Gavin memperhatikan Dila dan Juna dengan penuh selidik. Sejak keduanya datang dengan pakaian yang basah, kedua matanya tak berhenti memicing curiga. Dia sudah merasa aneh dengan interaksi keduanya sejak beberapa hari belakangan, tetapi hingga kini dia memilih untuk tidak mengatakan apa-apa.
Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya, dia merasa sedikit senang. Dia tidak buta bahwa keberadaan Juna lah yang membuat rasa sakit kakaknya lebih cepat sembuh. Meski bocah itu dulu cukup senang bermain-main, dia bisa melihat bahwa kali ini dia terlihat serius. Makanya dia membiarkan saja semuanya terjadi. Berpura-pura tidak tahu bahwa di antara keduanya pasti telah terjadi sesuatu.
"Kenapa bisa barengan?" tanyanya akhirnya. Di luar memang sedang hujan deras, tetapi dia sengaja duduk di halaman untuk menunggu kedatangan Dila. Sebenarnya dia juga sudah menawarkan untuk menjemput, tetapi kakaknya itu menolak dengan alasan ingin pulang menggunakan ojek online saja.
Namun yang kini ada di depan matanya, Dila justru terlihat berboncengan dengan Juna. Bahkan dia sempat melihat bahwa kedua tangannya melingkar manis di pinggang sahabatnya itu. Membuatnya semakin yakin dengan apa yang sedari kemarin dia pikirkan, bahwa sang kakak dan sahabatnya sudah memiliki hubungan.
Di sisi lain, sejak menyadari keberadaan Gavin, Dila terlihat kaget. Sedari tadi dia masih diam, tetapi dengan perasaan was-was karena takut ketahuan. Takut jika hubungannya dengan Juna yang baru kemarin terjalin akan diketahui oleh adik semata wayangnya, lalu dia tidak akan setuju dan mencoba memisahkan mereka.
Tentu saja, Dila tidak mau hal ini terjadi. Dia sudah yakin dengan perasaannya sendiri, dan dia akan mencoba semaksimal mungkin untuk mempertahankan hubungan mereka. Dia mau berjuang, seperti apa yang sudah Juna lakukan selama ini.
"Masuk dulu, Mbak. Ganti baju." Ujar Gavin. Melirik Dila yang memang basah kuyup, meski sudah menggunakan jas hujan.
"Lo juga. Pake baju gue di kamar." Kali ini dia bergeser ke arah Juna. Tidak seperti biasanya, nadanya sedikit tidak ramah. Pasti karena menemukan mereka yang pulang bersama tanpa memberitahunya.
"Kalau udah, nanti ke ruang tamu. Gue mau ngomong." Lanjutnya pada keduanya.
Dibandingkan dengan Dila dan Juna, sebenarnya Gavin justru yang paling muda. Namun di situasi ini, keduanya tidak bisa berkutik. Bahkan tidak menolak permintaan Gavin sama sekali. Hanya mengangguk mengiyakan, seolah apa yang dikatakan olehnya memang hal yang harus dituruti.
***
"Jadi apa yang mau kalian jelaskan?" tanpa basa-basi, Gavin langsung berujar. Membuat sang kakak kaget hingga membulatkan kedua matanya.
"Nggak usah bohong karena gue tau hubungan kalian udah gak kaya dulu lagi." Kali ini, dia terlihat sangat dewasa. Meski seorang adik, dia merasa punya tanggung jawab untuk melindungi kakaknya. Memastikan bahwa dia baik-baik saja dan tidak menemukan pasangan yang salah, lagi.
Dia cukup menyesal dengan kejadian sebelumnya. Dia terlampau cepat percaya dengan pilihan kakaknya, sampai tidak mencari tahu bagaimana sikap dan perilaku Rayhan. Sebagai seorang adik, dia merasa kecolongan. Bahkan hingga membuat kakak yang sangat disayanginya ini sakit karena sebuah pengkhianatan.
Juna menoleh ke arah Dila. Menyadari gadisnya gugup karena pertanyaan yang dilontarkan Gavin, diam-diam dia menggenggam tangan yang ada di sebelahnya. Berusaha meyakinkan lewat tindakannya bahwa semua akan baik-baik saja. Dia yang akan bertanggung jawab atas respon Gavin ketika dia memberitahu kejelasan hubungan mereka.
"Gue sama kakak lo udah jadian," jawab Juna akhirnya. Dia tidak mungkin bisa menyembunyikan hubungan mereka lagi, sebab dia tahu bahwa sebenarnya Gavin sudah tau. Dia tidak mungkin berbohong, karena nantinya malah akan memperkeruh keadaan. Toh dari awal bocah itu juga sudah tahu bahwa dia tertarik dengan kakaknya. Jadi tidak akan kaget jika tiba-tiba mengetahui bahwa mereka sudah memiliki hubungan, bahkan sudah berpacaran.
"Sejak kapan?" tidak ada kekagetan di antara nada suaranya. Bahkan tak ada emosi yang terlihat, hanya wajah datar yang tidak bisa ditebak apa yang sebenarnya dia rasakan.
Juna dan Gavin masih saling menatap. Sedangkan Dila? dia hanya bisa menunduk. Padahal dia yang paling tua, tetapi di situasi ini dia tidak memiliki keberanian untuk bersuara.
"Udah mau dua minggu,"
Gavin menghela napas. Ternyata dia terlambat sadar, karena dia baru merasakan keanehan di seminggu terakhir. "Lo serius sama kakak gue?"
"Kalau cuma main-main, mending lo tinggalin sekarang."
Mendengar perkataan adiknya, Dila langsung mendongak. Dia ingin menjawab, tetapi Juna mengeratkan genggaman di antara mereka. Dia juga menatap Dila dan menggeleng, seolah mengatakan bahwa dia cukup diam saja dan Juna lah yang akan mengatasi segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Berondong
Random"Tadinya gue penasaran banget kenapa cowok-cowok suka ngeliatin cewek yang lagi ngucir rambut." Dila menengok ke arah samping, dan menemukan Juna yang kini sedang berdiri bersandar di samping kulkas dan menatap ke arahnya. Tak menanggapi dengan perk...