24. Sudah dimulai

67 14 0
                                    

Tak ada apa-apa di sana, hanya sunyi sebagai pelengkap pada ruangan yang luas dengan dua orang duduk bersebelahan. Sunyi mengambil peran di sana tanpa ingin tergantikan dengan suara sekecil apa pun. Tak ada yang bersuara, pun tak ada yang ingin menyapa untuk sekedar mengusir sunyi. Akhirnya, untuk menutup semua yang berupa ruangan tanpa suara, Agil mengangkat tubuhnya untuk berdiri. Suara dentuman sepatu bertemu lantai menjadi suara pertama di tengah pekatnya sunyi.

Agil melangkah meninggalkan Cakra di sana, rasanya berada di dalam kesunyian membuatnya tak betah. Untuk itu, mungkin berada di kamar akan menghilangkan semuanya, begitu pikirnya. Agil serasa ingin berbicara, namun sulit untuk diungkapkannya. Masih ada kata yang masih harus ia rahasiakan, juga ada kata yang ingin ia sampaikan. Sayangnya, kata yang ingin ia sampaikan harus ikut menjadi rahasia karena perasaan ragu yang ikut andil dalam dirinya.

"Hei, kau! Kenapa tak lagi mengajakku berbicara?" ujar Cakra untuk pertama kalinya bersuara.

"Karena tidak ada yang ingin kubicarakan denganmu," jawab Agil sebisanya.

Cakra ikut berdiri mengikuti langkah Agil menaiki tangga. Memang benar hubungan mereka menjadi tidak baik-baik saja semenjak pengakuan akan target Agil yang sebenarnya beberapa hari yang lalu. Bahkan untuk berbicara pun rasanya ini pertama kalinya semenjak kejadian itu. Tentu mereka pernah berbicara selain itu, tapi itu hanya sekedar ucapan rencana saat ada misi saja. Tak ada kata lain selain rencana yang pernah mereka bicarakan. Jadi, ini untuk pertama kalinya mereka berbicara di luar misi.

"Aku memang memperingatkanmu untuk tidak menyentuh keluargaku, tapi jika kau menyetujuinya, aku tidak akan menganggapmu musuh. Jadi, berhentilah bersikap demikian terhadapku!" ujar Cakra dengan langkahnya yang terus mengikuti Agil hingga sampai di depan pintu kamarnya.

"Daripada itu, lebih baik kaukunjungi ayahmu sekarang. Kau tidak ingin menyesal 'kan, kalau saja ayahmu mati sebelum kau bertemu dengannya?" ucap Agil yang masih membelakangi Cakra dengan tangan tertahan di gagang pintu.

"Ya, aku memang ingin mengunjunginya dan itu sudah kulakukan, tapi aku tak menemukannya di rumah sakit kemaren. Mereka bilang, ayahku sudah pulang dan aku tidak menemukan siapapun di rumah saat itu. Di saat aku pulang ke rumah ini, aku rasanya juga tak menemukan siapa pun karena kau seolah mayat hidup yang tak bisa diajak berbicara," terang Cakra berkata sesuai dengan hatinya kali ini.

Gagang pintu kamarnya akhirnya Agil buka juga, kakinya melanjutkan langkah menuju ranjangnya. Ada yang salah pada dirinya, menatap Cakra pun ia seolah tak ingin. Membiarkan begitu saja langkah saudaranya itu ikut masuk ke dalam kamarnya. Seolah tak peduli, Agil dengan tak sopannya menidurkan dirinya di sana dengan memejamkan matanya segera. Agil merasa lelah dengan drama hidupnya yang selalu menimbulkan kesan buruk bagi dirinya. Mata itu terpejam bukan untuk tidur, tapi untuk menghilangkan bayangan Cakra yang semakin mendekatinya.

"Hei, kita ini laki-laki, jangan berdiam-diaman seperti perempuan! Aku tidak suka itu!" jujur Cakra dengan berdiri di depan cahaya lampu yang menerpa wajah Agil, hingga membuat bayangan dirinya menghalangi cahaya menusuk wajah Agil. Sejujurnya Cakra ingin melihat kembali sikap Agil yang dulu, bukan yang seperti ini, diam dan selalu berpandangan dingin.

Agil memutar tubuhnya untuk membelakangi Cakra. "Temui ayahmu sekarang, jangan sampai menyesali perbuatanmu sendiri! Aku tidak bisa menjamin kalau nyawa ayahmu akan aman!" ungkap Agil.

Cakra merdecak kesal. "Jadi, kau tetap ingin membidiknya? Apa kau tidak percaya dengan ancamanku? Apa kau anggap aku ini main-main? Juga, jangan membelakangiku saat berbicara!" kesal Cakra dan menarik kelopak baju Agil hingga membuatnya terduduk dari tidurannya.

Agil terpaksa membuka matanya. "Leave me alone!" ujarnya dingin dengan menyentakkan kasar tangan Cakra.

Cakra menggertakkan giginya sambil menarik Agil dari ranjangnya. Cakra sengaja mendorongnya dan memukul Agil tanpa aba-aba, matanya memerah menahan amarah dan juga kecewa. "Kenapa harus kau? Kenapa bukan orang lain saja yang menyimpan dendam pada ayahku? Kenapa harus kau yang menjadi musuh ayah dan membuatku ragu untuk melindunginya?" tanya Cakra yang tidak jelas entah bertanya pada Agil atau entah pada dirinya sendiri.

Agil tak mau kalah, dengan emosinya ia membalas pukulan Cakra. "Bukan aku yang membuat nyawa ayahmu tidak aman, tapi dia sendiri! Bahkan, jika aku diam saja nyawanya tetap akan terancam. Jangan bodoh, target seperti Diego bukan hanya aku saja yang membidiknya. Kau pikir hanya aku saja yang menginginkan nyawanya? Bukan! Banyak mata di luar sana yang ingin melihat nyawa Diego berpisah dari raganya!" teriak Agil mengungkapkan semua kekesalannya.

Cakra berkerut samar sebelum otaknya berhasil menterjemahkan semua ucapan Agil barusan. Setelahnya, mata Cakra menjadi bergetar gelisah mencari sudut mana saja yang mampu terjangkau oleh jarak matanya. Pada akhirnya, tanpa bicara dan tanpa diminta lagi Cakra keluar dari kamar Agil. Dengan terjemahan otak miliknya, Cakra menafsirkan kalau sekarang Diego dalam bahaya dengan banyak pemangsa berbahaya yang sedang mengincarnya. Untuk itu, Cakra harus segera menemuinya agar ia masih bisa menyelamatkan Diego dari ancaman dan jebakan-jebakan di luar sana. Ancaman yang mungkin sudah dipersiapkan oleh banyak pemangsa.

Baru saja membuka pintu, Cakra malah sudah dipertemukan dengan halangan pertama yang akan membuatnya tak bisa bertemu dengan Diego. Entah sebab apa lima orang anjing Eldrick mengawal di depan rumahnya dengan sangat ketat. Cakra yakin kalau di antara mereka bukan anjing biasa dan mungkin lebih tinggi darinya karena di markas sebelumnya Cakra rasa tak pernah melihat mereka. Tentu saja Cakra bisa menyimpulkan mereka adalah anjing Eldrick dari pakaian dengan tuksedo dark blue yang mereka kenakkan. Pakaian khas dari anjing-anjing Eldrick itu sudah tak asing lagi di mata Cakra.

"Ada apa kalian mengawasi rumahku?" tanya Cakra sekeras mungkin agar tak terlihat seperti orang lemah yang butuh pengawasan.

"Mohon maaf, Cakra. Bos Eldrick meminta kami untuk berjaga di sini agar kau tak ke mana-mana karena ada misi yang harus kaujalankan." jawab salah satu dari mereka.

"Misi? Kenapa harus ada pengawasan? Jika ada misi akan aku lakukan, tapi aku tak butuh pengawasan!" terang Cakra dengan nada suara berat miliknya.

"Maaf, kami hanya menjalankan tugas! Misinya juga belum ditentukan kapan waktunya. Jadi, kau menurut saja karena ini bukan misi biasa dan perlu persiapan yang sempurna." Yang tadinya menjawab kembali menjawab pertanyaan Cakra dengan santainya.

Cakra sungguh tak pengerti dengan misi yang mereka maksud, juga dengan pengawasan yang mereka lakukan. Misi macam apa lagi yang Eldrick inginkan? Banyak kejanggalan yang Cakra rasakan. Sepertinya ini bukan misi seperti biasanya, tapi mungkin misi yang lebih berbahaya dan harus tepat waktu sehingga membuat Cakra harus selalu sedia. Jangan sampai Cakra tak berada di rumah saat ini juga karena mungkin akan sangat menggagalkan misi yang akan dijalankan.

Agil ternyata sedari tadi menguping dari dalam sana. "Sudah dimulai, ya?!" monolog Agil karena ia sepertinya mengerti dengan apa yang Eldrick pikirkan.

Bukan hanya sekedar mengerti, tapi ia sudah sangat memahami kedepannya apa yang akan terjadi. Jangan lupa bahwa Agil juga menargetkan Eldrick dan dia juga sudah hampir mengetahui semua kehidupan Eldrick. Agil juga sudah punya rencana yang hanya ia sendiri yang tahu isi pikirannya. Seperti biasa, Agil adalah sosok misterus yang mempunyai rencana tersembunyi dibalik jati dirinya. Rencana yang entah akan berhasil atau mungkin berakhir dengan kegagalan nantinya.

Agil berjongkok di depan ranjangnya dan mengambil sesuatu di sana. Yaitu, sebuah pistol ukuran kecil dan juga bukan pistol biasa yang ia gunakan dalam menjalankan misi-misinya. Ini adalah pistol berbeda dan sepertinya belum pernah ia pergunakan satu kali pun. Dengan menyelipkannya di pinggangnya, Agil turun dengan cepat ke luar sana untuk menemui Cakra dan lima anjing lainnya.

Kedatangan Agil bermula dengan tendangan kanannya yang datang tiba-tiba mengenai salah satu dari mereka. Cakra bahkan tak sempat menyadari kalau Agil baru saja melewatinya dan datang dengan penyerangan seperti itu. Untuk saat ini Cakra bisa melihat dengan penuh perhatian bagaimana cara Agil berkelahi selama ini. Sangat mengesankan dan terlalu lincah dari yang mampu mata Cakra tangkap pada misi-misi sebelumnya. Tentu karena ia harus membagi fokus dalam misinya dan membuat gerakkan Agil tak begitu dikenalinya. Sekarang akhirnya ia bisa melihat kalau Agil bukan anjing kecil biasa yang bisa ia diremehkan dengan ancaman. Sepertinya Cakra akan mudah kalah dari Agil jika Cakra benar-benar memaksa untuk membunuh Agil agar tak membunuh ayahnya.

"Hoi, tak ada waktu untuk berdiam diri. Temui saja ayahmu sekarang! Ada kebenaran yang harus kau dengarkan darinya langsung! Cepat!" titah Agil di sela-sela perkelahiannya.

Bersambung...

Hunting Dogs (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang