Sedikit Titik Terang

162 15 0
                                    

"Ras.. Aa' tau kamu sedang ada masalah. Coba cerita!" Bujuk Randi setelah membantu Laras berbaring

Sedang yang ditanya, tiba-tiba menjadi gagap tak tahu harus menjawab apa. Tidak mungkin jika mengadukan semuanya. Tapi mau sampai kapan ia menyembunyikannya, toh juga cepat atau lambat Randi atau keluarganya yang lain pasti akan tahu.

Sedikit berpikir lebih keras, menimbang dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika ia menceritakannya sekarang, membandingkannya ketika menunda sebentar lagi dan menceritakannya diwaktu yang tepat.

"Nah, kan? Aa' tau nih. Kamu pasti masih mikir-mikir lagi" tebak Randi yang memang tidak salah. Karena begitulah kebiasan Laras ketika mendapat sebuah masalah, entah kecil atau besar ia akan selalu menimbang berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

Laras telah terbiasa sebelum melakukan sesuatu akan memikirkan baik buruknya terlebih dahulu. Begitu akhirnya terbawa sampai ke setiap masalah yang dialaminya. Bukan tidak ingin terbuka atau tidak percaya kepada orang lain. Hanya saja, ia tidak ingin membebani orang lain dengan masalahnya.

"udah cerita aja langsung ke aa'.. sekarang!" Desaknya "biar nanti urusan sama bapak sama ibu, aa' bisa bantu jelaskan" bujuknya yang ternyata berhasil

Laras mengangguk samar meski raut wajahnya masih menyimpan sedikit kegelisahan. Namun lagi-lagi Randi mencoba meyakinkannya. Dan, akhirnya dengan lancar Laras mulai bercerita tentang apa yang terjadi pada dirinya dan Arles. Tentang bagaimana sekarang hubungannya dengan Arles yang mulai merenggang.

Sebenarnya, sedikit tidak percaya ketika bujukannya berhasil secepat itu. Laras adalah perempuan kuat yang selalu menyembunyikan masalahnya, bukan. Bukan hanya menyembunyikan, tapi ia akan berusaha menyelesaikannya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. Jika memang dirasa abangnya harus tahu, maka ia akan memberitahunya, itu pun akan memilihkan waktu yang tepat untuk bicara. Tapi kali ini, hanya dengan bujukan ringan, Laras mau bercerita seringan itu.

****

Sepasang kaki telah menyeret langkah yang semakin terasa berat untuk mendekat. Takut jika hatinya ternyata tidak sanggup untuk menerima dengan apa yang akan disaksikan oleh matanya nanti.

Akankah ia menyaksikan pelukan yang ketiga kalinya? Atau haruskan ia kembali menonton melihat kembali kemesraan yang-

Belum juga matanya melihat apa yang terjadi di dalam sana. Telinganya sudah menangkap dengan jelas suara percakapan antara laki-laki dan perempuan itu. Iya, itu suara Laras dan...

"Randi" batinya

Iya, itu suara Randi. Ia bisa sedikit mengenalinya meski baru beberapa kali bicara melalui sambungan telepon. Tapi telinganya tidak akan salah mengenali suara itu.

Bertepatan ketika ponselnya tiba-tiba berdering dalam saku jaketnya. Dengan cepat ia menjawab setelah melihat nama yang tertera di layar. Sedikit menjauh dari pintu Laras sebelum menjawabnya. Takut jika suaranya akan terdengar sampai ke dalam.

"Ya, wa'alaikumsalam bapak mertua" sapanya pelan membalas salam dari seseorang di seberang telepon

"Kamu ini mulai lagi, ya" terdengar tawa bapak dari seberang sana "oh iya, nak Arles ada di mana? Bapak mengganggu?"

"Oh tidak sama sekali om.. eh pak" jawabnya "ada apa? Bapak ada perlu sama saya?" Tanya Arles mencoba menebak

"Iya, ini nak.. bapak minta tolong cek Laras ke tempat Randi. Karena dari semalam tidak pulang, Yuli bilang dijemput sama Randi, takutnya Laras kenapa-napa dan Randi malah membantu adiknya itu" jelas bapak

"Oh iya pak, ini Arles baru saja ketemu Laras. Alhamdulillah dia baik-baik" jawab Arles. Ia memang tidak sedang berbohong, ia habis bertemu Laras dalam keadaan baik-baik saja.

Rahasia TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang