"Lo masuk duluan aja Mbak, gue mau ngangkat telfon dulu." Dila yang baru menutup pintu mobil menoleh ke arah Gavin. Mengangguk mengiyakan, tanpa protes.
"Di dalem udah ada Vino. Lo inget kan sama orangnya?" lagi-lagi Dila mengangguk. Dia sudah hafal betul ketiga teman adiknya itu, jadi tidak akan terlalu sulit untuk mengenalinya di cafe yang cukup ramai ini.
"Gue masuk dulu ya," ujarnya. Meninggalkan Gavin yang kini mulai sibuk dengan orang yang diajaknya bicara melalui telepon.
"Mbak," Baru saja mengedarkan pandangan ke seluruh kafe, Dila merasa ada orang yang memanggilnya. Benar saja, sudah ada Vino yang berdiri sambil mengangkat tangan kanannya. "Di sini, Mbak." Lanjutnya.
Dila mengangguk. Lalu berjalan ke arah sebuah meja. Meja yang berada di sisi pojok cafe, dengan kursi yang berjumlah lima mengelilinginya. "Sori ya Vin, gue ganggu acara malam minggu kalian."
"Gapapa kali Mbak, santai aja. Malah seneng akhirnya ada cewek cantik yang ikut join circle kita." Jawabnya sembari tertawa.
Dari yang sering Dila lihat, teman-teman Gavin memang supel dan mudah bergaul. Dibandingkan dengan adiknya yang cukup cuek dengan orang baru, Juna, Bagas, dan Vino justru sebaliknya. Mereka seringkali bersikap ramah, apalagi jika dengan perempuan. Entah karena memang dasarnya easy going, atau hanya modus karena rasa tertarik kepada lawan jenis. "Kalian emang biasanya nongkrong di cafe gini?" Gavin tak kunjung datang, jadi Dila memulai obrolan dengan Vino. Tentu dia tak ingin terjebak rasa canggung, karena mereka hanya berdua di meja itu.
"Nggak juga sih, Mbak. Kadang juga futsalan, atau ngopi-ngopi di warkop."
"Ini karena si Juna sama Bagas ada jadwal manggung aja, jadi kita sekalian nongkrong di sini." Mendengar penjelasan Gavin, Dila langsung mengedarkan pandangan. Dia baru sadar bahwa ada suara band yang sedang mengisi acara, dan sepertinya itu adalah bandnya Arjuna.
"Loh, vokalisnya Bagas?" tanyanya tak menyangka. Selama ini Dila mengira jika Bagas adalah bocah yang sangat petakilan. Dia paling berisik diantara yang lain, tetapi di depan panggung dia terlihat seperti orang yang berbeda.
"Kelihatan beda ya, Mbak?" respon Vino. Dia tertawa melihat ekspresi wajah Dila yang kelihatan tidak menyangka.
Dila mengangguk. "Gue kira anaknya suka bercanda, kok tiba-tiba jadi serius begitu?"
"Namanya juga vokalis band Mbak, paling jago ngubah ekspresi."
"Cuma kalau yang udah kenal dia sehari-hari dan baru liat dia nyanyi, pasti bakalan syok sih." Dia kembali melihat ke arah panggung. Kali ini bukan untuk melihat Bagas, tetapi melihat Juna yang posisinya agak ke belakang. Matanya bersitubruk, kemudian Juna mengembangkan senyumnya. Membuat Dila sedikit terpana karena senyum yang diberikan Juna kelihatan menawan. Nggak mungkin kan selera gue udah ganti?
"Sori, lama." Gavin datang dan menarik kursi di sebelah Dila. Membuatnya kembali ke kesadarannya setelah terpesona dengan senyuman Juna.
"Siapa yang telpon?" tanya Dila.
"Adik tingkat."
Dila tak menanggapi lagi jawaban Gavin. Setaunya Gavin memang cukup aktif di sekolah, dan tidak mengherankan jika banyak adik tingkat yang masih membutuhkannya.
"Belum kelar juga mereka?" tanya Gavin pada Vino.
"Kayanya ini lagu terakhir."
"Lah, bukannya kalau nyanyi di cafe biasanya nyampe malem?" Dila menginterupsi obrolan keduanya. Sejauh yang dia tahu, menjadi band yang tampil di cafe biasanya sampai pukul sepuluh atau sebelas. Sedangkan kini belum ada jam sembilan, kenapa mereka sudah mau selesai?
"Ada dua band, Mbak. Dan kebetulan mereka udah tampil duluan. Dari sore." Jelas Vino.
Belum juga mereka mengobrol lebih jauh, suara seseorang berhasil menghentikan obrolan mereka. Sosok yang baru menjadi topik pembicaraan, tiba-tiba saja sudah muncul dengan cengiran khasnya. "Malam Mbak Dila ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Berondong
Random"Tadinya gue penasaran banget kenapa cowok-cowok suka ngeliatin cewek yang lagi ngucir rambut." Dila menengok ke arah samping, dan menemukan Juna yang kini sedang berdiri bersandar di samping kulkas dan menatap ke arahnya. Tak menanggapi dengan perk...