“Rasanya punggungku masih kaku. Bahkan setelah spa semalam,” ucap pemuda plontos berpakaian hitam itu sembari memutar-mutar bahu. “Dan aku tidak tahu kenapa spa lain tidak seampuh efek spa ruang kendali mesin kita.”
“Pasti karena dosis radiasinya kurang,” canda Kapten Lumi dengan ekspresi datar.
Marko menahan kening memakai telunjuk. Ia menggeleng pelan, kemudian tersenyum, mengoyak mimik masamnya.
Kapten menyilangkan kaki. “Kata penjaga gerbang kau sibuk hari ini, Marko.”
“Benar. Aku sibuk. Sibuk beristirahat. Menjauh dari kalian setelah kita ditugaskan bersama di Kivyel selama enam bulan standar penuh. Bagaimana performa petugas pintu kali ini?”
“Cukup intens,” kata Fristi mengelap peluh menggunakan kerah lengan trenchcoat miliknya. “Saya pikir kami akan kena masalah.”
“Sudah sampai tahap mengancam.” Kapten menggeleng. “Tapi, tidak cukup berani. Buktinya kami di sini.” Wanita berambut hitam sepunggung itu menyusul menyeringai.
“Petugas sebelumnya menyambut sendiri sambil membawa personel kemamanan sebelum kau menghentikan. Kau mau kami mencoba ketangguhan sekuritimu lain kali?” tutup Letnan Roagal tersenyum, meletakkan topi standar aliansi miliknya ke sudut meja.
Marko mengembus. “Kuatkanlah mereka yang bernasib malang, bertemu dengan kalian ketika rotasi tugasnya berlangsung.”
Fristi, Letnan Roagal, dan Kapten Lumine tertawa.
“Silakan diminum.” Sepasang pramubakti melangkah mundur meninggalkan ruangan setelah menata rapi posisi set empat cawan dan wadah air minum warna bening pada penampang permukaan meja kaca metal transparan.
Marko meregangkan leher. “Aku bangun kesiangan hari ini dan tidak sempat memasak sarapan sendiri. Lelah sekali setelah kejadian kemarin.”
“Masak, apa? Kami hanya sarapan bubur kalengan pagi ini. Iya, kan, Fristi?”
Wanita berambut pirang dikucir sanggul di sebelah kapten tersenyum kecil. Diafragma mata mekanis Fristi kembang-kempis, meniru kedipan mata manusianya yang terlihat pasrah dan menyedihkan.
Marko menempatkan kedua tangan menuju sandaran bangku satu orang miliknya. “Letnan?”
“Aku dan sif jaga pertama.” Letnan Roagal menunjuk jempol ke belakang. “Tadi malam kami,-“
“Tadi malam? Astaga, kalian ini. Akan aku buatkan s,-” Marko baru mau bangkit.
“Tidak. Tidak perlu.”
“Minum saja sudah cukup.”
“Kami tidak mau merepotkan.”
Ketiga rekannya kompak menghentikan.
Kapten dan Letnan Roagal langsung menghabiskan konten cawan mereka seperti orang belum minum satu minggu standar, sementara Fristi hanya meminum beberapa teguk.
“Apa-apaan?” Kapten menyelisik cawan kosong miliknya. “Minuman apa ini, Marko?”
“Air” Marko meraih cawan. “Hanya air.”
Kapten mendecap-decap. “Agak aneh.”
“Maksud Kapten Lumi pasti rasanya segar sekali.” Fristi tersenyum, mencoba santun.
“Tidak, Fristi. Airnya sama sekali tidak terasa. Lewat begitu saja di tenggorokan. Apa ini, air palsu?”
Fristi terdiam merapatkan bibir. Telapak tangan manusianya keringatan, boleh jadi membuat cawannya terlepas kalau kena senggol sedikit saja. Wanita berambut pirang itu tahu, paham betul bahwa Marko sedang menyembunyikan sesuatu di balik kerah lengannya. Menurut tebakannya, air minum mereka. Untungnya, mayoritas dalam artian baik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lumine
RandomMengisahkan Alistia Lumine. Anggota militer kasta bawah yang selalu dipandang sebelah mata. Salah satu dari sekian banyak anak-anak terlantar korban tragedi masa lampau. Sekarang, menjabat sebagai kapten korvet aliansi. Lumine selalu bermimpi menjad...