33. Mari Pulang

106 20 15
                                    

"Ti--dak perlu! Semuanya sudah berakhir ... dan aku sepertinya ... juga akan berakhir!" sahut Agil sangat pelan.

"Diam, aku tau kaubercanda, jadi jangan berbicara lagi!" ketus Cakra meski ia merasa memang tak tepat untuk Agil bercanda.

"Perpisahan lagi, ya? Aku ... benci perpisahan. Padahal kita baru saja dipertemukan, rasanya menyakitka---"

"Diamlah! Jangan mengganggu fokusku lagi!" potong Cakra tak ingin lagi mendengar lirihan adiknya.

Agil tergelak kecil. "Kau tahu ... ayah dan ibu selalu memanggilku Al, bukan Alby. Alasannya karena mereka menjadikan kita satu. Dengan memanggil nama Al, mereka pikir kedua anaknya akan datang bersamaan. Bagi mereka Alby dan Althaf telah menjadi satu semenjak kabarmu tak pernah mereka dapatkan ...." sambung Agil, meski Cakra telah melarangnya untuk berbicara. Uluran tangannya ia tarik kembali karena Cakra tak juga mengambil foto di tangannya itu.

Seperti yang Cakra ucapkan sebelumnya, suara Agil mengalihkan fokusnya. Tanpa sengaja Cakra menabrak pembatas jalan dengan sangat keras. Kepala Cakra langsung mengalami benturan karena kecepatannya yang cukup tinggi. Tetapi, bukan itu yang harus Cakra erangkan, tapi keadaan Agil.

"Kau baik-baik saja?" tanya Cakra langsung memutar tubuhnya menatap Agil yang sudah terjatuh dari bangkunya.

Tak ada jawaban darinya yang membuat Cakra turun dengan segera. Cakra pun mengeluarkan Agil dari dalam mobil karena memang mobilnya tak bisa lagi digunakan, sebab telah rusak akibat benturan. Cakra menyandarkan tubuh Agil di pintu mobilnya sambil menepuk pelan pipi Agil. Bukannya bangun, Agil malah melemahkan kepalanya seolah tak lagi punya kuasa menegakkan kepalanya lagi, napasnya juga tak lagi terasa.

"Woi, jangan bercanda!" teriak Cakra menggoncangkan tubuh Agil lebih kuat.

Sayangnya, Agil kali ini tak bercanda, diamnya adalah jawaban terakhir darinya kalau ia tak sedang bercanda. Matanya yang tertutup juga ikut menandakan kalau ia telah tiada. Tangisan Cakra kembali pecah dengan harapan terakhirnya kembali sirna. Penyelamatannya tak mendaptakan hasil yang semestinya, semuanya selesai dengan hanya hidupnya yang tersisa.

Harapannya yang telah sirna itu sedikit menyala kembali dengan menatap foto di tangan Agil yang masih digenggamnya. Foto dengan waktu pengambilan yang sama dengan pengambilan foto yang Cakra punya. Foto itu adalah harapan terakhir baginya. Sosok ibu yang kini tinggal sendirian di rumah sana yang pastinya masih menunggu hadir kedua anaknya, itulah harapan terakhir Cakra. Alamat dibelakang foto itu sudah cukup untuknya bertemu kembali dengan ibunya di sana.

Buru-buru Cakra berdiri dari duduknya, matanya menoleh sekitar yang mana ia tak dipedulikan seperti waktu ia kecil dulu. Semua orang seolah menutup mata saat ia mendapat musibah. Dari dulu sampai sekarang semua orang tak ada bedanya. Mereka semua egois dan tidak peduli akan penderitaan Cakra. Untuk itu, Cakra juga tidak peduli lagi dengan orang sekitarnya. Berdiri di depan sebuah mobil yang melaju adalah jalan terakhir yang dipilihnya.

Saat pemiliknya turun dari mobilnya, Cakra langsung memelintir lehernya karena yang Cakra butuhkan sekarang adalah mobilnya, bukan orangnya. Orang-orang disekitar mulai menghentikan laju kendaraannya dan mulai menatap penasaran. Apa sedari tadi mereka tidak melihat kondisi Agil hingga membuat mereka tak mempedulikan? Ingatan akan sosok satu-satunya yang peduli pada Cakra dulunya kembali terkenang. Saat dulunya hanya Diego yang mau membantunya dan sekarang orang itu sudah tak lagi ada. Cakra kembali diabaikan seolah orang-orang melihatnya sebagai sampah.

Terlepas dari itu semua, Cakra segera berlari menggendong Agil untuk dibawanya pergi sebelum orang-orang menghakiminya. Benar saja, sebagian orang-orang mulai menghalanginya hendak meminta pertanggungjawaban akan apa yang Cakra lakukan. Cakra tetap diam sampai Agil berhasil dimasukkannya ke dalam mobil yang entah siapa pemiliknya itu. Pukulan dari orang-orang mulai terasa semakin kasar dan membuat Cakra membalas satu di antaranya supaya mereka membiarkannya pergi dari sana. Cakra buru-buru memasuki mobilnya dan berniat menabrak siapa saja yang menghalangi jalannya. Syukurnya, semua orang menghindar karena mereka tentu lebih memilih nyawanya, daripada pertanggungjawaban Cakra akan korbannya.

Hunting Dogs (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang