"Jadi gimana kerjaan?" Laki-laki yang terlihat sudah menutup tubuhnya dengan selimut tebal itu tersenyum. Memandang perempuan yang sedang berdiri dibalik layar ponselnya, yang sepertinya sedang berada di dapur — entah untuk melakukan apa.
"Lancar dong, Yang. Lusa udah bisa balik kayaknya!" Jawabnya sembari tetap tersenyum pada wanita yang diajaknya berbicara. Berada di benua yang berbeda memang membutuhkan saling pengertian antara satu dan yang lainnya. Sleep call yang harusnya dilakukan oleh dua pihak, ini pun hanya bisa dilakukan oleh pihak yang satu karena adanya perbedaan waktu.
"Kamu udah ngantuk banget ya, Mas?" Dila bertanya kepada pacarnya yang matanya sudah terlihat kemerahan akibat menahan kantuk, sementara dia sendiri malah baru pulang ke rumah setelah seharian berada di kantor penerbitan.
"Di situ sekarang jam berapa?" tanyanya lagi, karena lelaki yang ditanyainya baru saja menguap dan belum menjawab pertanyaan sebelumnya.
"Jam 2, Yang." Rayhan berujar yang berhasil membuat Dila geleng-geleng kepala tidak percaya.
"Ya ampun, Mas! Udah mau pagi loh ini, kenapa nggak istirahat aja, hm?" dia meletakan ponselnya di atas meja di sebelahnya karena sedang mengisi air dari dispenser.
"Kangen!" Mati-matian Dila menahan senyum atas pernyataan Rayhan.
Mengangkat gelas yang sepenuhnya sudah terisi air, lalu meraih ponselnya dan berjalan menuju ruang keluarga. "Udah hampir nggak sadar gitu aja, masih aja bisa gombal ya!" Sindirnya sembari berjalan.
Rayhan di seberang sana justru tertawa. "Yang barusan itu loh perlu ngumpulin keberanian, yang. Masa iya malah responnya kaya gitu." Jelasnya memberitahu bahwa untuk konfes seperti barusan dia harus mengumpulkan keberanian terlebih dulu.
"Iya iya. Aku juga kangen kok sama Mas!" Tanpa malu-malu, Dila pun berujar jika dia juga merindukan pacarnya yang sedang ditugaskan di luar negeri.
"Tapi nggak gini juga kali Mas caranya."
"Kamu tuh perlu istirahat beneran! Bukannya malah telfon aku gini." Baru beberapa saat saling mengatakan rindu, tiba-tiba saja dia kembali memarahi Reyhan.
"Kalau kamu maksa ngehubungin aku gini terus kecapekan dan sakit gimana coba?"
Alih-alih diam, Rayhan justru tersenyum karena menyadari memang seperti itulah bentuk kepedulian Dila padanya. Mengekspresikan kekhawatiran dengan marah-marah dan seolah menyalahkan lawan bicaranya.
Dila terus saja mengoceh, sementara Rayhan hanya diam mendengarkan.
"Udah?" tanyanya setelah Dila diam dan mengambil napas karena terlihat kelelahan.
"Kamu makin cantik deh kalo marah-marah gini!"
Kontan Dila langsung mendongak dan melotot ke arah laki-laki tampan yang sedang mengobrol dengannya. "Jangan mulai lagi, ya!" Peringatnya sekali lagi.
Belum juga dia merespon pernyataan Rayhan, muncul seseorang yang tiba-tiba menarik kursi di seberangnya dan mendudukinya.
"Ngapain di situ?" tanya Dila sebelum menjauhkan ponselnya terlebih dulu.
Lawan yang diajak bicaranya itu hanya mengedikkan bahu, lalu menjatuhkan kepalanya yang kini menjadi menelungkup di atas meja.
"Bentar ya, Mas!" Dila memberitahu Rayhan untuk menunggunya sebentar, karena dia harus pergi ke dapur dan mengambilkan segelas minum untuk bocah yang entah kenapa sore-sore seperti ini masih nangkring di dalam rumahnya.
"Mau kemana, Dil?" belum juga beranjak, Rayhan sudah melontarkan pertanyaan yang berhasil membuatnya mengurungkan niat.
Dila mengklik ikon kamera agar berganti ke belakang. "Ngambilin minum Arjuna!"
Rayhan mendengkus. "Kenapa sih?"
"Jangan perhatian-perhatian sama dia kenapa, Dil!" Rayhan berujar agar Dila jangan terlalu perhatian dengan teman adiknya yang selalu ada di rumahnya. Rayhan bahkan sampai hafal karena setiap dia mampir ke tempat Dila, selalu saja ada Juna yang ada di sana.
