Manusia hanya bisa berencana, tetapi Tuhan lah yang memutuskan apa yang akan terjadi dengan rencana-rencananya.
***
Sudah hampir sepuluh menit sejak kepergian Rayhan, Dila dan Juna masih sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri. Tidak ada obrolan sama sekali, karena keduanya juga masih sibuk menikmati semangkuk bubur yang sudah dipesan.
Tidak lama berselang, suara getar dari ponsel Dila yang dia letakkan di atas meja berhasil menginterupsi. Menghilangkan fokus kedua orang yang ada di sana, sebelum akhirnya Dila memutuskan untuk menyudahi makannya dan mengangkat panggilan.
"Halo." sapanya pada orang di balik telepon. Dia sempat melihat Juna memandangnya sejenak, sebelum akhirnya kembali melanjutkan acara makannya.
"Iya, masih makan." Jawabnya kemudian. "Iya masih di sini." Lanjutnya saat Rayhan aka si penelpon menanyakan apakah Juna masih berada di sana atau tidak.
Dila mengangguk-angguk, sementara orang yang sedang dibicarakan, masih terlihat sibuk menyuapkan sendok demi sendok bubur ke dalam mulutnya.
"Kamu mau kemana emang, Mas?" kali ini Dila bertanya. Sebab Rayhan mengatakan bahwa dia harus segera pergi karena ada pekerjaan mendadak, dan meminta Dila untuk pulang sendiri.
"Aku ada pekerjaan mendadak, Yang." jelasnya dari balik telepon. Terdengar amat sangat menyesal karena harus meninggalkan Dila di tengah acara kencan pagi mereka. "Aku tadi udah coba nolak, tapi ini urgent banget. Malah aku disuruh langsung jalan."
"Kamu gimana, Yang?"
Meski sedih, lagi-lagi tidak ada yang bisa dilakukan oleh Dila. Tidak mungkin rasanya jika dia harus menghentikan Rayhan, sebab itu akan terlihat sangat egois dan kekanak-kanakan.
Dila menghela napas. Membuat Juna heran dan melihat ke arahnya. "Nanti gue jelasin." Dia sedikit menjauhkan ponselnya karena sedang berbicara pada Juna. Memintanya untuk menunggu karena dia pasti akan menjelaskan apa yang terjadi.
"Gapapa, Mas. Namanya juga kerjaan."
Jika boleh jujur, Dila sering merasa kesal dengan kantornya Rayhan. Tidak satu dua kali bosnya memberikan dia pekerjaan pada saat weekend sehingga agenda mereka menjadi sering gagal karena pekerjaannya yang selalu muncul secara tiba-tiba. "Kamu gak usah khawatir, Mas. Nanti aku bisa balik sendiri kok." Meski kecewa, Dila mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Sebab rasanya tidak bijak jika membuatnya khawatir, apalagi sampai merasa bersalah karena meninggalkannya seorang diri di alun-alun ini. Ya meski sebenarnya ada Juna sehingga dia tidak benar-benar sendiri.
"Kamu beneran gapapa?"
"Iya, Mas."
"Juna masih di situ?" lagi-lagi Dila mengiyakan. Faktanya Juna memang masih di sana, meski sudah terlihat selesai dengan urusannya bersama bubur. "Kamu balik sama dia aja ya? aku khawatir kalau kamu balik sendiri."
Dila memandang Juna yang kini juga memandangnya. "Gak papa emang?" tanya Dila memastikan. Sebab Rayhan biasanya sangat anti dengan Juna, tetapi kali ini malah menyuruh Dila untuk pulang bersama.
"Untuk kali ini gapapa, soalnya aku gak bisa nganterin kamu balik."
"Ya udah, kamu hati-hati ya." Pesannya sebelum akhirnya memutus panggilan.
***
"Kenapa?" Juna langsung bertanya ketika Dila meletakkan kembali ponselnya di atas meja.
"Mas Rayhan ada kerjaan mendadak, jadi harus pulang dulu."
"Lo ditinggal?" tanya Juna tidak percaya. Merasa sangat heran dengan perbuatan pacar dari perempuan yang kini sedang duduk se meja dengannya.
"Kan dia ada kerjaan, Jun."
Juna hanya menggeleng-geleng. "Lo bukan prioritas berarti, Mbak." Ujar Juna mengompori Dila. Entah berniat untuk bercanda, atau memang sengaja mengambil kesempatan di tengah kesempitan ini.
"Jangan mulai deh, Jun." Jawab Dila. Meski seolah tidak setuju dengan ucapannya, mimik wajahnya malah menunjukkan yang sebaliknya. "Namanya juga kerjaan mendadak, ya mau gimana lagi."
"Dunia orang dewasa rumit, Jun. Gak sesederhana yang lo kira." Dila memandang lurus. "Semakin dewasa kita harus semakin realistis,"
Juna menggeleng tidak percaya. "Maksudnya kerjaan lebih penting dari pasangan?"
"Bukannya dua-duanya penting?" tanyanya.
Dila mengangguk. Tanda setuju dengan apa yang Juna katakan. "Iya, tapi dalam beberapa situasi memang harus ada yang lebih diprioritaskan."
Meski lidahnya sangat gatal untuk menjawab, Juna mencoba untuk menahan diri. Dia tidak mau terlalu ikut campur dengan urusan Dila dan Rayhan, karena dia tidak mau dicap sebagai orang yang merusak hubungan orang lain.
Dia memang menyukai Dila, tapi dia akan mendapatkannya dengan cara yang baik. Jika tidak berhasil, maka dia percaya bahwa keduanya memang tidak berjodoh. "Sabar Jun, sabar. Pelan-pelan aja, kalau jodoh kan nggak bakal kemana."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Berondong
Разное"Tadinya gue penasaran banget kenapa cowok-cowok suka ngeliatin cewek yang lagi ngucir rambut." Dila menengok ke arah samping, dan menemukan Juna yang kini sedang berdiri bersandar di samping kulkas dan menatap ke arahnya. Tak menanggapi dengan perk...