"Apa!" pekik kapten. Lalu dia menarik napas, mencoba tenang menurunkan nada, menjaga wibawa. "Kenapa?"
"Kapten, ayolah. Kami ini kru tank." Personel wanita bermata sayu menempatkan tangan ke dada. "Sedangkan sekarang kita tengah menghadapi pertempuran antariksa. Bukan misi permukaan, invasi planet, atau pengepungan markas bintang. Apa yang bisa kami lakukan?" Dia menggeleng.
Personel pria di sebelahnya menyilangkan tangan, memiringkan kepala. "Anda mau melontarkan kendaraan lapis baja ke angkasa lepas? Berharap kami menembak kapal musuh? Mustahil. Suruh skuadron pesawat tempur saja, itu memang tugas mereka," argumen pria itu disusul anggukan belasan lain di belakangnya.
"Percayalah. Aku tidak akan melakukan tindakkan gila seperti itu." Kapten tersenyum simpul, menggeleng.
Tatapan belasan orang nampak ragu mengingat wanita berpostur agak pendek itu lumayan nekat.
"Seperti yang selalu kapten Lumi bilang. Kita adalah keluarga. Walau memiliki tempat asal berbeda. Kita dipertemukan oleh takdir." Fristi bernegosiasi. "Tidakkah persatuan dalam keberagaman itu hal yang indah seperti bunga Eternarosiella? Ayolah." Dia tersenyum memelas, merajut jalinan jemari asli dan sintetis ke bawah dagu. Memohon tepatnya, mencoba menghindari konflik.
Pasukan aliansi sebenarnya bukan kubu homogen. Aliansi adalah kumpulan orang-orang dari berbagai tempat, latar belakang, kepercayaan, ideologi, doktrin ekonomi, pemerintahan, dan lain-lain, berkumpul oleh satu kesamaan. Mereka membenci tindakkan ototiter represif kekaisaran.
"Aku memang tidak peduli, apa kalian menganggap personel bagian lain sebagai rekan atau bukan. Tapi, kalian tetap adalah kru Nova. Kita pergi bersama, pulang bersama. Apapun keadaannya. Paham?" jelas kapten Lumine menatap serius.
Belum ada respon dari barisan.
Mungkin sudah sifat alami manusia selalu menjadi xenofobia. Seperti dua tetangga saling tidak suka, setiap hari bertengkar tentang hal-hal sepele. Sampai suatu saat, tiba orang asing di lingkungan. Dua tetangga memutuskan gencatan ribut, melimpahkan kekesalan terhadap pihak luar tersebut. Naik, satu daerah terhadap daerah lain, terus, negara, planet, hingga sekarang menyangkut seluruh sistem tata surya sekalipun.
Percayalah, kalau sampai umat manusia berjumpa dengan alien, aliansi dan kekaisaran akan membentuk konfederasi, memerangi habis-habisan makhluk beda spesies itu, kemudian, lanjut baku hantam satu sama lain.
Makro mendekat, berdiri di samping barisan. "Tuh, lihat. Para koki saja ikut." Dia menunjuk barisan juru masak memakai jempol. "Kalau semuanya berjuang bersama untuk menghajar armada kekaisaran, aku janji akan membuatkan makan malam yang enak nanti," rayunya.
Kapten terus memasang wajah seriusnya, menjulurkan tangan. "Kita bisa melakukannya, bersama. Dan, Makro juga sudah mau repot-repot memasak khusus buat kalian. Tapi, tentunya tolong, bahan-bahan disediakan sendiri."
Kru tank wanita meludah ke samping, buih saliva mendarat di permukaan metal.
Kelopak sebelah mata bawah kapten Lumine berkedut. "Baik! Cukup, kesabaranku habis! Letnan!" teriak kapten melengking. "Siapapun pembangkang akan ditembak!"
Diafragma lensa cybernetic bersama mata manusia Fristi terbelalak lebar, ia merapatkan bibir.
"Sesuai perintah anda, kapten!" jawab lelaki itu lantang.
Makro sigap menggerak-gerakkan tangan, mendorong, supaya orang-orang itu mau beranjak.
Letnan Roagal maju selangkah ke sisi kapten. Dia cekatan merogoh sabuk senjata (Holster), menarik sepucuk pistol berbasis proyektil standar aliansi dengan propelan nitrogliserin. Mengacungkan moncong laras ke atas tepat di samping wajah bermimik datar.
Ancaman membuat nyali barisan ciut. Sontak sebagian kru tank memekik. Mereka semua segera berlari menuju kapal. Satu dua berteriak 'kapten gila'.
"Entah kenapa, semakin hari aku merasa, bahwa kalian lebih mirip tentara kekaisaran daripada prajurit aliansi," ujar Makro mengembus menggeleng sambil berkacak pinggang.
"Tidak. Kita tidak sama dengan para penjahat itu." Kapten terpejam. "Tadi hanya akting, bukan begitu, nak?"
"Tentu, kapten." Letnan Roagal menyimpan pistol kembali. "Kalau memang sama seperti pihak kekaisaran, paling tidak sudah ada satu terkapar tadi." Dia mengangkat kedua bahu. "Aku beri tujuh dari sepuluh."
"Ka-kalian hanya bercanda rupanya. Hehe. Fiuh." Fristi mengelap keringat di dahi memakai kerah lengan seragamnya.
Kapten Lumine memegangi bahu Fristi, tersenyum. "Oh, jangan takut calon cyborg cilik. Manusia seperti mereka itu lemah."
"Ya. Sudahlah, yang penting mereka menurut," letnan Roagal menimpali.
Wanita berambut sepunggung dan letnan Roagal tersenyum bersama. Mereka berbalik, mendongak, tertawa singkat menghadap angkasa. Gertakkan berhasil. Pas betul kombinasi dua orang ini. Satu angin-anginan. Satunya ikut-ikutan.
Kapten Lumi, Roagal, Fristi, dan Makro gesit mendaki tangga masuk.
Interior berhias kesibukan di dalam lambung Nova langsung menyambut kapten beserta tiga petinggi kapal. Kru-kru bergerak cepat menyela lewat lorong-lorong koridor bersekat pintu-pintu baja berdinding komposit warna putih berlis hitam. Semua sisi standar berukuran dua kali tiga meter termasuk petak lantai bercampur peranti-peranti metalik gelap, tak lupa pola-pola struktur rumit yang jelas, ada fungsinya sendiri-sendiri.
Palka dan pintu menutup.
"Peringatkan aku, kalau sampai mereka membuat tawa jahat nanti," pinta Makro berbelok ke arah berlainan dari tiga rekannya, menuju ruangan kelola mesin.
"Oke." Fristi tersenyum menyatukan telunjuk dan ibujari prostetik, mengedipkan diafragma kamera mata. "Tapi, aku berharap, mereka tidak merencanakan apa-apa kali ini."
Fristi melirikkan pandangan, menoleh sesaat menatap punggung letnan Roagal dan kapten Lumi yang berjalan dahulu. "Semoga." Kemudian dia menyusul dua orang itu menuju ruang komando.
Debur mesin semakin kencang, bersamaan Nova mengambang, meninggalkan platform lapangan terbang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Lumine
AcakMengisahkan Alistia Lumine. Anggota militer kasta bawah yang selalu dipandang sebelah mata. Salah satu dari sekian banyak anak-anak terlantar korban tragedi masa lampau. Sekarang, menjabat sebagai kapten korvet aliansi. Lumine selalu bermimpi menjad...