Alih-alih mengikuti permintaan Rayhan, Dila justru tertawa karena menganggapnya terlalu berlebihan. "Ya ampun, Mas. Dia tuh udah aku anggap kaya Gavin juga. Nggak usah cemburu gitu deh!" Dila dapat melihat bahwa Juna baru saja melirik dirinya sebentar, sebelum akhirnya kembali ke posisi sebelumnya.
Rayhan mengangguk, sebelum akhirnya kembali berujar. "Ya udah deh iya." Responnya dengan setengah hati.
Dila tersenyum, sedangkan Rayhan justru cemberut. "Kalo gitu sekalian udahan dulu ya, yang. Mau tidur aja!"
Dila mengangguk. "Have a nice dream, Mas!"
"Hm... Love you!" Ucapnya sebelum akhirnya menutup panggilan.
***
"Minum dulu, Jun!" Dila menggoyang-goyangkan lengan atas Juna agar dia mendongak.
Arjuna terlihat terganggu dengan perbuatannya, lalu akhirnya mendongak dan menatap Dila. "Mbak Dil, nge date yok!"
Gadis yang sedang memegang segelas air itu seketika terdiam. "Lo kerasukan, Jun?"
Satu kalimat itu otomatis terlontar dari mulutnya karena perkataan ajaib bocah di depannya. Bagaimana mungkin tidak ada angin ataupun hujan, Arjuna yang kerap kali mengejeknya seperti Gavin tiba-tiba mengajaknya kencan saat dia sendiri tahu betul jika seorang Fadila sudah punya pacar.
Arjuna menggeleng. "Gue sadar kok!
"Kenapa? tiba-tiba banget?" Dila meletakkan gelas yang dipegangnya ke atas meja, lalu menarik salah satu kursi yang berada di sebelah Juna agar obrolan mereka terasa lebih nyaman.
"Soalnya lo cantik banget sore ini, Mbak."
Dila hampir saja melemparkan gelas berisi penuh air setelah mendengar pernyataan Juna. Bagaimana mungkin dia yang terlihat lepek setelah pulang kerja masih bisa dikatakan cantik seperti apa yang dikatakan Juna barusan. Itu berarti bahwa seorang Arjuna memang tidak sedang berbicara serius dengannya, dan hanya sengaja sedang mempermainkannya. "Dasar gila!"
"Gue denger ya, Mbak." Ucapnya tidak terima.
"Lah bener kan?"
"Siapa orang yang masih waras yang ngatain cantik orang yang baru pulang setelah seharian kerja?" Fadila menghela napas. "Dan kalo bukan orang gila, apa coba namanya orang yang berani-beraninya ngajak kencan orang punya pacar?" lanjutnya menantang bocah kelas tiga SMA itu.
"Gue bukannya gila, Mbak! Cuma tergila-gila sama lo aja." Jawabnya enteng sembari menaik turunkan alis.
Fadila menghembuskan napas. Menyemangati diri sendiri agar banyak-banyak bersabar karena kini tidak ada lagi Arjuna yang terlihat tidak bersemangat seperti tadi. Kini laki-laki yang sedang mengobrol dengannya, sudah berubah dan kembali menjadi bocah yang jahil yang hobi mengganggunya.
Lagi-lagi Dila hanya bisa geleng-gelengkan kepala mendengar penuturan Juna. "Lihat gue deh, sini!" Dila meletakkan ponsel yang tadi masih dipegangnya di atas meja, lalu menyuruh Arjuna yang duduk di sampingnya untuk memperhatikan baik-baik apa yang akan dia katakan.
"Lo kenapa? nggak panas kok!" Dila mengatakan keherannya setelah menempelkan telapak tangannya di kening Juna. Biasanya seorang Arjuna memang sering melontarkan candaan padanya. Hanya saja biasanya tidak sampai ke tahap cringe seperti ini, sehingga dia pun cukup heran.
"Gue kayaknya suka sama lo, Mbak!" Ucap Juna yang membuat Dila kaget dan menurunkan telapak tangannya seketika.
Lalu tanpa mengindahkan pernyataan Arjuna, Dila justru bangkit berdiri dan berkata, "Ngobrol sama lo cuma bikin gue jantungan, Jun!"
"Mending gue ke kamar aja. Bye!" Lanjutnya membuat Arjuna terbengong.
Selama lebih dari tujuh belas tahun hidupnya, baru kali ini pernyataan cinta seorang Arjuna Dewantara diabaikan begitu saja oleh seorang wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Berondong
Random"Tadinya gue penasaran banget kenapa cowok-cowok suka ngeliatin cewek yang lagi ngucir rambut." Dila menengok ke arah samping, dan menemukan Juna yang kini sedang berdiri bersandar di samping kulkas dan menatap ke arahnya. Tak menanggapi dengan perk...