Menunggu memang kadang terasa sangat membosankan jika terus-terusan hanya berdiam diri dengan pikiran kosong. Tanpa teman dan tanpa kepastian. Sama seperti Rifki. Sedari tadi ia sudah stay menunggu Laras di back stage namun, sepertinya Laras masih akan menampilkan satu persembahan lagi. Entah harus berapa lama ia disini merasa sendiri, meski masih ada beberapa tim kreatif yang berlalu lalang namun anehnya tak satu pun yang singgah walau hanya sekedar menyapa. Semua sibuk dengan urusan masing-masing.
Harusnya tak begini..
Diantara kau dan aku..
Sama-sama bertahan..
Hanya karena satu, ego sendiri..Mendengar suara Laras yang mengalun lembut didalam stage sana membuat Rifki ikut merasakan betapa dalam makna lirik lagu yang Laras nyanyikan itu.
Sering kita sembunyi..
Dibalik sikap dan kata..
Padahal hati kita..
Tak ingin saling menyakiti..Sejenak ia berpikir dan kembali mengingat bagaimana perlakuannya ke Laras selama ini.
"Laras" ucap Rifki tiba-tiba muncul dibalik pintu meotong ucapan Reza "ikut aku sekarang!" Katanya sambil menarik pergelangan tangan Laras
"Bentar Kii.. Laras mau latihan sama a Eza dul-" lagi-lagi Rifki menyela ucapan Laras sambil menarik pergelangan tangannya
"Ah sudah, ikut aku aja"
Ia terus menarik pergelangan tangan Laras memaksanya untuk ikut"Tapi aku harus latihan Ki"
"Ahh sudahlah, sekarang kamu ikut aku!" Suara Rifki terdengar lebih tegas
"Aku apa? Memang kamu kenapa? Jawab Laras!"
Kini, Rifki hanya bisa tersenyum sinis meratapi kebodohannya yang membuat ia kehilangan seorang perempuan yang selalu menghadapinya dengan sabar, yang ucapannya tetap lemah lembut sekalipun ia dikasari, yang selalu mengalah meski tidak salah demi kebaikan bersama.
Sungguh, ia hanya terbakar cemburu sehingga tidak bisa mengontrol emosinya sendiri. Dan lihat sekarang, yang menjadi korban keegoisannya adalah hubungannya dengan Laras yang selama ini sudah dijalin bertahun lamanya.
Bodoh. Sangat bodoh. Mengapa dirinya mau saja terpancing dengan omongan orang-orang saat itu. Rifki membatin dengan kesal menyalahkan dirinya sendiri mengingat penyebab rasa cemburu itu muncul.
"De, a Iki ke kelas duluan yah" pamit Rifki sebelum meninggalkan Laras dan Reza
"Kok Laras kelihatan akrab banget sama pak Reza yah?" Tanya Iren dengan tatapan sinisnya melihat kearah Reza dan Laras
"Iya, padahal kan Laras itu pacarannya sama Rifki" Ari ikut membenarkan
"Heum denger-denger mereka udah hampir hampir 4 tahun lagi"
"Ih iya yah, kok si Rifki mau aja sih. Aku mah ogah kali" timpal temannya yang lain
Bisik-bisik beberapa mahasiswa yang ia lalui dikoridor saat menuju ke kelasnya.
"Yeee.. kan Laras sama Pak Reza itu se profesi. Jangan pikir macem-macem ah, positif aja kali"
Bela salah satu teman diantara mereka yang masih berusaha berpikir positif. Namun yang lainnya tetap saja dengan pandangan yang sama, melihat kedekatan Reza dan Laras bukanlah hal yang biasa.
"Alaaaah awalnya memang gitu, temanlah kakaklah seprofesilah. Tapi pada akhirnya rasa nyaman muncul diantara keduanya" celoteh Erlan seperti sedang menyindir Rifki yang baru saja melewati mereka
"Iya, cinta itu karena terbiasa kan? Liat aja ntar, paling si Rifki langsung dihempas"
Setelah mendengar percakapan teman-temannya, perasaan tenang Rifki entah menghilang kemana tiba-tiba berganti dengan rasa curiga dan was was. Perasaan takut kehilangan Laras semakin merasuki hati dan pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Takdir
Teen FictionTakdir memang selalu begitu, tidak dapat ditebak. Masih dan akan selalu menjadi rahasia. Mungkin kita sering mendapat kode sebelumnya. Hanya saja kita yang masih kurang paham akan hal itu. Bisa jadi, Allah sengaja mendatangkan padamu orang yang kura...