Bagian 32

683 46 0
                                    

Komen-komen!
Terima kasih


Dalam sejarah hidup Dila, tak sekalipun dia membayangkan akan pergi berkencan bersama teman adiknya sendiri. Menghabiskan waktu berdua, lalu mengobrol hal random untuk membunuh kebosanan. Bahkan yang sangat tidak dia duga sendiri, dia mampu menunggu bocah itu selesai bekerja hanya karena diminta menunggunya. Ini gue gak desperate karena baru putus cinta kan, ya?

"Gimana perasaan lo, Mbak?" Dila yang sedari tadi fokus memperhatikan langkah kaki menoleh. Menemukan Juna yang masih fokus dengan jalanan, yang berarti bahwa laki-laki itu mengucapkan pertanyaan tanpa menoleh ke arah Dila.

Dila kembali menatap kedua kakinya. "Baik-baik aja." Jawabnya seadanya. Saat ini perasaannya memang jauh lebih baik, bahkan cenderung sangat baik jika dibandingkan dengan sebelumnya. Entah karena waktu yang sudah menyembuhkan, atau keberadaan laki-laki di sampingnya lah yang membuatnya lebih mudah melupakan segala masalah-masalahnya.

Setelah mempertimbang apa yang terjadi, Dila sudah memutuskan untuk tak lagi menolak. Tidak lagi denial dengan kontribusi seorang Arjuna Dewantara dalam hidupnya, dan berjanji untuk mulai memandangnya sebagai laki-laki. Bukan sebagai adiknya lagi.

Juna menghentikan langkah kakinya. Membuat Dila juga melakukan hal yang sama, sebab sejak tadi mereka berjalan bersisian.

"Kenapa, Jun?" tanyanya heran. Dari ekspresinya, Juna pasti akan mengatakan hal yang serius.

"Gue mau ngomong penting, Mbak." Ujarnya. Tidak peduli bahwa mereka sedang berada di pinggir jalan raya, dengan lalu lalang kendaraan di sebelahnya.

Dila mengernyitkan dahi. Namun demikian, tetap mempersilahkan Juna untuk mengatakannya.

"Gue tau ini mungkin kecepetan, atau mungkin kurang pas timingnya." Dia mulai berbicara. "Cuma setelah gue pikir-pikir, sepertinya gue harus make clear first tujuan gue."

Ini sudah masuk bulan ke dua sejak Dila mengakhiri hubungannya. Juna rasa dia sudah memberi waktu yang cukup pada Dila, dan dia berencana untuk benar-benar berusaha untuk mendekatinya.

Dila masih diam. Dia mulai sadar kemana arah pembicaraan ini akan menuju, tetapi dia tak berniat untuk menginterupsi apa yang dikatakan Juna.

"Gue rasa lo sadar betul apa yang gue rasain, Mbak. Lo pasti paham kalau gue punya tujuan lain dari selalu peduli sama lo." Lanjutnya.

"Lo mungkin anggap gue kaya Gavin, tapi gue gak kaya gitu." Akhirnya apa yang ada di kepala Dila benar-benar kejadian. Juna membicarakan soal perasaannya padanya.

"Gue tertarik sama lo, Mbak. Gue suka sama lo, seperti rasa suka laki-laki dewasa kepada perempuan yang tidak terikat hubungan keluarga."

Semesta seolah mendukung pengakuan Juna. Tak ada lagi kendaraan yang lewat hingga Dila bisa memberikan atensi sepenuhnya pada Juna. Suara bising pun tak lagi terdengar, seolah di sana hanya ada mereka berdua.

Jujur Dila belum siap untuk menanggapi perasaan Juna. Dia masih bimbang, meski dia sudah sadar bahwa dia nyaman berada di samping Juna. Dia tak yakin mengartikan rasa nyaman itu sebagai apa. Apakah hanya karena sudah terbiasa, atau dia memang sudah mulai menyukainya.

"Jadi di kesempatan ini, gue mau nanya. Mau nggak lo ngelibatin gue di kehidupan lo ke depan?"

"Mau gak buat sembuh bareng gue? nikmati suka dan duka kehidupan bersama." Jika ada orang yang lewat, mereka tidak akan menyangka bahwa sepasang laki-laki dan perempuan yang berdiri di pinggir jalan ini sedang membicarakan soal hubungan asmaranya. Bahkan tidak akan terpikirkan bahwa sang laki-laki sedang menyatakan perasaannya.

"Gue tau lo mungkin belum ada perasaan sama gue, Mbak." Juna terlihat tidak seperti Juna yang biasanya. Dila bahkan tak mengalihkan pandangan, sebab merasa terhipnotis dengan pandangan laki-laki itu.

"Tapi bisa gak kasih gue kesempatan buat masuk di hidup lo? lo cukup sisakan sedikit ruang buat gue, biar gue yang berusaha untuk masuk ke sana."

"Gue mungkin gak bisa menjanjikan apa-apa, tapi gue akan selalu berusaha buat lo bahagia."

Ya Tuhan, kenapa jadi begini?
Gue seneng sih, cuma gue bingung.
Masa dari yang lebih tua langsung pindah ke berondong?

My Sweet BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang