Terkadang menjadi seorang kakak itu tidaklah mudah. Kita harus selalu mengalah dan pura-pura kuat di depan adik dan kedua orang tua kita.🐣🐣🐣
"Aku mau cuti, Yah."
"Cuti? Cuti apa?"
"Ya, cuti."
"Berapa lama?"
"Satu bulan."
"Hah?"
"Iya, satu bulan. Aku mau tinggal di rumah oma untuk sementara."
"Kamu kenapa sih, Kak? Ada masalah?"
Bukannya Devon pelit akan cuti, tetapi Feisya yang kini duduk di depannya bukanlah Feisya yang Devon kenal.
"Aku cuman mau menepi, Yah. Aku capek." Feisya menunduk, dia takut jika ayahnya melihat jika kini matanya berkaca-kaca. Putus dengan Aldi dan harus merelakan kekasih lima tahunnya bersama sang adik bukanlah yang hal mudah bagi Feisya. Itu sebabnya dia butuh menepi sejenak dari semua ini dan Bogor adalah tujuannya saat ini. Tidak ada keluarga yang berada di luar kota selain di Bogor.
"Fei," ucap Devon lembut seraya mengangkat wajah sang anak agar menatapnya, "Ayah tahu kamu lagi ada masalah dan Ayah juga tahu kamu perempuan kuat. Kalau memang kamu capek, kamu boleh menepi sejenak. Boleh. Maafin Ayah ya, gara-gara Ayah kamu harus jadi wanita sekuat ini."
Feisya menggeleng. "No, Ayah. Aku justru sangat berterimakasih sama Ayah karena Ayah aku bisa sekuat ini sampai saat ini."
Devon mengangguk kemudian dirinya bangkit dari duduknya seraya menuntun sang anak untuk mengikuti pergerakannya. Setalah keduanya berdiri saling berhadapan, lalu Devon menarik Feisya ke dekapannya.
"Maaf, maafin Ayah. Ayah tahu kamu kuat, tapi kamu juga ada lelahnya. Kalau kamu lelah dan menyerah, ada Ayah, Nak. Jangan merasa sendiri ya."
Kini tangis yang sedari tadi Feisya tahan pun tumpah di dekapan sang Ayah. Devon selalu bisa membuatnya selemah ini dan hanya pada Devon, Feisya bisa mencurahkannya karena di depan Anya, Feisya selalu berusaha menjadi anak yang kuat serta kakak yang kuat untuk adik-adiknya.
"Hiks.... Aku capek, Yah. Aku juga lelah. A-aku enggak kuat. Ini sakit. Hiks.... Aku engkau tahu harus gimana lagi."
Devon memang tidak tahu masalahnya apa, tetapi Devon turut merasakan kesedihan Feisya karena bagaimanapun Feisya adalah putrinya yang dulu dia adzani.
"Enggak papa, kamu berhak lelah, kamu berhak capek, kamu berhak sesekali lemah, tapi jangan selamanya ya? Ingat, bangkit itu harus dan ada Ayah yang selalu siap jadi bahu untuk kamu bersandar."
***
"Lo kok jahat sih? Kok tega banget ninggalin gue? Gue ada salah, ya? Apa lo udah enggak betah lagi sama gue? Fei, lo tahu kan cuman sama lo gue bisa senyaman dan seterbuka ini dalam hal pertemanan. Please, kalau enggak ada lo, gue mau sama siapa lagi?"
Feisya tersenyum kemudian mengusap bahu Cellin. "Cel, lo enggak ada salah apa-apa. Gue juga nyaman banget temenan sama lo. Lo itu teman terbaik gue sepanjang masa, tapi untuk kali ini maaf gue emang harus pergi. Cuman satu bulan, gue janji. Nanti setelah gue membaik, gue akan balik dan juga bisa kayak dulu lagi."
"Tapi kenapa harus pergi?"
"Gue belum siap cerita, nanti aja, ya? Gue mau menepi dulu dan soal temen gue tahu lo orangnya ramah dan friendly jadi coba lo buka mata lo, banyak kok yang mau temenan sama lo dan ingat, banyak teman itu enggak semengerikan yang lo pikirin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adasya [ Complete ]
Ficción General#GenerasiAgasaDKKTheSeries2 Bagaimana rasanya jika kalian harus merelakan kekasih kalian yang telah menemani kalian selama 5 tahun bersama dengan adik kalian sendiri? Di samping itu, di kondisi ingin menepi, justru kalian dipertemukan dengan sosok...