“Hey, apa ini?” Makro berseru lewat jalur komunikasi suara. “Ada kargo baru. Baru ditransfer ke Nova persis sebelum kita naik tadi. Aksesnya terbatas. Hanya boleh dilihat oleh Novi, Kapten, serta Kepala SenPer?”
Fristi menegak ludah. Tidak mau berkomentar. Apapun isi kargo tersebut, dia tahu bahwa itu adalah rencana mereka.
“Kapten, apa ini?” Makro mengulangi.
Kapten Lumi dan Letnan Roagal kompak tidak buka suara. Langsung saling lirik. Keduanya mengusap-ngusap tangan dekat wajah masing-masing, terkekeh.
“Apa mereka barusan membuat tawa jahat?” tanya Makro.
“Ya, mereka barusan tertawa jahat,” jawab Fristi.
“Oh, aku tidak suka ketika mereka melakukannya.”
“Ya, aku juga.” Fristi tersenyum, pasrah.
“Jangan khawatir. Perlakukan saja kargo tersebut dengan baik,” ucap kapten Lumine memasang dan mengencangkan sepasang sarung tangan taktis warna hitam. “Semua bagian, cek status. Aku ingin laporan!” perintah kapten Lumine.
“Aye!” ucap tiga petinggi serentak.
“Mesin satu dan dua beroperasi 100%. Mesin empat aktif, 75%. Mesin tiga, seperti biasa, terpacu pada 80% Laporan bagian mesin selesai, kapten!” ucap Makro.
Makro mengembus. Tentu ini adalah tugasnya sebagai kepala pengawas mesin dan perlengkapan. Menyadari kargo itu mesti dipasang pada komponen peluncur torpedo, serta memiliki peringatan bahaya radioaktif, pastinya adalah senjata. Dia segera meminta Novi serta kru persenjataan mengurusnya sesuai prosedur.
“Lajur komunikasi internal dan eksternal bolak-balik terpantau lancar.” Fristi menoleh, tersenyum mengangkat hormat. “Tidak ada penghalang atau interupsi berarti. Laporan NavKom selesai!”
Walau tugas Fristi terlihat mudah, sebenarnya tidak. Ada alasannya kenapa aliansi umumnya menunjuk unit intelegensi buatan untuk tugas ini, seluruh regu berisi belasan bahkan puluhan operator, atau seorang manusia peralihan sepertinya.
Fristi mesti mendengarkan terhadap setiap percakapan dan perintah yang keluar masuk seorang diri. Menyaring tanggapan respon kapal-kapal lain. Menjadi sosok multilingual demi menutupi, kalau ada kekacauan penerjemah, maupun kesenjangan lingkup tata bahasa di armada. Tidak lupa, wanita itu harus selalu tanggap akan perubahan kondisi setiap saat. Dan semua kerumitan belum untuk kondisi pertempuran, pastinya akan lebih ruwet lagi.
“Bagian senjata. Lensa optik dalam kondisi prima. Kita punya 20 proyektil meriam hiperelektromagnet utama, 200 torpedo, 1.800 rudal. Pemberitahuan penting dari petugas arsenal Kivyel. Mereka memangkas kuota 10% untuk rentaka otomatis (Autocannon) seluruh armada pertahanan. Total amunisi tersedia, 18.000.000 proyektil.”
Salah satu pemegang tanggung jawab paling besar sebenarnya adalah kepala SenPer. Letnan harus mengatur sistem persenjataan. Menyerang dan menghancurkan musuh, sembari mengatur mekanisme pertahanan, melindungi para kru sekaligus. Orang yang juga mengepalai tindakan anti pemberontakan, memastikan setiap awak tidak melakukan hal macam-macam.
“Dasar markas pelit!” teriak kapten.
Letnan tertawa kecil. “Setiap peluru yang kita tembakkan ada harganya, kapten.”
“Masalahnya bukan biaya, letnan. Tapi, kemana alokasi sebanyak itu pergi?”
Kapten benar, ini bukan masa lampau seperti saat umat manusia bahkan tidak mampu mempertahankan kemakmuran bagi 10 miliar populasi pada sebuah planet.
Lelaki itu mengangkat bahu, kembali menyimak layar di hadapannya.
Fristi menjawab ragu, “Saya rasa, ... seksi pertahanan Kivyel berbagi dengan armada Admiral Natascha.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Lumine
De TodoMengisahkan Alistia Lumine. Anggota militer kasta bawah yang selalu dipandang sebelah mata. Salah satu dari sekian banyak anak-anak terlantar korban tragedi masa lampau. Sekarang, menjabat sebagai kapten korvet aliansi. Lumine selalu bermimpi menjad...