Ta'aruf (2)

269 25 7
                                    

"Kakak.."

Suara Laras seketika membuat seisi studio mengalihkan tatapannya mengikuti arah pandangannya.

Bukan hanya Laras. Tetapi juga Rara dan beberapa temannya ikut kaget melihat kedatangan Arles di sana. Seketika puluhan pasang mata yang melihat dengan pandangan penuh iba, kini tertuju padanya.

Rafka yang menyadari kehadiran Arles pun merasa takut keberadaannya terancam. Jadinya, ia segera mendesak Laras untuk menjawabnya.

"Ras.." panggil Rafka berusaha menarik fokus Laras kembali

"Ah iya a, maaf.." jawab Laras menoleh sebentar lalu kembali menatap Arles yang masih setia berdiri di sana.

Ia mulai gelisah di tempatnya. Ingin sekali ia berlari dan menghampiri Arles. Tapi, ia pun tidak tega meninggalkan Rafka seorang diri. Sungguh, ia kebingungan. Tatapannya terus tertuju ke Arles tanpa mempedulikan Rafka.

Dengan senyum, ia menatap Laras. Tapi jangan bilang Laras bodoh mengartikan mimik wajah dan sorot matanya. Di sana jelas tergambar sebuah sakit yang teramat dalam meski Laras belum tau pasti, apa yang membuat Arles seperti itu.

Sangat naif jika ia tidak merasa Arles punya perasaan lebih kepadanya. Ia hanya tidak mau terjebak dalam harapannya sendiri, sudah cukup ia menjadi bucin kepada orang yang kurang tepat. Dan mungkin saja Arles memang memperlakukan semua orang seperti caranya memperlakukan Laras.

Jika Laras terlihat sangat gelisah di depan sana dan Arles yang sedikit resah menyaksikan pertunjukan yang tersaji namun juga tak danggup melangkah pergi. Di sisi lain, ada Indah yang berada di deretan kursi penonton bersama dengan Rara dan Selfi. Ia menatap Arles dan Laras secara bergantian. Ia tahu, mereka berdua sama-sama memiliki perasaan. Tanpa menunggu lama, ia segera mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan untuk Arles.

Seketika senyum Arles tersungging membaca pesan dari Indah.

From Indah
Ky.. dengerin gue ya.
Lo ga boleh mundur! Pokoknya lo harus berani melangkah ke depan Laras.
Gue yakin kok, dia lebih nungguin lo. Semangat!

Ia tidak membalas pesan Indah, namun senyumnya sedikit mengembang dari sudut bibirnya . Ia menatap ke arah Indah dengan sedikit mengangguk. Menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan pelan.

"Ingat bro, sesuatu yang ditakdirkan untuk kita tidak akan tertukar. Kalau memang Laras itu ditakdirkan untuk Arles, yang lain bisa apa?" Ucap Hafiz

"Tapi gua takut banget Fiz. Kalau ternyata kita tidak ditakdirkan bersama, gimana?"

"Ya ampun bro, bro.. cemen amat sih lu jadi orang. Ya, lu usaha aja dulu.."

Seketika ia teringat pesan Hafiz, salah satu sahabatnya. Pesan itu semakin menambah sedikit keberaniannya juga harapan yang sempat memudar.

"Bismillah.." ia mulai melangkahkan kakinya perlahan

Melihat Arles yang bergerak perlahan menuju ke arahnya. Rafka berubah sedikit panik dan tanpa sadar langsung memegang tangan Laras, menggenggamnya dengan erat.

Menun, belum berapa detik tangan Rafka menggenggam tangannya, dengan cepat Laras menepisnya pelan seraya meminta maaf. Ia tak ingin membuat Rafka tersinggung dengan sikapnya. Biar bagaimana pun, Rafka sudah ia anggap sebagai teman sekaligus kakak. Sekali pun ia tidak memiliki perasaan yang sama kepada Rafka, bukan berarti ia akan menolaknya begitu saja tanpa penjelasan. Ia akan tetap bersikap sopan dan lemah lembut sebagaimana Laras yang biasanya.

"Maaf aa" ucap Laras menangkupkan kedua tangannya di depan dada

"Oh tidak, harusnya aku yang minta maaf." Sedikit malu, Rafka tersenyum ikut menangkupkan kedua tangannya

Rahasia TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang