"Udah lama, Mas?" Dila bertanya setelah mereka melepaskan pelukan.
Rayhan tersenyum memandang perempuan cantik yang ada di hadapannya. "Belum Dil..." Ujarnya sembari menarik salah satu kursi untuk diduduki Dila.
Setelah kegagalan malam mingguan tadi malam — yang entah sudah terjadi berapa kali, mereka lagi-lagi memutuskan untuk pergi joging saja di alun-alun kota agar kencan yang mereka lakukan menyehatkan.
Selain mereka yang memang jarang berolahraga karena sibuk bekerja, Dila juga merasa bahwa mengunjungi alun-alun di pagi hari seperti ini bukanlah ide yang buruk karena ia bisa melakukan wisata kuliner.
"Jangan makan banyak-banyak yang, inget kita belum jadi lari loh..." Rayhan memperingati Dila agar perutnya tidak protes ketika diajak berlari.
Dila hanya menyengir. Dari rumah niatnya memang hanya menemani Rayhan lari, sementara dia hanya akan melihat dari pinggir dan menikmati berbagai makanan yang dijajakan oleh para penjual.
"Nggak mau tau ya kamu harus ikut lari." Rayhan mencubit hidung Dila gemas. Dia paham betul jika cengiran yang ditunjukkan oleh pacarnya ini adalah sebuah signal bahwa Dila sedang merayunya agar membiarkan dia hanya sebagai pengamat olahraga. "Sekali aja ya?" Dila masih berusaha dengan menampilkan puppy eyes-nya.
Rayhan tetap menggeleng. "Seenggaknya dua kali deh." Bujuknya agar Dila mau mengikuti, karena dia memang termasuk salah satu orang yang sangat malas untuk melakukan aktivitas fisik. Dila adalah perempuan yang tidak mungkin pergi berolahraga atas inisiatifnya sendiri, apalagi untuk jenis olahraga yang di luar ruangan dan sangat menguras tenaga.
"Tapi yang sekali jalan kan?" tanyanya sembari mengangkat jari telunjuknya ke arah Rayhan.
Rayhan hanya tersenyum, mengacak pelan rambut pacarnya yang kali ini dikuncir kuda lalu mengangguk mengiyakan. "Ya udah ayo jalan..." ujarnya sebelum mendahului Dila berjalan.
***
"Mas ..." Untuk ketiga kalinya dalam lima menit terakhir, Dila mengeluh pada Rayhan. Alih-alih menepati janjinya untuk membiarkan dia berlari hanya satu putaran, nyatanya Rayhan tidak membiarkannya berhenti hingga dia hampir mencapai tiga putaran.
Rayhan menoleh ke arah belakang, tersenyum manis dan menggeleng. "Setengah puteran lagi ayo!" Dia berhenti berlari untuk menunggu perempuan yang sedang berjuang tidak jauh darinya. "Nanti kalo berhasil tiga puteran, baliknya aku beliin semua yang kamu mau yang." Lanjutnya menambahkan.
Mendapatkan janji seperti itu, kedua bola mata Dila langsung berbinar. "Kamu serius kan, Mas? nggak bakal bohong dan nggak kamu tentuin batas maksimal nominalnya, kan?" tanya Dila bertubi-tubi. Pasalnya menjadi pacar Rayhan beberapa tahun terakhir membuat dia hafal bahwa laki-laki yang kini sedang menyemangatinya ini terbilang sangat jahil. Jadi daripada dia menyesal, dia harus memastikannya terlebih dahulu seperti ini.
"Iya sayang... apapun yang kamu mau."
Tanpa menunggu lagi, Dila langsung berlari. Bahkan dia tidak menunggu Rayhan karena saking semangatnya untuk menyelesaikan setengah putaran.
"Akhirnyaaa..." ujar Dila saat baru meneguk air mineral di salah satu warung bubur ayam. "Ini Aqua paling enak sedunia yang pernah aku minum, Mas." Dila meletakkan botol air di tangannya ke atas meja, lalu melihat ke arah Rayhan yang sedang menatap lurus ponsel yang ada di tangan kanannya.
Tanpa melihat wajah Dila, Rayhan menimpali. "Kalo aku nggak salah inget, kamu baru bilang kaya gitu Minggu lalu pas kita baru makan bakso super pedas di depan komplek rumah kamu, Yang."
Dila meringis. Tidak menyangka bahwa pacarnya itu masih ingat kalimat-kalimat yang dia katakan sebelumnya. "Ya kan kemarin aku belum nyobain air ini, Mas." Dia mengangkat botol minum di depannya dan menunjukkannya pada Rayhan. "Sekarang yang terbaik jadi yang ini, baru deh yang kemarin itu nomor dua."
Rayhan hanya menggeleng. Sudah paham dengan sifat pacarnya itu hingga akhirnya memutuskan untuk bersikap biasa. "Ngomong-ngomong soal tadi malam, kamu ikut Gavin ke lapangan futsal?"
"Kok kamu tau?"
"Liat story temannya yang dia repost, terus ada kamu juga."
Dila mengangguk. "Iya, soalnya diajakin dia gitu. Jadi daripada di rumah sendirian, ya aku ikut aja akhirnya."
"Ketemu Juna di sana?" tanyanya sembari memainkan sedotan di dalam gelas es tehnya.
Dila mengangguk. Berpura-pura tidak sadar bahwa nada bicara Rayhan sudah berubah saat menanyakan perihal Juna, sahabat adiknya yang sudah seperti musuh bebuyutannya Rayhan. Sungguh dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada keduanya, tapi memang mereka tidak pernah mengobrol bahkan ketika duduk bersebelahan ketika keduanya sedang sama-sama mampir ke rumah. "Ya ketemu, kan dia temen main fustalnya Gavin."
Rayhan mendengkus, sementara Dila justru diam-diam tersenyum menikmati rasa cemburu yang ditampilkan Rayhan. "Cemburu?" todongnya to the point.
"Nggak!" Jawabnya acuh.
Dila mengangguk. "Ya udah kalo nggak cemburu, berarti aku nggak perlu cerita apa yang terjadi semalam sama aku dan dia."
Rayhan langsung melotot ke arahnya. "Dil!"
Belum juga Dila menjawab, suara panggilan dari seseorang berhasil membuat keduanya menoleh. "Mbak Dila!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Berondong
De Todo"Tadinya gue penasaran banget kenapa cowok-cowok suka ngeliatin cewek yang lagi ngucir rambut." Dila menengok ke arah samping, dan menemukan Juna yang kini sedang berdiri bersandar di samping kulkas dan menatap ke arahnya. Tak menanggapi dengan perk...