apa kau amnesia? Apa kepalamu sempat kebentur? Jelas-jelas Cakra sud---"

"Sebentar!" potong Diego karena ponsel yang sudah lama tak digunakannya sekarang berbunyi di dalam saku celananya. Selama ini ponsel itu tentu saja Roy yang menyimpannya dan baru ia kembalikan saat tadi akan pulang dari rumah sakit.

Wajah Diego seketika masam dan mengangkatnya dengan mulut menggertak. "Apa? Jika ingin mati, katakan saja." tanyanya dengan suara dingin.

"Wah, Diego! Kau sama sekali tak berubah, ya! Mulutmu selalu saja kasar, kudengar kau baru saja keluar dari rumah sakit, ya?!" Suara itu terdengar mengejek dan tertawa di seberang sana. Dia adalah Eldrick tuan Diego juga.

"Katakan maumu! Aku tak ingin berlama-lama!" pungkas Diego dengan kesalnya. Salah jika Cakra berpikir Diego adalah anjing yang patuh terhadap tuannya, nyatanya Diego sama saja dengan Cakra yang selalu tak suka akan apa yang Eldrick lakukan.

"Baiklah! Baiklah! Apa kau sudah tahu kalau kau bukan lagi anjingku?!" terang Eldrick.

"Oh, begitu rupanya! Terserah kau saja dan jangan hubungi aku lagi untuk ke depannya karena suaramu membuatku ingin membunuhmu!" Diego sama saja dengan Cakra yang tak memandang dengan siapa ia berbicara. Baru saja ia ingin mematikan ponselnya, suara Eldrick terdengar mencegah yang membuat Diego urung untuk mematikannya.

"Tunggu!" larang Eldrick cepat, "Satu hal lagi! Terima kasih untuk anak anjingnya, Pengkhianat!" Kini keadaan berbalik arah, Eldrick yang mematikan ponselnya dengan sepihak.

Bersambung...

Hunting Dogs (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang