Chapter 4 - Cuti Sejenak [Part-2]

2 1 3
                                    

“Memasuki zona arung sipil,” ujar Novi.

Kapten Lumine menguap.

“Novi, masuk mode kendali fase 1,” perintah Letnan Roagal. Dia mundur selangkah menjauhi konsol.

“Positif.”

Sorotan hologram tergantikan oleh petak-petak jendela pantau yang sebenarnya bukanlah kaca, melainkan lapisan metal transparan tembus pandang. Kesibukan lalu lintas antariksa di sekitar sangat kentara. Kapal-kapal berbagai warna dan ukuran simpang-siur ke segala arah mengelilingi struktur pelabuhan metal berdiameter beberapa ratus kilometer.

Nova merangkak pelan di ruang hampa. Menyela barisan kapsul-kapsul pemukiman penduduk berwarna putih cerah yang berotasi pada porosnya demi menghasilkan efek tarikan gravitasi artifisial. Mendekati mulut pelabuhan.

Fristi membalas lambaian tangan satu dua remaja di tengah rombongan dekat peron yang asik mengamati angkasa menggunakan teleskop-teleskop buatan tangan. Remaja-remaja itu bisa jadi sudah mulai mengamati Nova beberapa jam lalu ketika bertolak meninggalkan Kivyel.

Aliansi sejatinya memiliki jutaan satelit pengawas. Namun, tugas mengamati setiap penjuru antariksa mahaluas adalah hampir mustahil. Bayangkan sebuah satelit menyorot sepetak angkasa, kemudian membaginya menjadi sembilan kotak. Pilih satu kotak untuk diamati, lakukan perbesaran, ulangi pembagian. Pada suatu jarak fokus, satelit tersebut sesungguhnya bukan mengamati sepetak angkasa, melainkan setitik kecilnya saja.

Maka, aliansi memutuskan lebih baik merekrut mereka yang memiliki hobi menilik kosmos untuk melaporkan kalau ada temuan aktifitas antariksa mencurigakan. Tidak perlu mengetahui keadaan setiap helai daun juga serangga di taman. Lebih baik menyimak bunga-bunga serta pohon-pohon utamanya saja. Ya, sederhananya, aliansi enggan mengeluarkan sumber daya hanya demi mengamati sepetak tayangan statis membosankan.

“Ini koordinator stasiun pelabuhan SZ-11. Kepada kapal angkatan antariksa aliansi, harap respons,” kata seorang operator pria dengan nada sopan lewat jalur komunikasi suara.

“Ini KAAA-Nova. Kami mendengar anda koordinator stasiun pelabuhan SZ-11. Meminta izin untuk berlabuh,” balas Fristi menggenggam sebelah gumpalan headset.

“Ini koordinator stasiun pelabuhan. KAAA-Nova, kunci semua sistem persenjataan. Kalian memasuki zona arung sipil. Diulangi, KAAA-Nova, kunci semua sistem persenjataan. Kalian memasuki zona arung sipil.”

Fristi sejenak menegok Kapten. “Ini KAAA-Nova. Dimengerti.”

Kapten menoleh kepada Letnan Roagal. Tidak perlu mengucapkan perintah. Mimik suram baru bangun tidur yang terpatri jelas di wajah wanita itu membuat Letnan segera menekan cepat layar posnya.

“Lensa optik terkunci. Meriam hiperelektromagnet terkunci. Silo peluncuran terkunci. Novi, tarik dan kunci rentaka otomatis kita.”

“Positif. Mengunci semua sistem ofensif.”

Beberapa rentaka otomatis tersisa yang hanya digunakan untuk jaga-jaga kalau ada serpihan batu angkasa kesasar tertarik kembali menuju ruangan lambung kapal.

“Ini koordinator stasiun pelabuhan SZ-11. Konfirmasi visual. KAAA-Nova, silahkan ikuti antrean berlabuh. Selamat datang. Semoga hari kalian menyenangkan.”

“Ini KAAA-Nova. Terima kasih.” Fristi mematikan interkom.

Nova memasuki rel pelabuhan. Kaki-kaki sistem pengunci terpasang sempurna menahan badan kapal. Guncangan terasa sesaat.

Sepetak layar visual menampilkan wajah Marko. “Daya operasional mesin aman minimal tercapai.”

“Konfirmasi. Aksi berlabuh sukses,” ujar Novi.

LumineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang