Bagian 31

686 46 0
                                    

Sebenarnya Dila agak bingung dengan aktivitas Juna yang banyak. Entah berapa banyak kegiatan yang dilakoninya, sebab selain menjadi anak band, ternyata dia juga mengambil part time menjadi seorang barista.

Ini bocah emang hobi cari duit atau emang butuh?

Tapi dari gayanya, kayaknya emang hobi aja.

Dia mengingat kembali kondisi Juna. Selain sepeda motor, dia juga punya mobil. Ponselnya pun bukan yang murahan, malah justru tipe yang lebih mahal dibandingkan dengan dirinya. Kehidupan sehari-harinya pun tak terlihat berhemat, lalu kenapa dia banyak mengambil pekerjaan?

"Berapa?" tak ingin menanggapi candaan Juna, Dila berujar. Dia tak ingin diledek karena menuruti saran dari Juna sehingga memilih untuk cepat-cepat meninggalkan meja kasir.

"Spesial buat calon pacar gratis." Beruntungnya tak ada orang lain yang sedang mengantri di belakangnya. Jika sampai ada, Dila pasti merasa malu luar biasa.

"Jangan sembarangan. Lo lagi kerja, jadi gak boleh gratisin pelanggan."

"Lo kan pelanggan istimewa, Mbak," Juna sedikit mencongkan tubuhnya. Membuat posisinya semakin dekat dengan Dila. "Gue bayarin pokoknya."

Dila menggeleng. "Gue gak nuntut lo ganti rugi, jadi biar gue aja yang bayar sendiri."

Bukannya menangguk, Juna justru tersenyum. "Kalau lo gak nuntut ganti rugi, berarti lo mengakui kalau gue beneran cakep ya?"

Dila terdiam. Merasa salah bicara karena berhasil membuat Arjuna menjadi besar kepala. Bukan maksudnya untuk mengakui fakta itu, sebab dia hanya merasa tidak enak jika harus dibayarkan oleh anak sekolah. Namun bukannya berpikir ke arah sana, Juna justru teringat dengan obrolan mereka melalui Instagram. "Jangan ke pedean,"

Juna masih terkekeh. "Percaya diri adalah sifat yang melekat pada laki-laki tampan, Mbak."

Dila mendengkus. Juna ini memang sudah di tahap yang berbeda. Istilahnya sudah another level jika berbicara mengenai tingkat percaya diri.

Seorang gadis tiba-tiba sudah berdiri di belakangku. Sepertinya ingin menikmati segelas kopi juga sehingga aku harus segera menyelesaikan obrolanku dengan Juna. "Ya udah kalau mau bayarin," akhirnya dengan setengah hati, Dila setuju. Dia tak ingin memberikan waktu yang lebih banyak pada Juna, sebab yang ada dia malah akan terus melempar flirting dan membuatnya kehabisan kata-kata.

"Makasih," setelah mengucapkan terima kasih, dia membawa kakinya untuk melangkah, Melirik ke keseluruhan isi kafe untuk mencari tempat duduk posisi tidak strategis yang belum diisi.

"Oke ketemu," gumamnya pada diri sendiri.


***


"Segelas caramel macchiato untuk pelanggan istimewa." Dila mendengkus. Tidak menyangka bahwa yang mengantar pesanannya adalah Juna sendiri, yang berarti bahwa dia pasti akan meledeknya. Lagi dan lagi.

"Terima kasih," jawab Dila. Lalu kembali fokus dengan layar laptop yang ada di hadapannya.

Juna menarik kursi yang ada di seberang Dila dan mendudukinya. "Lagi kerja ya, Mbak?"

"Hm," jawabnya acuh tak acuh.

"Berarti niatnya lama kan ya nongkrongnya?"

"Hm," lagi-lagi jawabannya singkat.

"Balik bareng sekalian ya, Mbak!" Kali ini Dila mendongak. Menatap lurus ke arah Juna yang terlihat yakin dengan perkataannya.

"Lo shift sampai jam berapa?" alih-alih menolak, Dila justru bertanya berapa lama Juna hari itu bekerja.

Juna pun diam-diam tersenyum. Dila tak lagi menolak ajakannya mentah-mentah, tetapi pelan-pelan mulai menerima. "Maksimal jam sembilan deh."

"Hari ini gue kerja empat jam aja." Lanjutnya.

Sebenarnya Dila cukup penasaran berapa jam kerja Juna sebenarnya. Namun jika dia menanyakannya sekarang, bisa-bisa bocah itu akan lebih lama duduk di sana. Padahal harusnya dia segera balik ke tempatnya, sebab kafe terlihat ramai. "Oke."

"Udah sana balik, ntar repot kalo ada pembeli." Dila tak ingin mengganggu pekerjaan Juna. Dia sudah cukup dewasa, jadi keberadaannya tidak boleh menyulitkan Juna. Apalagi sampai membuatnya kena marah karena bekerja semaunya.

"Lo serius, Mbak?" Juna yang terbiasa mendapat penolakan merasa heran. Perempuan di depannya benar-benar tenang, bahkan langsung mengiyakan ajakannya pulang.

"Lo gak lagi kenapa-kenapa kan?" lanjutnya takut-takut.

"Gue gak apa-apa, Juna. Udah sana balik kerja!"

My Sweet BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang