Setelah mengurus semua administrasi, sore nanti mereka sudah dibolehkan untuk pulang. Katanya, Laras juga sudah tidak betah berada lama-lama di rumah sakit seperti ini. Sedari tadi ia sudah memaksa untuk pulang sebelum Duhur, hanya saja dokter pasti belum mengizinkan.
"Ya sudah, klo gitu Laras mau shalat duha dulu"
"Hmm.. Aa' mau keluar cari makan, Laras mau apa?" Tanya Randi sebelum keluar meninggalkan Laras
"Apa aja a' asal masih bisa ditelen, pasti Laras makan kok" canda Laras membuat Randi tidak tahan dan maju menarik hidungnya hingga memerah, gemas..
Setelahnya, ia langsung berlari membuka pintu. Mengucap salam lalu segera melangkah sambil terus tersenyum.
Ia berharap adiknya bisa terus tersenyum seperti itu. Jahilnya seperti itu, jangan sampai berubah lagi. Sepertinya ia memang harus cepat-cepat menemui orang yang bernama Arles itu. Tidak sabar rasanya ingin melihat, seperti apa dia yang dengan cepat membuat Laras kembali seperti ini. Semakin dewasa tapi tidak menghilangkan sifat manjanya.
Butuh waktu beberapa menit ia melewati koridor hingga sampai di parkiran. Belum lagi ketika ia harus mencari makanan di luar. Pasti akan meninggalkan Laras sendiri lebih lama. Sesaat ia berpikir sambil menggaruk kepalanya. Siapa yang harus disuruh menggantinya menjaga Laras, sebentar saja.
Sempat terpikir ingin mengabari Arles, tapi kembali ia urungkan. Bukankah Laras tidak ingin membuat lelaki itu khawatir. Ya sudahlah, lebih baik aku buru-buru pergi. Pikirnya
Sementara di dalam ruang rawat. Laras baru saja keluar dari kamar mandi, selesai berwudhu. Namun ia langsung menghembuskan napas kesal seraya menepuk jidatnya. Ia baru ingat, di sini tidak ada mukena.
'Ke mushallah aja kali, ya?' Pikir Laras, "toh, si aa' juga udah pergi" sedikit bergumam. Mengenakan jilbabnya sebelum melangkah keluar.
"Eh, tapi kalau ada perawat yang liat, pasti aku ditegur dong lepas infus" dengan ragu, ia kembali lagi ke brankarnya. Hanya duduk sambil mencari solusi agar bisa tetap ke mushallah
Sepertinya otaknya sedang buntu sekarang. Tidak ada ide apapun yang muncul. Semakin ia memaksa berpikir, semakin jauh solusi dari kepalanya. Jadilah ia keluar bermodal nekat menguji keberuntungannya. Jika memang ia ketahuan, ya mau apa lagi. Ia hanya menggidikkan bahunya, lalu dengan hati-hati membuka pintu. Mengintip kiri kanan sebelum akhirnya benar-benar keluar dan melangkah dengan cepat sebelum ketahuan.
***
Setelah ditinggal beberapa langkah. Arles baru kembali tersadar untuk mengejar Rani. Bagaimana pun ia harus meminta bantuannya.
"Ran, lo perempuan bukan sih? Ga ada gitu rasa kasihannya" Panggil Arles setengah berteriak sambil terus berusaha menyejajarkan langkah
Sedang Rani masih terus tersenyum melihat perjuangan Arles. Entah dari sudut mana, ia sudah bisa melihat sedikit perubahan dalam diri Arles. Setidaknya keegoisannya sudah sedikit menipis. Dan itu semua karena Laras.
Meskipun belum pernah bertemu dan kenalan langsung sama orangnya. Ia begitu yakin hanya dengan melihat foto-fotonya yang beredar, Laras adalah perempuan yang lemah lembut dan penyayang.
Di tengah langkahnya, Arles tiba-tiba menghalanginya. Membuatnya hampir tertabrak di dada bidang lelaki tampan itu.
"Ky, apa-apaan sih.. Minggir ga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Takdir
Teen FictionTakdir memang selalu begitu, tidak dapat ditebak. Masih dan akan selalu menjadi rahasia. Mungkin kita sering mendapat kode sebelumnya. Hanya saja kita yang masih kurang paham akan hal itu. Bisa jadi, Allah sengaja mendatangkan padamu orang yang kura...