Bagian 7

973 69 6
                                    

Pernah dengar istilah simalakama?

Dila benar-benar tidak menduga akan terjadi situasi awkward seperti sekarang Kedatangan tidak terduga bocah ini ternyata memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan atmosfer diantara dia dan juga Rayhan. Dia mendadak menjadi banyak diam sejak Juna bergabung dan duduk diantara meja mereka. Dan lebih parahnya lagi, Juna juga ikut-ikutan diam hingga seolah tiga diantaranya tidak saling mengenal.

"Kalian kenapa sih diem-dieman?" saking tidak tahannya, Dila akhirnya melemparkan kalimat itu secara terang-terangan. "Kenapa jadi nggak ada yang ngobrol gini?" lanjutnya sembari memandang Rayhan yang berada tepat di seberang, lalu berganti arah memandang Juna yang berada di samping kirinya.

"Capek Mbak, abis lari." Jawab Juna sedikit acuh. Dia bahkan tidak mendongak untuk menatap perempuan disampingnya, dan justru malah memilih fokus dengan layar ponselnya.

Dila mendengkus. "Kamu?" tanyanya pada Rayhan yang kini sedang menatapnya balik.

"Ada pengganggu, males jadinya."

"Mas!" tegur Dila karena tidak menyangka bahwa jawaban pacarnya akan se eksplisit ini. Tadinya dia pikir jawaban seperti ini hanya mungkin keluar dari mulut laki-laki di sebelahnya, tetapi ternyata justru dikatakan oleh Rayhan, laki-laki dewasa yang harusnya sudah paham betul situasi yang sedang dihadapi.

"Maaf." Dila mengangguk.

"Lo kenapa bisa sampai di sini?" Juna menoleh ke arah Dila dan tersenyum. Senyum yang sangat manis hingga berhasil membuatnya terpana selama beberapa detik.

"Ya naik motor." jawabnya ngawur. Entah memang tidak paham dengan maksud sebenarnya, atau memang sengaja menjawab pertanyaan Dila seperti itu untuk membuatnya kesal.

"Ya gue janjian joging sama anak-anak, Mbak. Tapi pada batal mendadak jadi akhirnya gue pergi sendiri." Lanjutnya setelah Dila memelototinya. "Udah siap-siap juga, sayang kalo nggak jadi pergi." Tambahnya setelah menerima segelas es teh dari salah satu pelayan di warung bubur ini.

"Gavin juga?"

Dia mengangguk. "Harusnya sih," gumamnya pelan.

Dila menerima mangkok bubur dari pramusaji, lalu memberikannya pada Rayhan. Menerima satu lagi dan menggesernya ke arah kiri, sebelum akhirnya kembali melanjutkan. "Kok dia nggak ada bilang kalo mau lari di sini juga? kan nanti bisa barengan berangkatnya."

Juna mengedikkan bahu. "Rencana kita dadakan, lo juga palingan nggak mau nungguin dia. Kan lo ke sini pergi kencan, bukan olahraga." Lanjutnya sembari melirik Rayhan.

"Aw!" Dila menggeplak lengan Juna karena berujar sembarangan. Tanpa tedeng aling-aling, dia langsung mengatakan padaku hal semacam itu. Ya meski tau Juna memang blak-blakan, Dila tak menyangka bahwa akan seterang-terangan itu.

Dila menghela napas. Belum juga perdebatan mereka di mulai, suara dering telepon dari ponsel Rayhan berhasil menghentikan kegiatan itu. "Halo..." Dila menoleh ke arah Rayhan. Bermaksud untuk menanyakan siapa yang menghubunginya di pagi weekend seperti ini.

Rayhan memundurkan kursi dan berdiri, lalu tanpa bersuara menjawab pertanyaan Dila. "Klien," ujarnya sebelum berlalu pergi dari meja. Mungkin keluar mencari tempat yang cukup sepi.


***


"Kenapa?" ujar Juna pada Dila. Sebab sedari tadi Rayhan pergi, dia memang tak berhenti memandanginya. Dengan penuh selidik.

Dila mengambil gelas es tehnya dah menyeruputnya sedikit. "Lo nggak sengaja ke sini karena tau gue juga di sini kan?" sejujurnya Dila masih sanksi bahwa pertemuan mereka ini tidak disengaja. Meski Juna terlihat sangat menyakinkan dalam membuat alasan, tapi instingnya mengatakan bahwa laki-laki yang lebih muda hampir tujuh tahun darinya ini sudah tidak berkata jujur.

Bukannya mengelak, Juna malah balik menatapnya. Tidak ada perubahan ekspresi yang cukup besar darinya, meski sudah dituduh Dila bahwa dia sengaja datang untuk mengganggu acara kencannya. "Lo pengen jawaban yang mana, Mbak?"

Dila mendengkus. Benar-benar harus menyetok kesabaran agar tidak emosi dengan Juna. Rayhan sedang tidak ada, jadi dia harus menahan diri. "Jawaban jujur lah, Jun." Dia menghela napas. "Lo kira gue nanya biar apa coba..." Lanjutnya menambahkan.

Juna mengangguk-angguk. "Kalau gue jawab emang sengaja lo percaya?"

Bukannya mengiyakan, Dila malah diam. Merasa sedikit shock karena tidak menyangka bahwa Juna akan menjawab jujur secepat ini. Padahal dia kira Juna tidak akan menjawab, atau justru malah bercanda seperti yang biasa-biasanya. "Lo beneran udah gila."

"Astaga Mbak, gue bercanda." Kali ini, dia kembali mengutarakan hal yang berbeda. Membuat Dila bingung karena jawaban yang diberikan Juna berbeda-beda.

"Gue beneran gak sengaja, Mbak. Gue emang ada rencana jogging sama anak-anak, tapi cukup mendadak." Jelasnya memulai. "Semalem udah pada oke di grup, tapi pas tadi gue tanyain lagi mereka pada belum bangun. Makanya daripada ga jadi, karena gue emang udah siap ya gue jalan aja sendiri."

"Nah kebetulan, pas tadi mau balik liat lo sama Mas Rayhan. Ya udah gabung aja."

Dila mengangguk-angguk. Meski masih sedikit sanksi dengan penjelasannya, dia mencoba untuk mempercayai. Toh alun-alun adalah tempat umum, jadi amat sangat wajar jika dia akan bertemu banyak orang yang dikenalinya, termasuk seorang Arjuna.

My Sweet BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang