"Assalamu'alaikum.." ucap Yuli dengan pelan seraya membuka pintu ruangan tempat Laras di rawat
Tak ada jawaban. Matanya langsung disuguhi pemandangan yang membuatnya bernapas lega ketika melihat seorang lelaki yang berada di sisi kanan brangkar, sepertinya ia sedang tidur dengan tangan yang menggenggam tangan Laras. Sempat berpikir, itu Arles jika saja bukan Randi yang menghubunginya tadi. Karena memang gaya dan postur mereka hampir sama.
Ia semakin mendekat, mengamati wajah pucat Laras yang terlihat sangat tenang. Air matanya seketika mengalir tanpa permisi. Adakah laki-laki yang dapat menggantikan posisi Randi dalam hidup Laras? Yang menyamai kasih sayangnya, perhatiannya sebagaimana ayahnya.
Sebelumnya, ia sempat berharap banyak pada Arles. Hanya saja, takdir masih ingin menguji perasaan mereka. Setelah kejadian semalam, sepertinya hubungan Arles dan Laras akan berubah perlahan. Entah akan kembali membaik atau malah kembali sebagaimana sebelum mereka saling kenal dulu.
Mendengar azan subuh dikumandangkan, Randi tiba-tiba tersentak dari tidurnya dan spontan yang pertama kali ia tatap adalah wajah sendu Laras dengan mata yang masih betah terpejam.
"Eh, teh Yuli? Udah lama teh?" Tanya Randi ketika mendapati Yuli berdiri di hadapannya
Yuli mengangguk tersenyum. Terlihat sedikit kaku, ia mengulurkan tangannya mengusap lengan Laras. Air matanya kembali menetes merasakan sesal yang hadir seketika dalam hatinya. Jika saja ia tidak terlalu memberi kebebasan untuk bersama Arles, mungkin Laras tidak akan seperti ini sekarang. Harusnya ia tetap mendampingi Laras, memperhatikan makan dan semua kebutuhannya sekalipun ia bersama lelaki perhatian yang seperti Arles.
"Teh, Randi ke mushallah dulu.." pamit Randi
Ia lebih memilih pergi dari pada harus ikut menangis juga nanti. Ia tahu, Yuli memang sangat menyayangi Laras sebagaimana adiknya. Itulah yang membuat Yuli tidak bisa melihat Laras sakit atau tersakiti sedikit pun.
Sambil melangkah dengan pelan. Randi baru menyadari dan merasa ada sesuatu yang aneh. Ia teringat, ketika bertemu Laras semalam. Yuli tidak pernah membiarkan Laras seorang diri seperti itu. Kendati pun harus menemaninya menunggu jika Laras akan dijemput orang lain. Ia selalu memastikan Laras sudah bersama orang yang tepat sebelum ia meninggalkannya.
"Aneh.." gumam Randi menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali
Ia menggeleng sebentar sebelum melanjutkan langkahnya menuju ke mushallah. Mungkin ia bisa menanyakannya nanti setelah kembali ke ruangan Laras.
Sementara Yuli masih dalam kebingungan. Terus menimbang antara mengabari Arles atau tidak. Di setiap jarinya mengetik pesan, selalu saja berakhir dihapus sebelum mengirimnya.
Ia terus menatap Laras dengan gelisah. Rasanya ia tidak akan bisa tenang sebelum memberi kabar. Bukan karena ia peduli dan mendukung Arles bersama Laras. Melainkan sebaliknya, ia malah ingin mengabari Arles hanya untuk menyudutkannya. Ia tahu, Arles akan sangat merasa bersalah dan menyesal setelah ini.
'Ini memang salahnya, kan?' Pikir Yuli sebelum benar-benar mengirimkan pesannya melalui chat whatsapp pribadi Arles
Ia tidak peduli, Arles akan membalas pesannya atau tidak. Ponselnya sudah ia masukkan kembali ke dalam tasnya. Kini, ia menarik kursi yang tadi di gunakan oleh Randi, tangannya terulur mengusap lembut lengan Laras. Sangat pelan dan hati-hati agar tidak mengusik tidur nyenyaknya.
"Teh?" Bisik Randi saat ia berdiri tepat di belakang Yuli
Yuli hanya mendongak sebentar dan menjatuhkan kembali tatapannya ke Laras. Ia memang tidak kaget sama sekali, karena ia sudah menyadari kehadiran Randi dari sejak ia membuka pintu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Takdir
Teen FictionTakdir memang selalu begitu, tidak dapat ditebak. Masih dan akan selalu menjadi rahasia. Mungkin kita sering mendapat kode sebelumnya. Hanya saja kita yang masih kurang paham akan hal itu. Bisa jadi, Allah sengaja mendatangkan padamu orang yang kura...