Nah, ini aku up 2 aja langsung yah..
Anggap aja sebagai gantinya yang kemarin terlalu lama ngilang🤭🤭Semoga kalian suka..
Klo ga suka ceritanya, ya suka ke aku juga gapapa😅😅😅 canda ya teman-teman..Selamat membaca...
Sebelum meninggalkan tempatnya, Rafka sekali lagi tersenyum menatap Arles. Dengan sedikit menggeleng Rafka membatin "Aku udah tau jawaban kamu Ras. Bukan lelaki seperti dia yang mudah merebut hatimu."
Secara tidak langsung, harapan Rafka kembali hadir dalam hatinya. Ibarat pohon, yang tadi daunnya sudah menguning dan perlahan berguguran, kini kembali muncul pucuk baru yang masih menguncup. Kini, ia meninggalkan Laras dan Arles dengan kakinya terasa ringan untuk melangkah.
Laras berbalik sebentar, melihat kepergian Rafka. Ia terenyum, senang melihat orang yang dianggapnya kakak selama ini akhirnya bisa menerima keputusannya. Dan ia yakin, Rafka baik-baik saja terlihat dari raut wajahnya yang menampilkan senyuman yang tulus.
Sedangkan Arles, ia masih menatap Laras dengan perasaan yang susah dijelaskan. Ia merasa kecewa, tapi karena apa? Bukan kah memang hak Laras untuk menentukan pilihannya dan bagaimana mungkin seorang Laras bisa dengan mudah menerima lelaki sepertinya. Mau berteman dengannya saja, harusnya ia sudah sangat bersyukur.
Ia masih belum bisa menggerakkan bibirnya untuk berbicara. Senyumnya masih tertahan di sana menatap Laras dengan mata yang terasa perih seperih hatinya, sedikit demi sedikit air mata itu sudah mulai menggenang di dalamnya dan sebelum tumpah ia harus segera pergi dari hadapan Laras.
Sebelum pergi, ia mengangguk pelan lalu membalikkan tubuhnya bersiap melangkah. Mungkin langkah pertamanya akan pelan hingga langkah ketiga namun bisa ia pastikan dilangkah berikutnya ia akan berlari dan pergi sejauh mungkin. Membawa bekal perasaan dan hatinya yang hancur melebur bersama harapannya sebelum menguap dan akhirnya menghilang.
Namun, sebelum ia melangkahkan kakinya. Laras segera menahan lengannya dan bertanya
"Kakak mau kemana?" Ia tersenyum, tapi hatinya terasa perih.
Mengapa Arles suka sekali mempermainkan perasaannya? Apa ucapannya yang tadi hanya candaan lagi? Hanya untuk membuat Rafka cemburu? Terbukti, setelah Rafka pergi, ia pun ingin segera pergi meninggalkan Laras. Ya Allah, apa lagi ini?
"Untuk apa lagi aku berada di sini?" Tanya Arles tanpa berbalik menatap Laras. Bukan pertanyaan, Laras butuh jawaban Arles. Kamu mau kemana?
"Oh iya, silahkan. Toh a Rafka juga sudah pergi, kan? Jadi tidak ada lagi yang perlu dipanas-panasin." Jeda Laras menarik nafas sebelum melanjutkan ucapannya "Harusnya aku sadar, kakak itu memang orangnya suka bercandaan kan, ya."
Ia bingung, sama sekali tidak mengerti dengan ucapan Laras. Mengapa Laras bisa menilainya seperti itu? "Bukankah dia yang lebih mementingkan perasaan Rafka daripada perasaanku?" Pikirnya kembali mengingat wajah Laras yang menatap Rafka sebelum menjawab pertanyaannya tadi.
Dan ternyata bukan hanya dia, mereka yang sedari tadi menyaksikan pun dibuat bingung dengan pertunjukan di depan sana. Tak ada yang bisa menebak kemana arah dan bagaimana akhir dari semua ini. Apa yang mereka lakukan?
"Kak.." kali ini suaranya sedikit serak, sepertinya ia menahan tangis "Kakak tau kan, hati Laras udah pernah terluka? Aku pikir, bertemu kakak bisa mengobati luka itu. Tapi ternyata hanya mengering sebentar lalu kembali digores bahkan semakin dalam dari sebelumnya." Entah mengapa, ucapan Laras selalu berhasil membuat hatinya terasa ngilu
Selesai mengucapkan itu, Laras langsung berlari. Tak ada yang mencoba menahannya, termasuk Arles. Mereka semua punya pemikiran yang sama, Laras hanya ke ruang ganti karena masih banyak lagu yang akan ia bawakan nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Takdir
Teen FictionTakdir memang selalu begitu, tidak dapat ditebak. Masih dan akan selalu menjadi rahasia. Mungkin kita sering mendapat kode sebelumnya. Hanya saja kita yang masih kurang paham akan hal itu. Bisa jadi, Allah sengaja mendatangkan padamu orang yang kura...