Bagian 21

840 51 2
                                    

"Kata gue mah dari pada buat nangis-nangis, mending tenaganya buat olahraga aja." Tulis Juna dalam pesan singkatnya.

Dila yang memang masih meratapi nasibnya pasca putus (dibaca menangis sesegukan di dalam kamar) membalas pesan dari Juna. "Siapa yang nangis? males banget nangisin cowok gak guna."

"Minimal kalau mau ngibul, suara sesegukannya dikecilin dulu, Mbak."

Anjir!

Dila langsung berhenti menangis. Apakah suara menangisnya begitu keras?

Memangnya di mana posisi bocah tengil yang suka mengganggunya itu?

"Lo di mana?"

"Depan kamar lo." balas Juna. Membuat Dila merasa malu karena sejak tadi dia bertingkah seperti orang kesurupan, yang pasti terdengar hingga dari luar kamar. "Sial!" umpatnya tidak sadar.

"Udah jangan nangis mulu. Ayo ke luar. Lari sore biar tenaga lo gak habis sia-sia." Belum sempat Dila membalas pesan sebelumnya, satu pesan baru muncul kembali di ruang obrolannya bersama Juna.

"Olahraga gak bikin sedih gue ilang, malah bikin makin capek." Mau mengelak sudah tak mungkin, jadi mengaku saja bahwa dia memang dari tadi menangis. Toh Juna juga sudah tau permasalahannya dari awal, jadi tidak perlu malu karena ketahuan menangis untuk orang yang bahkan tidak pantas.

"Kata siapa?"

Dila mendengkus. "Kata gue barusan." Sabar, sabar, sabar, terangnya pada dirinya sendiri.

"Nangis juga cape. Mending cape tapi badan jadi body goals. Lumayan jadi ada sisi positif yang bisa diambil dari sakit hati." Juna benar-benar di luar perkiraan. Caranya menghentikan tangisan Dila bisa dibilang cukup unik. Tidak menggunakan kata-kata menenangkan, tetapi dengan fakta yang bisa diterima dengan baik secara rasional.

"Emang bisa sekali olahraga langsung body goals?" berbalas pesan dengan Juna membuat Dila melupakan sejenak kesibukannya — menangis. Pesan balasan dari Juna selalu datang dengan cepat sehingga obrolan melalui teks yang mereka lakukan terasa efektif seperti saat bertatap muka.

"Siapa yang tahu."

"Tapi tetep aja, it's better to try more than never." Lanjutnya menambahkan.

"Ehmmm. Oke deh gue mau coba. Nangis berjam-jam cape juga ternyata."

"Bener kata lo, mending capek karena olahraga." Dila setuju dengan pernyataan yang dilontarkan Juna.

"Sip. Gue tunggu di bawah."


***


"Mbak."

"Iya?" reflek Dila karena Juna tiba-tiba memanggil. Pasalnya sejak mereka selesai melakukan olahraga, tidak ada yang mengeluarkan suara di antara keduanya.

"Mbak." Untuk yang kedua kalinya, Juna kembali memanggil.

"Kenapa?" bingung Dila, sedangkan Juna terlihat masih belum mengatakan apapun padahal sudah memanggil Dila sebanyak dua kali.

"Gak papa kok, pengen manggil aja." Cengir Juna. Membuat Dila yang sedikit menanti apa yang sekiranya akan dikatakan Juna memutar bola mata jengah. Mencoba untuk terlihat tidak kecewa dengan menutupinya dengan ekspresi yang seolah-olah mengatakan 'dasar gak jelas."

"Nanti malem jalan yuk!" Ujar Juna tiba-tiba. "Ada pasar malem lagi loh di alun-alun, pasti banyak jajanan." Seolah tau bahwa Dila akan menolak, Juna langsung mengeluarkan jurus bahwa akan ada banyak makanan yang bisa Dila beli.

"Gua lagi putus cinta, gak ada nafsu jajan kaya biasanya."

"Kemarin gue udah pergi bareng Gavin. Penjual jajannya ternyata lebih banyak dari yang sebelumnya. Ada jajanan-jajanan kesukaan lo juga Mbak, sosis bakar, siomay, crepes."

"Stop." Dila mulai goyah pendirian. Juna tahu betul bahwa jajanan adalah hal yang sulit ditolak oleh Dia, makanya dibandingkan mempersuasi secara langsung, dia memilih untuk menggambarkan suasana pasar malam yang sudah sempat dia tengok bersama Gavin cs beberapa hari yang lalu.

"Jam berapa?"

Diam-diam Juna tersenyum. Menarik kedua sudut bibirnya ke samping kanan dan kiri karena usahanya untuk menghabiskan waktu dengan Dila sepertinya akan berhasil. "Jam delapan deh, biar udah gak terlalu rame."

"Ntar gue jemput."

Dila hanya mengangguk. Namun diam-diam berpikir, kenapa dia merasa senang menghabiskan waktu bersama Juna? padahal saat ini harusnya dia sedang sedih karena putus dengan Rayhan yang sudah bersamanya bertahun-tahun.

My Sweet BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang