“100.000km, bersiap memasuki pertempuran jarak dekat!” ucap Fristi.
Nova bersama armada satgas sayap kiri memecah formasi satuan menjadi tiga bagian. Masing-masing ujung V terdiri atas empat korvet dan dua fregat. Sementara penjelajah ringan mengisi titik tengah, dikawal oleh sepasang kapal perusak yang bertugas menyediakan dukungan tembakkan lebih berat.
“Novi, masuk mode kendali fase 2,” perintah Letnan Roagal. Dia mundur selangkah menjauhi konsol.
Struktur ruang komando bertransformasi. Level bawah naik sejajar. Artinya bilik pengendali turun menuju bagian lambung lebih dalam demi memberikan proteksi ekstra. Pemandangan jendela pantau berganti tayangan hologram virtual taktis menyorot dinding metal solid. Lagipula, desainer konyol mana menempatkan seksi pengendali di bagian eksternal yang terekspos, dan pastinya menjadi target rentetan tembakkan.
Letnan Roagal dan kapten Lumine sama-sama mengambil beberapa langkah ke pojok kiri. Fristi ikut lari centil menuju stasiun pos baru di sebelah kanan. Cuma Makro sendiri petinggi yang duduk santai tidak perlu sampai heboh.
“Ini kapten berbicara. Semua personel, berpencar!”
Seluruh kru Nova kalang-kabut, satu dua berteriak ketika bertabrakan dekat pengkolan koridor atau terpeleset waktu berpapasan. Mereka segera menempati ujung-ujung lorong, atau sudut-sudut kompartemen, tak berdekatan. Tujuan taktik jaga jarak adalah meminimalisir korban akibat dampak serangan yang berhasil menembus interior kapal. Ya, sederhananya, semoga beruntung di sebelah sana, kawan.
“Seluruh sistem persenjataan aktif. Menggerakkan antrean torpedo. Kapten, kita siap.” Letnan Roagal mengangguk tunggal.
“Fristi,” kata Kapten Lumi tidak menggerakkan ekspresi wajah.
“Ya?” Wanita itu menoleh, tersenyum kecil.
“Aku sarankan kau menutup telinga kalau kita sudah benar-benar bertatap muka dengan kapal kekaisaran nanti.”
Tatapan polos Fristi yang baru mau meraih sandaran tempat duduk berganti kebingungan. “Hah? Memangnya kenapa?”
“Kelitikkannya mungkin dahsyat,” tambah Letnan Roagal yang mimiknya meniru sang pimpinan kapal.
“Kelitikkan, apa? Maksud kalian adalah ledakkan, bukan?”
“Ikuti saja kata mereka.” Makro mengerak-gerakkan telapak di tampilan layar visual.
Letnan dan Kapten hanya tertawa jahat singkat, tidak memberi petunjuk lagi.
Senyuman petugas NavKom memudar. Fristi berkeringat, berharap bahwa paket spesial bukanlah senjata pulsasi magnetik untuk melumpuhkan perangkat elektronik secara parsial.
“Perhatian, menerima rancangan pola serangan.”
“Tampilkan di layar,” perintah kapten Lumine.
Simulasi hologram menayangkan Nova bersama grup satgas membanting setir tajam 90 derajat haluan kanan. Formasi sayap kanan aliansi membanting setir tajam 90 derajat haluan kiri. Tidak akan bertabrakan. Rombongan barisan membaginya menjadi dua lapisan, atas dan bawah.
Nova bersama rombongan melaju dalam formasi berjajar namun tidak dalam satu garis lurus untuk mengindari kalau kapal di depan tiba-tiba terhenti, maka kapal di belakang tetap bisa melaju tanpa harus melakukan manuver menghindar.
“Baik, kita akan bertukar posisi dengan bagian sayap kanan di tengah. Nak, berikan 10!”
“Aye! 10, siap.”
Korvet-korvet melaju sambil menembakkan rentaka dan rudal berbarengan. Satu dua kelas fregat ikut melesatkan peluru dari moncong-moncong meriam otomatis – mirip laras rentaka, hanya saja kalibernya sedikit lebih besar. Meski terlihat kalau mereka hanya menembak asal-asalan ke angkasa, sebenarnya tidak. Setiap bidikkan telah memperhitungkan lintasan yang akan diambil atau dilalui oleh kapal-kapal musuh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lumine
De TodoMengisahkan Alistia Lumine. Anggota militer kasta bawah yang selalu dipandang sebelah mata. Salah satu dari sekian banyak anak-anak terlantar korban tragedi masa lampau. Sekarang, menjabat sebagai kapten korvet aliansi. Lumine selalu bermimpi menjad...