Chapter 3 - Aliansi Melawan Kekaisaran [Part-3]

6 2 1
                                    

“Ini kapten berbicara! Nova akan segera melakukan lompatan! Seluruh kru, berpegangan!” perintah kapten Lumine. “Novi, atur lompatan menuju koordinat antariksa yang ditandai. Fristi!”

“Aye!” Fristi menjentikkan jari.

“Positif. Mendesain jalur lintasan. Mengkalkulasi jarak dan waktu tempuh. Selesai.”

“Makro, berikan mesin lima ratus, lensa optik seratus, simpan sisanya untuk menjalankan mekanisme normal!” Wanita itu segera menempati bangku komando, mengenakan kacamata taktis berwarna biru muda semi transparan.

Aye! Lima ratus mesin, seratus lensa.”

Masing-masing reaktor sebenarnya mampu terpacu paksa hingga batas dua kali lipat, artinya kapasitas total maksimal keluaran Nova adalah 800%. Tidak ada masalah. Kecuali kalau mesin sampai tiba-tiba mati di tengah jalan.

Para kru berteriak panik, segera menjatuhkan barang bawaan, menghentikan aktivitas. Mereka membenturkan punggung menuju dinding kompartemen kapal, tiarap, tengkurap, telentang pada permukaan lantai. Mengaktifkan segera mekanisme kunci magnet di seluruh seragam. Atau benar,... berpelukan, saling merangkul kalau mendapati bahwa ruang gerak sayangnya sedang tidak memadai.

Mesin meraung tambah kencang. Penerangan seluruh interior kecuali ruang komando menyala merah, sirine berdengung tanda peringatan waspada. Sementara kalau mengamati pengelihatan visual kaca jendela pantau, tampilannya menjadi berbayang karena lengkungan gravitasi semakin kuat, sedikit membelokkan lintasan cahaya di sekitar Nova.

“Perhatian, daya mesin mencukupi. Siap melompat,” terang Novi.

Makro memutar kursi kerja seratus delapan puluh derajat, kemudian mengangkat dan menghentakkan sebelah kaki pada lempeng metal untuk memantapkan postur, lalu menggenggam erat peganggan di pojok belakang stasiunnya. Letnan Roagal segera menaikkan kursi, melompat duduk, mengikuti Fristi yang mengencangkan sabuk. Kapten menggenggam kemudi dengan dua tangan.

“Menembakkan optik,” kata Letnan Roagal seraya mencengkeram sandaran tangan di bangkunya.

Nova menembakkan laser menyala terang. Warnanya mendekati oranye. Tembakkan yang lebih bertenaga daripada sebelum-sebelumnya.

“Tiga, dua, satu, lompat!” ucap kapten mendorong tuas kendali maju.

Kapal kapten Lumine menyusul belasan kapal korvet dan fregat. Mereka menghilang, meninggalkan posisi awal. Menaikan kecepatan signifikan secara instan mendekati satu per enam laju C. Efeknya terasa bagaikan di dalam kendaraan yang tiba-tiba tancap gas. Seperti mengendarai wahana cepat, atau kegiatan ekstrem menumpang kotak kargo kiriman melewati lengkungan rel orbit (Satu ini ilegal, dan termasuk kejahatan sebenarnya). Entahlah, apapun aktivitas atau olahraga berkecepatan tinggi lain.

Lambung kapal berderit, dinding-dinding dan sekat-sekat kompartemen menderita vibrasi lumayan hebat. Benda-benda, juga orang-orang yang terlambat bersiap seketika berterbangan ke sisi berlawanan arah lompatan gravitasi, sebab mayoritas bagian kapal tidak memiliki perlengkapan giro penstabil layaknya ruangan komando. Drone-drone utilitas ikutan terhempas.

“Membersihkan jalur depan.” Novi terus menembakkan laser, membakar dan mendorong menjauh segala objek pengahalang yang mungkin dapat melubangi kapal kalau sampai berbenturan. “Kecepatan 49.521 km per detik, relatif mendekati satelit K-57.”

Beberapa awak mengenakan seragam kombat berusaha sekuat tenaga memiringkan kepala – refleks alamiah biarpun kondisi helm statis, tak bergerak – saat drone bersama lempengan baja tampalan terpelanting ke arah mereka. Para kru terdiam dalam pose menggelikan, namun enggan banyak komentar, menfokuskan kekuatan untuk menempel pada sepetak dinding, atau tengukrap di lantai bagaikan cicak. Tak mampu berkutik melawan gaya kelajuan kapal.

LumineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang