25. Pilihan

61 14 14
                                    

Cakra akhirnya bisa lolos dari mereka yang dicoba hadang oleh Agil, entah apa tujuan Agil, Cakra juga tidak tahu dan justru mengikutinya begitu saja. Mungkin benar kalau Diego dalam bahaya dan entah apa pula tujuan Agil melawan para anjing pengawas di rumah. Padahal Cakra yakin kalau meminta izin pakai alasan yang tepat kepada mereka, mungkin mereka bisa mengizinkannya. Cakra bahkan tidak mengerti juga dengan cara Agil menyuruhnya pergi. Sejatinya yang ia tahu Agil sangat membenci Diego dan rasanya ia akan senang jika Diego sekarang ini dalam bahaya. Bodohnya, Cakra bahkan belum mengerti apa-apa tentang tujuan Diego ataupun tujuan Agil.

Sesampainya di rumah Diego dan Roy, Cakra menemukan pintu rumah itu terbuka yang membuatnya tak bisa berpikir jernih. Dengan berlari memasuki rumah itu, Cakra langsung menuju kamar Diego berada. Hal yang ia takutkan adalah Diego yang mungkin sudah tak bisa ia temukan lagi dalam keadaan bernyawa. Cakra takut akan perkataan Agil mengenai Diego yang nyawanya sedang terancam. Untuk sekarang Cakra masih belum siap kehilangan Diego sebagai ayah sekaligus keluarganya.

Cakra membuka pintu dengan sekuat tenaga, meski pintu itu tak terkunci sama sekali. Di dalamnya Cakra bisa melihat dua pasang mata menatapnya dengan dahi berkerut. Sepertinya mereka baru saja membicarakan hal yang penting. Cakra akhirnya bisa bernapas sedikit teratur saat melihat dua orang itu baik-baik saja. Hanya saja keadaan Diego mungkin tak sebaik kelihatannya. Raut wajah dengan berkerut itu seketika digantikan dengan sorotan tajam dari kedua pasang mata mereka. Entah hanya perasaan Cakra saja atau memang benar itu adanya.

"Ayah! Kau baik-baik saja?" tanya Cakra membuka mulut.

Diego mendekat dan membuat sorot tajamnya semakin terlihat, tapi pikir Cakra itu bukan apa-apa. Mungkin, Diego hanya kecewa dengan hadirnya yang telah di tunggu lama. Tetapi, berbeda dari dugaannya, Diego malah menamparnya dengan kasar dan itu tidak satu kali, tapi tiga kali. Cakra tak berani melawan karena mungkin kesalahaannya sudah terlalu besar menurut Diego. Tak apa, selagi Diego baik-baik saja, Cakra tetap akan menerima. Walau tendangan sekali pun yang Diego hadiahkan untuknya Cakra tak akan masalah. Jika pun diingat, tak pernah sekali pun tangan Diego menyakitinya dan ini untuk pertama kalinya. Sepertinya memang sebesar itu kesalahan yang Cakra perbuat hingga tangan itu pada akhirnya berlabuh juga di wajah Cakra.

"Sudah berapa manusia yang kau bunuh?" tanya Diego berusaha tenang dalam ucapannya.

Cakra yang sedari tadi menunduk mendapatkan tamparan Diego akhirnya berani mendongak. Sepertinya dengan menjawab pertanyaan itu, Diego tak akan lagi memarahinya dan mungkin akan memujinya. Jadi, Cakra menjawab, "Entahlah! Kupikir tak bisa dihitung jari lagi!" jawab Cakra dengan bahagianya menjawab demikian.

Kini, Diego melayangkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Cakra yang terbuka bebas. Hingga, Roy yang sedari tadi diam terpaksa harus ikut memainkan peran sebagai penengah antara Diego dan juga Cakra. Tangannya itu Roy pergunakan untuk menarik Diego menjauh dari Cakra yang semakin tak mengerti dengan keadaannya. Meski Roy sudah menengahi, Diego malah masih memberontak ingin memukul Cakra sekali lagi.

Cakra semakin bingung dan tak menghiraukan luka di wajahnya yang memerah dengan cepatnya. "Apa sebanyak itu masih kurang?" tanya Cakra.

"Apa katamu? Kurang? Anak ini ...."

"Samsul, tenangkan dirimu!" cegat Roy sekali lagi dengan Diego yang hampir hilang kendali.

Diego alias Samsul menarik napas kasar, di dadanya kembali terasa sesak melihat Cakra yang belum juga mengerti dengan keadaan. "Katakan, apa yang sering kuucapkan padamu!" titah Diego kepada Cakra.

Tak perlu berpikir untuk itu karena jawabannya sudah sangat dihapal Cakra. "Aku adalah permata dan Ayah adalah batu kecil yang harus aku singkirkan!" jawab Cakra.

Hunting Dogs (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang