"Laras sama Randi, pak, ma" Yuli menyalami tangan kedua orang tua Laras
"Tumben Laras tidak memberi kabar?" Heran sang ayah dengan informasi yang diterima dari Yuli.
"Semalam, Randi mendadak jemput di studio pak. Jadinya, aku nginep di rumah Rara" jelas Yuli sambil menguap menahan kantuk
Ingin bertanya lagi, tapi sepertinya Yuli sangat lelah. Ia percaya, tapi pikirannya memaksa untuk menolak. Perasaannya berbeda dengan apa yang baru saja Yuli sampaikan. Apa Laras baik-baik saja? Atau sesuatu sedang terjadi kepadanya sehingga ia tidak pulang ke rumah?
Dan tidak biasanya Laras pergi tanpa memberi kabar, sekalipun dengan Randi. Ingin curiga, tapi tak ada alasan. Karena ia yakin, Yuli tidak akan berbohong dan memang tidak pernah melakukan hal tersebut.
"Nanti saja, bapak langsung tanyakan ke Randi." Saran mama saat membaca raut kecemasan di wajah sang suami
Ia paham betul ketika sang suami sudah menunjukkan ekspresi seperti itu. Ia pasti sudah sangat khawatir kepada putri semata wayangnya itu. Dan memang wajar saja, ketika sang ayah mengkhawatirkan anak perempuannya. Sebab ia adalah lelaki yang selalu ingin menjadi pelindung baginya, menjaga dan membahagiakannya sebelum menemukan seseorang yang tepat untuk membantu perannya. Iya, hanya membantu, bukan menggantikan! Sebab tak seorang pun bisa menggantikan peran seorang ayah. Termasuk suami.
Bapak mengangguk mengiyakan saran dari istrinya. Sebaikanya ia menanyakan langsung ke Randi, biar lebih jelas dan tak ada rasa was-was lagi.
"Atau? Bapak langsung telepon nak Arles saja ya? Minta tolong biar langsung disamperin aja ke sana" bapak kembali menimang setelah teringat Arles
Entah mengapa, setelah kenal dengan Arles, bapak sudah sangat yakin dan langsung percaya kalau Arles bisa menjaga Laras. Dan ia pun berharap semoga Arles bisa terus membuat Laras bahagia. Sekarang sampai nanti.
"Ya jangan lah pak, Arles kan sibuk. Takut mengganggu"
"Ya tidak ada salahnya mencoba, kan? Dari pada sama si Randi. Bisa aja dia sekongkol sama Laras menutupi sesuatu dari kita" alasan suaminya sangat masuk akal, sehingga ia pun langsung sepakat dengan usul sang suami. Meski rasa tidak enak masih mendominasi.
***
Di lorong rumah sakit. Sambil merenung, ia hanya menunduk melihat kakinya yang terus melangkah bergantian. Entah ke mana arahnya, ia tidak lagi peduli. Bayangan Laras bersama laki-laki itu selalu membayangi pikirannya. Ditambah lagi dengan tatapan Laras yang seolah tak mengenalnya.
Raut wajahnya yang lesu, seakan menggambarkan bahwa keadaan hatinya sedang tidak baik-baik saja. Seorang Arles, lelaki tampan yang terkenal ramah selama ini. Tiba-tiba menjadi pendiam dengan wajah yang murung.
Beberapa ibu-ibu dan fans yang berpapasan dengannya pun tidak ia hiraukan. Yang biasanya menyapa dengan senyum manisnya kini hanya melewati dengan meringis.
"Siapa lelaki itu?" Batinnya
Ia semakin memperlambat langkahnya, seolah kakinya tak kuat lagi terseret. Ia benar-benar lelah, bukan hanya kakinya, melainkan hati yang selama ini ia jaga untuk Laras pun telah merasa kelelahan. Ia tidak tahu, jika selama ini Laras ternyata dekat dengan laki-laki lain. Yang bodohnya, ia sudah terlanjur dalam menaruh rasa dan harapan pada Laras.
Lalu? Apa yang harus ia lakukan sekarang? Entahlah. Tak ada pilihan yang tersedia, termasuk menjauh. Bagaimana mungkin ia bisa menjauh, jika hatinya saja sudah terikat dengan simpul mati pada Laras. Sangat susah untuk terlerai lagi. Kali ini, ia kalah. Logikanya sama sekali tak bisa menguasai hatinya yang terus menekan untuk tetap berjuang. Meski ia telah menyaksikan Laras begitu nyaman dalam pelukan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Takdir
Teen FictionTakdir memang selalu begitu, tidak dapat ditebak. Masih dan akan selalu menjadi rahasia. Mungkin kita sering mendapat kode sebelumnya. Hanya saja kita yang masih kurang paham akan hal itu. Bisa jadi, Allah sengaja mendatangkan padamu orang yang kura...